Ten

77 16 12
                                    

Euphoria.

"Tunggu—apa maksud ini semua!?" Idia bertanya gugup dengan pupil mata yang memancarkan sebuah kekhawatiran luar biasa yang menggebu dalam sukma.

"Lho, aku belum ngapa-ngapain, ya—" Tukas Russet.

Makna belum dari frasa yang Russet ucapkan, membuat Idia harus memupuk rasa ketidak percayaan diri yang lebih hebat dari sebelumnya. Apa lagi yang akan gadis ini lakukan? Demikian batinnya menjerit bertanya-tanya,

"Bukan itu maksudku!" si biru menyangkal. Ia kemudian menunjuk sebuah benda yang dipegang oleh kekasihnya dengan sedikit rasa kampa pada sekujur tubuhnya, "Ka—kamu besok... maksudku—kamu besok salah satu yang bertugas sebagai... Sie dokumentasi?"

"Oh!" Russet berucap. "Iya betul!!"

Demi bintang yang menerangi jalan para pengelana di luar sana, demi buana yang akan terus berputar, hancur sudah Idia.

Dalam dersik yang menerbangkan daun, di bawah bumantara kelabu dengan payoda tipis yang mengirimkan ambu yang begitu menenangkan dari air hujan bertemu tanah, amber Idia melempar pandangan tajam ke arah Jamil yang cengegesan diikuti bunyi gemuruh, pas sekali timingnya, bukan?

"Kamu..." Idia menunjuk, tepat pada mata onyx seorang Jamil. "Kamu 'kan ketua BEM."

"Y—ya maap bang," mohon si pemuda berkulit eksotis itu yang telah mengisi jabatan yang sebelumnya diketuai oleh seorang Cater Diamond. "Kak Russet itu panitia—"

"Dan kalian menuruti keinginan orang tua itu?" dengan wajah 'hidup segan mati pun tak mau', Idia segera memotong perkataan Jamil dan menunjuk-nunjuk Russet yang tampak berjalan ke sana kemari untuk mengabadikan sesuatu dari benda yang dikalunginya.

"Hehe—"

"Seingatku, kamu belum bisa menggunakan kamera!" Idia sedikit berteriak, membuat si pujaan hatinya menoleh dengan wajah penuh rasa bangga.

"SKS dengan Hunt." Timpal gadisnya.

Kedua tangan Idia menyisir surainya sendiri dengan kasar yang sedikit menutup wajahnya. "Oh astaga... Lusa besok, nyawaku keluar lewat mulut."

"Satuan Kredit Semester?"suara Jamil tipis, tetapi masih terjangkau oleh pendengaran si biru.

Idia memberikan atensi pada juniornya dengan dengusan napas yang terdengar kasar. Semua air mukanya menyatakan bagaimana perasaan yang tengah hadir dalam raga si biru, Idia menggeleng sebelum menanggapi Jamil. "Sistem Kebut Semalam."

"Hah?"

Jamil tertawa hebat, sedangkan Idia hanya memijat kening tanda pening.

"Ya, sudah, lah, bang, terima saja." Ucap sang ketua BEM untuk menyakinkan senior birunya. "Aku undur diri, ya? Hati-hati, besok ada paparazi. Haha. Semangat!!"

Idia bisa saja menghantam kepala juniornya dengan batu terdekat yang ia temukan. Namun, seperti yang diharapkan dari ekskul olahraga, Jamil memiliki reflek yang cukup baik hingga benda tumpul yang dilayangkan oleh seniornya tidak mampu menjangkau kepala hitam seorang Jamil Viper.

Ketika pemuda berkulit eksotis itu tidak lagi nampak presensinya oleh Idia, ia segera menarik paksa seorang gadis yang masih sempat memotret hutan-hutan di dekat kampus, padahal Idia yakin jika gadisnya juga merasakan angin dingin yang sudah berhembus cukup kuat dengan langit yang menghitam dan rinai yang benar-benar hendak mengguyur sore di Night Raven College.

"Masuk gedung, memangnya kamu mau demam?"

"Tapi belikan aku buah potong di kafetaria dulu, ya?"

"Mangga?"

AutumnWhere stories live. Discover now