Twelve

65 16 9
                                    

Ethereal.

Terhitung masih banyak mahasiswa yang wara wiri dalam kafetaria. Namun, frasa ramai bukanlah penggambaran yang tepat untuk saat ini. Pada salah satu kursi meja panjang dalam pojok kafetaria, terdapat tiga orang pelajar tingkat akhir yang masih menikmati waktu kosongnya untuk berdialog tentang berbagai macam hal. Terutama tentang Malleus yang menyadari adanya sebuah pakaian yang berada di atas pangkuan Russet.

Russet membeberkan sebuah cerita bahwa Idia agak kurang percaya diri untuk tampil lebih formal hari ini. Walau seorang bangsawan yang mempunyai sebuah kewenangan dalam kampus sekalipun, Russet harus tetap memaksa Idia mengenakan almamaternya ketimbang jersey yang biasa dikenakan Idia untuk hari ini saja.

Akara akan Idia yang sedikit mengomel dan Russet yang agak kesal sebab Idia susah untuk dibujuk pada pagi hari tadi, tidak membuat wanita itu mengabaikan Idia begitu saja. Russet tetap menunggu, dan berharap agar semua akan berjalan lancar untuk kekasihnya yang tengah menjalani sebuah tuntutan akhir daripada kehidupan kampus.

"Itu sebabnya kamu di sini? Untuk memberikan Shroud sebuah dukungan?" tanya Malleus, sembari menyuap potongan buah naga yang berada di sisinya.

"Bicara apa kamu, Malleus?" bantah Vil. Pemuda tinggi dengan paras cantik tersebut kini sibuk mengupas buah mangga dengan menggunakan pisau buah yang dipinjamnya dari kedai buah potong dalam kafetaria, "Idia benar-benar tidak membutuhkan dukungan apapun dari Hellera."

"Tunggu, Schoenheit. Apa maksudmu?" tanggap Malleus dengan raut wajah bingung,

Sedangkan Russet yang paham maksud dari Vil hanya memamerkan deretan gigi putihnya,

"Idia memang tidak membutuhkan dukungan apa pun. Sebab tanpa diminta, Hellera selalu berada dalam hati dan pikiran anak biru itu."

Mendengar pemaparan Vil yang cukup jelas, membuat kedua alis Malleus menukik sendu. Sebagai calon penerus takhta Valley of Thornes, Malleus masih memiliki sikap naif yang kekanakan. Pemuda itu pun ingin menjadi pribadi yang lebih baik untuk pasangannya nanti,

"Begitu...?"

Tidak ada rona pada kedua belah pipi Russet. Melainkan hanya sebuah senyum lebar yang terbentuk. Dalam embusan anila di bawah bumantara yang begitu cerah, Russet yakin bahwa semua akan baik-baik saja. Biarlah Idia merajuk ketimbang mendapat penilaian negatif akan pembawaannya pada hari ini. Dan Russet tidak mengingkan hal itu terjadi pada kekasihnya.

"Weh, ada kecombrang. Apa kabar?"

Seorang pangeran menyapa dengan suara berat. Russet yang mendegar hal yang tertuju untuknya langsung berdiri dari tempatnya dan sedikit menundukkan kepala daripada kedua iris hijau yang memandangnya.

"Kabar baik, Kingscholar. Lama tidak berjumpa."

Leona mendecak, "Sudah kukatakan tidak perlu seformal itu."

Russet kembali mendudukan diri diikuti senyum yang mengembang,

"Percuma," Ketus Vil, "Dia sama Malleus aja begitu."

"Padahal sudah kubilang tidak perlu." Malleus membenarkan,

"Anggap saja kalau aku tidak ingin mempermalukan Idia."

"Ngaco," Sangkal sang pangeran yang kini ikut mendudukkan diri di sisi Russet, "Apa kurangnya dari wanita sepertimu."

Leona menghardik, yang dihardik tertawa kecil.

"Apaan, sih, ini? Rujak?" ia bertanya sekali lagi,

"Iye," timpal Vil, "Ambil ambil."

"Cih, herbivor." Leona mendecak tak ketinggalan sambil menyuap potongan buah bengkuang,

AutumnWhere stories live. Discover now