Three

64 18 2
                                    

Evocative.

"Biasanya apa yang disukai tuan oleh tuan muda?"

Sekiranya, satuan gramatikal tersebut merupakan pertanyaan yang pertama keluar setelah membalas sapaan yang dilontarkan oleh sosok-sosok yang bekerja di dalam kediaman Idia untuk seorang gadis dengan paras anindya-nya yang masih memberikan pandangan keluar jendela besar dalam dapur.

Tentu, gadis itu sudah pernah menginjakkan kaki ke dalam pondok kekasihnya sebelum ini.

Begitu sepi; hening walau baskara sudah menabur pesona lewat sinarnya yang menyilaukan. Tanpa tetangga, mansion berdiri dengan banyak paviliun yang berada dibalik pagar besar yang menjadi pembatas. Dibangun jauh dari hiruk pikuk perkotaan dan jujur keheningan ini membuat Russet nyaman.

Malamnya dihabiskan dengan bersenda gurau di bawah indurasmi yang cerah di atas ayunan yang ada di dekat salah satu mansion. Berdua, hanya berdua. Sesekali iris sangria memerhatikan Idia dalam-dalam, dan tentu Russet bangga akan seleranya. Hingga kedua kelopak mata tidak lagi mampu menahan keinginan untuk terpejam, dan mengatakan bahwa ia ingin tidur.

Pemuda biru itu sendiri telah menawarkan ketersediaan gadisnya untuk tidur di kamarnya, toh menurut Idia, kamarnya juga telah menjadi kamar kekasihnya. Namun, Russet masih belum bisa melakukan hal tersebut walau kedua insan yang berbunga itu sudah mengikat sebuah janji dan sejatinya hal tersebut adalah hal lumrah bagi dua orang muda mudi yang sudah bertunangan dan berbagi rasa dalam asmaraloka.

Seperti kata sang pujaan hati, 'orang tuaku ingin kamu menemaniku' dan dari pengakuan yang didengar oleh sang hawa, sang adam mengatakan bahwa kedua orang tuanya adalah kedua pasang manusia yang sibuk dan nyaris jarang menginjakkan kaki dalam kediamannya sendiri.

Di saat yang sama, Idia juga menceritakan bahwa ia mempunyai sosok adik yang telah menjadi teman untuknya. Semua baik-baik saja, mereka hidup sebagai sesosok kakak-adik yang normal pada umumnya. Saling tertawa dan bermain hingga sang adik menginjak usia lima tahun kala itu, dan Idia merasa takdir tidak lagi berpihak padanya dalam segala hal. Adiknya tidak bisa lagi menemani hari-harinya. Tiada lagi teman dalam hidupnya.

Ada sebuah rasa empati dalam hati kecil sang gadis saat mendengar banyak cerita yang keluar dari bibir si biru. Namun bukan sekedar empati, gadis itu mencoba menjadi pendengar dan teman yang baik untuk Idia saat itu. Hingga cerita berlanjut, dan Idia mendengar sebuah cerita abu-abu dari gadis yang selalu menegurnya dengan tawa yang ramah.

Kedua orang tua gadis itu telah berpisah sejak ia duduk di kursi sekolah menengah pertama. Ada perasaan yang tidak biasa bersarang dalam sudut hatinya saat ia mendengar cerita itu. Russet tidak lagi memiliki keluarga yang utuh.

Idia memahami Russet dan berlaku sebaliknya.

Mulanya, mereka hanya dua sosok pelajar asing berbeda gender yang dipertemukan dalam rapat kepala asrama pada Kamis petang. Kepribadian Russet yang hangat ternyata mampu dirasakan oleh Idia walau hanya sekedar saling tegur sapa.

Dan jika kalian bertanya, apakah Idia menggubris sapaan gadis itu pada awalnya.

Jawabnya, tidak.

Idia sama sekali tidak pernah menggubrisnya. Pemuda itu beranggapan bahwa semua makhluk hidup yang bersekolah dalam kampus Night Raven College adalah makhluk yang memiliki sikap yang sama. Tidak ada yang benar-benar baik.

Namun, dalam sudut hati sang pemuda, ia penasaran dengan satu-satunya kepala asrama perempuan saat itu yang kerap kali menegurnya dan mengucap selamat pagi atau petang sesuai dengan ketinggian baskara dan campur tangan daripada sang takdir yang membuat mereka kembali bersua.

AutumnWhere stories live. Discover now