Eleven

72 16 10
                                    

Mellifluous.

Tidak seperti kebanyakan wanita di luar, Russet nyaris tak pernah bersolek. Jangankan untuk bersolek, memakai bedak saja malas. Namun, Idia mengetahui sebuah fakta kalau Russet sangat menjaga kulitnya. Entah itu tubuh atau wajah, Idia tahu jika Russet memiliki rutinitas perawatan kulit untuk wajah dan tubuhnya. Tidak banyak memang, ia juga tahu kalau gadisnya memiliki kulit sensitif yang tidak bisa sembarangan memakai produk kecantikan.

Hanya toner untuk wajah saat malam, dan terakhir adalah minyak zaitun yang dioles tipis sebelum tidur. Dan terakhir kali saat telinga Idia menangkap pertanyaan perawatan untuk kulit sensitif pada Vil, Russet menanyakannya sebab kulitnya terasa begitu kering saat itu.

Sebenarnya, sudut hati Idia merasa kesal saat ini. Kedua netra emasnya hanya menonton sebuah opera yang dilakukan oleh klub teater Vil dan klub paduan suara kekasihnya. Dan hal yang membuat Idia merasa jengkel adalah, Russet dirias, namun bukan untuk dirinya seorang. Melainkan untuk para mata yang menonton opera dengan tajuk Oblivious saat ini.

Tidak tidak, Idia sudah pernah melihat penampakan Russet ketika dirias, dan hal tersebut terjadi ketika mereka bertunangan. Saat itu, Idia terdiam dan terpaku akan sebuah mahakarya yang terpahat dan berdiri di sisinya, seorang kenya dengan kirana yang begitu memesona di bawah indurasmi yang terus mengembangkan senyum ramah untuk para tamu yang datang.

Namun, apa namanya? Idia tidak pernah tahu bagaimana mendeskripsikan apa yang dilihatnya saat itu. Dan mungkin, hingga saat ini.

"Kenapa, sih? Gelisah sekali." Sosok yang duduk si bangku penonton di sebelahnya mulai menyadari tindak tanduk yang datang darinya,

Sambil menggigit jari telunjuk, tetapi, iris kecoklatan yang tengah bernyanyi di sana memberikan tatapan tajam untuknya sepersekian detik dan membuat Idia kembali menurunkan tangannya. Russet kurang menyukai kebiasaan Idia tentang gigit jari itu.

"Aku hanya tidak suka jika kecantikannya dilihat oleh orang lain selain aku." Ia bergumam,

"Hah?"

"Eh?" Idia sadar jika omelan kecilnya tidak melewati gendang telinga Azul, "Tidak. Lupakan saja."

Dongkol memang, tetapi, Idia tidak lupa merekam semuanya dari awal hingga akhir. Walau melakukan hal tersebut tidak dibenarkan oleh pihak kampus, namun Idia selalu memiliki caranya sendiri untuk melakukan hal yang ingin ia lakukan. Suara gadisnya sedikit demi sedikit membuat pikiran negatip yang mengitari kepalanya, perlahan menguap dan menghilang.

"Kukira, senior tak memberikan kakak izin?"

"Awalnya begitu memang," Idia menjawab ragu, "Namun, aku melakukan kesalahan bodoh."

Azul menoleh, memberikan tatapan horor terbaiknya untuk senior yang tanpa ia sangka mengikuti bait lagu tanpa suara,

"Kamu membentaknya, ya?"

Idia menggeleng, menandakan tuduhan yang dilayangkan oleh Azul adalah kesalahan, "Lebih daripada itu," Sesalnya, "Dan hal ini tentu tidak cukup sebagai permintaan maaf dariku untuknya,"

Azul memilih bergeming saat ia tahu bahwa seniornya masih ingin menyambung perkataan yang sempat digantung,

"Ada banyak.... Ada banyak permintaan maaf. Ada banyak ucapan terima kasih untuknya. Dan gadis itu selalu memaafkanku dengan sebuah sentuhan yang kudambakan. Aku tidak menolaknya, namun bukan itu yang aku inginkan, aku ingin tahu, bagaimana caraku untuk membalas semua perasaanya padaku."

"Oh. Kalau bicaranya lancar, berarti ini permasalahan pelik, ya?

Idia menoleh memberikan tatapan menyerong dengan cekung amber yang berkilat bagai kucing liar di malam hari dan seketika Azul mengangkat tangan defensif setengah tertawa,

AutumnWhere stories live. Discover now