Two

60 20 0
                                    

Candor.

Lazimnya, libur semester adalah hal yang paling dinanti oleh ratusan pelajar dari kampus Night Raven College setelah ujian dilaksanakan. Tidak terkecuali si adam bersurai biru yang tengah mencoba menghubungi seseorang untuk malam ini.

Semua orang tahu, jika gadis bersurai cokelat kemerahan dengan panjang mencapai bahu itu adalah miliknya. Hingga Idia memutuskan untuk meminta sesuatu hal dari sang hawa. Dan hal tersebut nyaris membuat pemuda itu kehilangan jiwa yang menyusup keluar lewat mulut. "Be—be-benda apa yang kamu pakai itu!?"

"Iini masker!! Masker dari Schoenheit yang aku coba untuk pakai." Jelasnya, "Ada apa, Idia? Apa yang mengganggumu malam-malam, hm?"

"Yyah...." sahut sosok disebrang sana. Dehem terdengar diiringi dersik angin yang memainkan rincing bel dari kamar Russet, "Ppulang denganku, ya?"

Russet paham bahwa sebelumnya ia tengah mendengarkan musik dengan airpod yang hanya dipasang olehnya pada telinga sebelah kiri. Dan untuk panggilan video kali ini pun, Russet masih memakai benda yang sama pada satu sisi telinganya dan mungkin saja tadi telinganya juga salah mendengar sesuatu.

"... Ada masalah sinyal? Kok aku—"

"Tidak adakurasa."

Tidak etis rasanya melihat wajah malu Idia dengan ia yang masih memakai masker. Jari lentiknya perlahan melepaskan masker dari wajah. Russet kembali berpindah tempat dari sebelumnya ia duduk di tepi jendela, memandang bulan sabit yang menggantung dengan hima tipis melayang di sekitarnya.

Alat bantu penglihatan sudah dipakai, iris sangria sudah sangat jelas melihat kekasihnya yang tersipu hingga harus menutup wajah dengan kedua tangannya,

"Idia?"

"Yya kau tahu... Kita sudah... Sudah tunangan dandan aku hanya ingin kau tinggal sementara bersamaku hingga liburan berakhir. Kedua orang tuaku sudah mengganggapmu sebagai anak juga dan mereka meminta kamu untuk menemaniku. Maaf jika permintaanku telah membuatmu tidak nyaman, aku hanya—"

"Iya."

Segera Russet menghentikan ajun yang Idia jabarkan dengan cepat nyaris menyamai kereta listrik sebab tempo bicara yang tidak beraturan. Pemuda di seberang sana membuka kedua tangan yang menutup wajah, hingga mereka bisa saling melihat walaupun masih dalam panggilan video.

"Aku ikut Idia."

"Mmau?"

"Hmmm...."

Russet menggembungkan sedikit pipi memandang tabletnya dan hal tersebut membuat Idia was-was jika degup jantungnya ikut terdengar. "Idia nyaris tidak pernah meminta sesuatu padaku. Apa aku bisa menolak keinginanmu sejak aku telah menjadi milikmu?"

Keduanya saling terkekeh pelan untuk menanggapi pernyataan yang dikemas rapi seperti sebuah pertanyaan dari satu pihak.

"Terima kasih, maple. Sekarang tidurlah."

"Sama-sama. Bagaimana denganmu?"

"Ohohoho, tidak untuk saat ini. Aku masih harus menyelesaikan beberapa chapter permainan video malam ini."

Russet hanya tertawa pelan menanggapinya. Tidak ada niat darinya untuk mengekang Idia, walau ia tahu dampak buruk daripada keseringan terjaga sejak malam hingga arunika sang fajar mulai nampak. Mungkin lain kali, Idia mau mendengarkannya walau pemuda itu sedikit berdecak nantinya.

"Baik. Selamat malam tuan muda."

"Tunggu, apa—"

Sang hawa kemudian segera memutus panggilan video masuknya secara sepihak sambil terkiki geli. Aaa, mengapa begitu menyenangkan untuk menggoda seseorang yang kita cintai? Begitu monolognya sembari berjalan kembali menuju tempat awal di mana ia memandang bumantara malam dengan galaksi yang tampak begitu jelas.

AutumnWo Geschichten leben. Entdecke jetzt