XIX

8.9K 1.7K 140
                                    

Yang menunggu karyakarsa, bab 24 sampai bab 27 sudah ada ya di sana. Sudah otw menuju klimaks.

Yang setia baca di wattpad, jangan lupa follow, vote, dan komen ya.

==

Suara sayup-sayup dari lantai satu terdengar sampai kamarku. Alarm otomatis dari kegiatan Mama langsung membuatku bangun dari tidur. selama lima menit, pikiranku kosong. Mencoba mengumpulkan nyawa. Begitu aku sadar sepenuhnya, realita menerjang. Hari ini sudah harus bekerja. Kenyataan lainnya yang lebih berbahaya, aku akan bertemu Galen.

Sesampainya di rumah, kegalauanku karena ulah Gama semalam langsung sirna. Bukan hanya karena itu tak masuk akal tapi kenyataan yang lain harus diprioritaskan. Masalahku dengan Galen. Ada banyak pesan yang kuabaikan. Pesan-pesan dari Nita, pesan dari Isa dan Bian. Juga banyaknya panggilan dan pesan dari Galen.

Memori tentang itu telah memenuhi diriku sekarang. Ingatanku kembali pada kejadian beberapa jam lalu. Hal pertama yang kulakukan semalam adalah keluar dari grup yang dibuat Isa. Yang delapan puluh persen membahas hubunganku dengan Galen. Berlanjut ke membalas semua pesan Nita. Mengobrol selama lima belas menit lewat ketikan.

Seusai bicara dengan Nita, aku menghubungi Gama. Mengirim hasil foto tadi dan meminta restu pencatutan dirinya sebagai pacar pura-puraku. Terakhir, aku membuat status khusus untuk Galen. Mengunggah fotoku bersama Gama. Foto yang diberi keterangan, sakit membawa berkah. Akhirnya nggak bertepuk sebelah tangan. Memikirkan kebohongan panjang yang akan kuungkap pada Galen. Aku bahkan mencatat setiap dusta yang kuperbuat. Untuk memastikan bahwa penjelasanku konsisten. Hingga akhirnya kantuk menyusup dan membuatku tidur dengan pikiran penuh.

Kakiku menendang selimut. Bersiap untuk memulai aktivitas. Semuanya telah terjadi. Tidak bisa dihindari. Setiap masalah pasti akan selesai. Semua badai pasti berlalu. Dan Galen, pasti akan berhenti.

Mantra-mantra yang kuucap untuk menyemangatiku berefek begitu kuat sampai aku tiba di kantor. Sayangnya, efek mantra itu lebur begitu aku tiba di ruang divisi pembelanjaan. Galen sama sekali tak tampak murka. Dia berantakan seakan tidak tidur sejak semalam. Pertemuan mata kami yang hanya selama sedetik, membuat langkah kakiku berhenti tanpa sadar.

Jangan goyah, Vanda.

Wajahku berpaling. Berusaha menghindari kontak mata dengan Galen. Sebisa mungkin berusaha agar tak memecah peperangan. Dan seakan tahu apa keinginanku, Galen juga menjauhiku. Sejak aku duduk di kursi kerjaku sampai jam makan siang.

Aku tak menyangka akan semudah ini. Sungguh di luar ekspektasi. Bukan bersedih sih, hanya saja, ternyata lebih gampang melepaskan Galen. Hanya dengan satu buah foto, si Bodoh satu itu bisa dikelabui dengan mudah. Tidak ada Galen yang keras kepala seperti biasanya.

"Nda," Bian yang memanggil begitu Galen keluar lebih dulu untuk makan siang, "pasti ada something happen, 'kan?"

Aku melirik Isa yang sedang sibuk dengan laci meja kerjanya. "Intinya, gue nggak sama Galen," jelasku setelah mengangguki pertanyaan Bian.

Belum juga membahas lebih lanjut apa yang terjadi antara aku dan Galen, satu sosok muncul di ruang divisi pembelanjaan. Memanggilku dengan suara yang sama sekali tak bersahabat. Inez.

"Bisa bicara?" katanya terdengar ketus di ambang pintu.

Aku langsung meninggalkan meja kerja. mengikuti Inez ke tempat paling tersembunyi dari gedung ini. Tangga darurat tempatku sering makan siang bersama Gama.

"Iya?"

Inez tertawa sinis. "Kenapa lo sama Pak Gama bisa pose semesra itu? Kalian yakin adik kakak?" tuntutnya. Tak ada lagi aku kamu yang sopan. Inez mengeluarkan taringnya.

The Fool who Rocked my WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang