XXVI

11.6K 1.7K 77
                                    

Fyi, bab 33 sampai bab 35 udah ada di karyakarsa bebs. Bagi yang pengen baca duluan bisa ke sana ya.

Selamat membaca.

==

"Selamat malam Ibu Rosalia tercinta," sapaku ramah begitu aku mengangkat telepon dari Mama.

Baru satu minggu berpisah dari Mama dan untuk pertama kalinya aku begitu kangen padanya. Tahu bagaimana rasanya menderita mengurus semua pakaianku, membersihkan kamar sendiri, dan repot memikirkan menu apa yang akan kumakan besok karena restoran pizza sangat jauh.

"Nda," panggilnya seolah tak mendengarkan betapa aku merindukannya. "Microwave yang bagus merek apa sih?"

"Buat apa? Punya Mama rusak?"

"Gama kemarin minta satu buat isi rumahnya."

"Kenapa Mas Gama nggak langsung tanya ke aku kalau gitu? Ribet banget harus lewat Mama."

"Kalau sama kamu, pajak barangnya jadi lebih besar daripada harga aslinya."

Mama sepertinya belum tahu kalau beberapa hari terakhir ini, Gama tak mau berbicara denganku. Mengabaikan semua pesan dan teleponku. Karena dia tak ingin terlibat masalah lagi denganku. Karena dia membela adik kesayangannya.

"Mama mau beliin buat Mas Gama?" tanyaku tak menjawab tuduhannya.

Seharusnya, aku merasakan kesal seperti dulu saat Mama pilih kasih pada Gama. Akan tetapi kali ini ada yang aneh. Aku tak merasakan iri karena Mama lebih pilih kasih pada Gama karena mungkin dia akan membelikan microwave baru untuk Gama.

Aku kenapa begini?

"Gama beli sendiri. Cuman dia minta tolong sama Mama suruh cariin."

"Terus kenapa Mama telepon aku?"

"Kamu cariin buat dia. Ke online shop. Ntar kirim ke rumah."

"Ke rumah Mas Gama? Aku nggak tahu alamat lengkapnya, Ma. Cuman apal jalannya ke sana."

"Ke rumah kita."

Kenapa urusan microwave jadi ribet begini sih?

"Ntar aku cariin," putusku cepat sebelum pembicaraan jadi berputar-putar perkara microwave. "Memang mau buat apa sih microwave di rumah? Udah ada yang masakin buat dia setiap hari ih. Dibuatin bekal tiap hari."

"Siapa? Nita?"

Padahal aku sudah memberi tahu Mama tentang Inez. Kenapa masih saja membahas Nita. "Ma, Nita nggak mau sama Mas Gama," terangku. Belum juga melanjut, Mama sudah menyerobot waktuku untuk menjelaskan.

"Kenapa sih kalian berdua nggak mau sama Gama?"

"Kenapa Mama yang jadi darah tinggi sih? Mas Gama sudah punya pilihan lain. Bukan aku atau Nita tapi Inez. Salah satu marketing di perusahaan. Bahkan pas Mama sama Papa antar aku ke sini, Mas Gama kencan sama Inez. Nonton berdua."

Rentetan informasiku membuat suara di seberang menghilang untuk beberapa saat. "Ah masa?" katanya mengakhiri senyap. Suara Mama terdengar kurang percaya dengan penjelasan panjangku barusan. "Kalo dia pacaran, kenapa mukanya kelihatan sedih? Semingguan ini nggak kelihatan hepi loh, Nda."

Apa mungkin karena pertengkaran Gama dan Galen malam itu?

"Berantem sama adik kesayangannya kali. Omong-omong, Mama pernah ketemu adik dari Mas Gama nggak?" tanyaku tanpa berpikir.

Ada jeda untuk beberapa saat sebelum ia menjawab, "Belum pernah sekalipun sih," jawabnya.

Ada perasaan kecewa aneh yang merambat ke seluruh tubuhku. Aku tak tahu apa yang menyebabkannya tapi rasa-rasanya bukan ini yang ingin kudengar dari Mama.

The Fool who Rocked my WorldWhere stories live. Discover now