AVENGEMENT - 15

6.7K 629 24
                                    


Khansa duduk di tempat tidurnya dengan sorot mata yang kosong dan hampa.

Dia tahu bahwa mama adalah wanita yang sangat kejam. Namun dia tidak menyangka bahwa ibu dari suaminya itu benar-benar membuktikan kata-katanya tentang dia yang akan mencarikan perempuan lain untuk sang putra. Yah, walaupun motifnya belum tentu itu, tapi dilihat dari senyum sadisnya tadi, Khansa yakin arahnya pasti akan ke sana. Rasa sesak pun mulai menguasai dada Khansa.

Apakah harus secepat ini? apakah ini adalah akhir dari pernikahannya dengan Jerome? Padahal mereka sudah mulai saling terbuka, sudah mulai saling mengerti dan saling mengisi rasa di hati masing-masing untuk mencoba menjalani pernikahan ini.

Dan kenapa harus hari ini? kenapa harus hari ini Khansa bertemu dengan tamu tak terduga seperti si Chyntia itu? kenapa harus disaat dia dan Jerome sedang merasa canggung seperti ini? Khansa benar-benar kesal. Saking kesalnya, tanpa ia sadari setitik air mata mulai jatuh menuruni pipinya satu-persatu. Dadanya terasa semakin sesak. Khansa ingin menghilang saja rasanya.

Jerome memasuki kamar tidur mereka 5 menit setelah dia dipaksa sang mama untuk berkenalan dulu dengan Chyntia. Untungnya Jerome bisa dengan mudah berkelit sehingga dia tidak perlu menghabiskan waktu lama-lama bersama anak dari teman mamanya itu. Dan melihat Khansa yang sedang menangis dalam diam di pinggir tempat tidur mereka, mau tak mau Jerome pun harus menekan ego nya sendiri untuk menjaga jarak dari sang istri karena obrolan canggung mereka di mobil tadi.

Sebagai suami, dia harus lebih mengerti perasaan Khansa yang mungkin adalah orang yang paling kaget dengan kehadiran Chyntia di rumah orang tuanya ini. Jerome berlutut di depan Khansa, meraih satu tangan istrinya itu dan menggenggamnya erat-erat.

"Kenapa nangis, hm?"

Khansa menggeleng, namun isakkannya yang mulai keluar langsung membuat Jerome paham. Wanitanya ini ketakutan. Itu semua jelas dari tangisan serta getaran yang terjadi pada kedua tangan serta bahunya. Jerome menghela nafas lalu kemudian dia meraih Khansa dalam dekapannya. Dia bukanlah orang yang pandai menghibur dengan kata-kata jadi bahasa tubuh adalah tindakan yang jauh lebih baik.

"Scared?" tanya Jerome setelah dia membiarkan Khansa membahasahi kemejanya dengan air matanya. Perempuan itu masih memeluknya dengan begitu erat seolah-olah dia bisa saja hilang dalam sekejap jika rengkuhan mereka terlepas. "Kei, i'm here. Calm down."

Tangis Khansa mulai berangsur-angsur reda, hanya tersisa isakkan dan deru nafasnya yang sedikit memburu. Ketakutannya terasa begitu nyata sehingga Jerome khawatir kondisi mental istrinya itu akan terganggu nanti. Dalam hati dia berusaha mati-matian untuk menahan dirinya agar tidak mengutuk perbuatan sang ibu yang telah membuat Khansa bereaksi seperti ini.

"Udah tenang? Kita mandi terus langsung tidur ya?" Jerome mengusap-usap punggung Khansa lembut.

Khansa menggelengkan kepalanya dan kembali mengeratkan pelukkannya tanpa ada niatan sedikitpun untuk berbicara.

"Gue nggak akan kemana-mana," bujuk Jerome lagi. "Kita mandi dulu baru abis itu tidur, dan gue akan selalu ada di deket lo. Gue janji."

Jerome menunggu jawaban Khansa yang nampaknya sedang mempertimbangkan bujukannya. Dan akhirnya Khansa setuju dengan satu anggukkan dari kepalanya. Jerome tersenyum dan berniat untuk melepaskan rangkulan Khansa dari lehernya, tapi perempuan itu langsung menolak. Dia justru malah memeluknya semakin erat dan menyembunyikan wajahnya di bahu Jerome yang lebar.

"Kei?" Jerome memanggil Khansa lagi dengan nada yang jauh lebih lembut.

"Sebentar lagi, 5 menit lagi ya? boleh kan?" pinta Khansa dengan suara serak menahan tangis.

AVENGEMENT ( ✔ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang