XXI

8K 1.8K 68
                                    

Untuk versi lengkap sampai ending (plus ekstra part yang nggak tayang di wattpad) sudah ada di karyakarsa ya.

==

"Nggak mungkin," kataku menatap kosong pada Bian yang seakan ikut merasakan kebingunganku.

"Lo nggak kasih tahu Pak Gama dulu kalau Galen bakal ke ruangannya?"

Bagai disadarkan dengan guyuran air dingin, aku segera menuju meja kerjaku. Mengeluarkan ponsel dari dalam laci dan buru-buru menelepon Gama. aku meyakinkan diri bahwa Galen tak akan membuat keributan di kantor hanya perkara perempuan. Meskipun begitu, aku tetap menelepon Gama. selain untuk memastikan tak ada baku hantam, juga memohon pada Gama agar memilih sisiku.

"Mas Gama," ucapku dengan suara bergetar begitu sambungan telepon terhubung, "aku tahu Mas Gama sayang setengah mati sama adik lelaki Mas tapi kali ini Vanda mohon Mas bilang kalau kita bener-bener pacaran."

"Kenapa mendadak ngomongin Arya?" tanyanya dari seberang.

"Karena orang yang bikin dunia Vanda terguncang itu Galen. Mantan pacar Nita itu Galen. Orang yang pernah aku suka adalah Galen, Mas."

Tak ada suara dari seberang. Sepi. Seakan panggilan teleponku telah diputus sepihak. aku mengintip layar ponsel dan ternyata masih terhubung dengan Gama. "Mas Gama?" panggilku.

"Jadi," ada jeda cukup lama sebelum Gama melanjut kalimatnya, "cowok itu, Arya?"

Aku langsung memegangi ujung meja begitu mendengar Gama mengucap nama biadab itu. Memanggil Galen dengan sebutan yang terasa begitu asing. Arya yang kutahu adalah Arya yang menyebalkan sedangkan Galen sama sekali tak seperti dia.

"Bu..., bukannya sejak beberapa hari lalu Mas Gama tahu siapa mantan Nita?" tanyaku terbata-bata. Suara di ujung tak membalas sehingga aku melanjutkan bicara, "Mas Gama pasang foto kita jadi wallpaper HP. Aku pikir, itu karena Mas tahu kalau cowok itu teman sekerjaku. Kenapa Mas Gama nggak bilang kalau Galen itu Arya?"

"Itu karena...," kata-kata yang penuh penekanan itu tak berlanjut, Gama hanya mengumpat kesal dari seberang, sebelum akhirnya ia mengembuskan napas panjang. "Jadi, cewek yang bikin Arya kalang kabut selama beberapa hari ini, kamu Pan?" ia kembali mengumpat. Entah apa yang salah.

"Mas Gama, please...." Aku memohon sekali lagi. Permohonan agar Gama tak menceritakan apa yang terjadi dalam hidup Galen beberapa hari terakhir ini agar tak membuatku goyah pun pengharapan bahwa Gama akan tetap di sisiku sampai akhir.

Napas Gama terembus kuat. Ada jeda beberapa detik yang terasa begitu lama hingga akhirnya satu kalimat terdengar dari seberang, "Dia di sini," sahut suara dari seberang sebelum panggilan terputus. Membuat jantungku berceceran di lantai.

"How?" tanya Bian memecah keheningan yang cukup lama karena aku hanya menatap kosong pada layar ponsel yang telah mati hampir semenit lalu. Tak mengubah posisi sama sekali seakan nyawaku telah melayang pergi.

"Gue harus susulin Galen." Aku akan beranjak tapi Bian mencegah.

"Pak Gama pasti bisa atasin Galen untuk saat ini. Kita masih di office right now. Gue yakin dia bisa handle Galen."

"Gue masih nggak nyangka kalau Galen itu Arya." Aku bergumam begitu memahami apa yang dijelaskan Bian beberapa detik lalu.

Bian buru-buru menarikku untuk duduk ke salah satu kursi setelah mendengarkan ocehanku yang tidak jelas. Otakku kosong. Sama sekali bingung harus memulai dari mana.

"Kalau gue boleh lancang, what actually happen?"

Aku menjatuhkan muka pada kedua tanganku. Mengingat segalanya saja terasa pedih. Lama aku diam tapi Bian masih sabar berada di sampingku. Rasa penasaran membuatnya tinggal. Ia hanya mendapat cerita yang terpotong-potong.

The Fool who Rocked my WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang