𝖍 : lembar 07 ✿

902 109 9
                                    

Rembulan seakan enggan menampakkan wujudnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rembulan seakan enggan menampakkan wujudnya. Sang Bintang pun ikut serta bersembunyi di balik gulitanya awan hitam. Cakrawala malam selasa ini terasa mencekam. Yang terdengar hanya jeritan jangkrik dan hembusan semilir angin malam.

Arkana nekat melawan ketakutannya dengan keluar dari lingkungan kediamannya. Pasalnya, bukan karna kehendaknya sendiri, melainkan karna perintah bunda tersayangnya yang mengeluh tepung habis.

Area kompleknya benar-benar bertambah menyeramkan ketika matanya mulai dapat melihat hal-hal luar biasa yang hanya terjadi pada beberapa orang tertentu. Arkana bersyukur? Tentu tidak. Bahkan tanpa disadarinya, Arkana melototi hantu-hantu di pinggir jalan yang baru saja muncul. Membuat hantu-hantu kembali menghilang.

"Bocah prik." Umpatnya kesal pada tuyul yang bertengger pada atap mobil yang sedang melaju.

Kekesalannya dilampiaskan pada makhluk tak kasat mata, yang tiba-tiba muncul di hadapannya dengan lancangnya. Hingga ketika melewati sungai tempat yang paling Arkana benci, Arkana menghela nafas syukur karna penunggu sungai itu tak menampakkan dirinya.

"Om, beli!" Arkana berteriak pada penjaga warung yang sedang mengopi sambil menghayati nikmatnya secangkir kopi. Namun rasa nikmatnya sirna seketika, dikala bocah yang meneriakinya tanpa mengurangi santai.

"Saya kira bocil. Rupanya si Arka." Cibir penjaga warung.

Arkana menyebutnya om botak, karna bagian tengah kepalanya yang botak. Di dahulu kala juga, Angkasa mengira om botak si penjaga warung, adalah profesor karna bentuk rambutnya yang mengikuti persis layaknya profesor pada umumnya.

"Tepung yang bungkusan ada, om?"

"Kalo sing dibungkus, mau kamu apain?"

Arkana berdecak sebal. Om botak satu ini benar-benar tidak sefrekuensi dengannya. "Beli tepung, om." Kata Arkana malas.

Om botak malah terkekeh sambil memelintir kumisnya. "Ambil aja sendiri di belakang. Tangan saya hilang, nih."

Dalam kedipan mata, tangan om botak di hadapannya sontak buntung, penuh darah. Arkana mengedip-kedipkan matanya memastikan. "Loh? Setan usil!" Arkana menoyor dahi wujud om botak, bermaksud agar setan tersebut kembali ke wujud aslinya.

Yang Arkana dapatkan hanya kekehan. "Saya baru mati, loh! Itu di dalem mayatnya." Diakhiri dengan cengiran menyebalkan.

"Tapi sekuat apapun abang, kalo ada arwah hantu pendendam, abang harus kabur." Arkana teringat. Dengan gugup, dia memberanikan diri, "Om, dibunuh?" Jujur, jantung Arkana sudah mlenyot turun entah kemana. Bahkan kini, Arkana bertahan untuk tidak mengompol demi harga dirinya.

Wajah arwah om botak berubah menjadi berlipat-lipat menyeramkan. Dia menunjukan wujud aslinya. Persis seperti hantu bunuh diri di sekolahnya.

"Saya tidak ingin mati!" Layaknya perdramaan, arwah om botak telah merasa keren karna berhasil membuat anak orang kegegeran setengah riwayat.

[2] adinata ; enhypen ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang