AVENGEMENT - 20

7.3K 637 29
                                    



Jerome duduk di pinggir tempat tidur dengan mata yang terarah pada dinding kamarnya lurus-lurus. Sorot matanya terlihat begitu hampa dan pikirannya pun terasa begitu gundah dan kalut. Sikapnya yang aneh dan tak biasa itu pun mau tak mau langsung menarik perhatian Khansa yang baru saja keluar dari kamar mandi setelah selesai membersihkan diri. Selama beberapa saat dia hanya berdiri di dekat pintu dengan handuk yang tersampir di bahunya, sementara matanya terus menelusuri figur tampan Jerome yang masih tenggelam dalam dunianya sendiri, berusaha mencari tahu apa yang membuat suaminya itu nampak begitu gelisah.

Mungkin ini ada hubungannya dengan rekonsiliasi yang terjadi antara Jerome dan papanya. Khansa tahu bahwa mereka sudah berbaikkan beberapa hari yang lalu dan keduanya pun sudah mulai berinteraksi lagi di rumah walaupun masih agak sedikit canggung. Jerome bahkan sudah mau diajak pergi main tenis atau badminton oleh sang papa dan hal ini benar-benar berhasil membuat mama dan Laura semakin kesal.

"Hei, kenapa?" Khansa duduk di sebelah Jerome dan meletakkan dagu nya di bahu lebar Jerome. "Lagi mikirin apa sih?"

"Banyak," Jerome tersenyum tipis seraya menundukkan kepalanya. "Ada banyak hal yang lagi aku pikirin dan juga harus aku selesain, tapi aku nggak tau mau mulai darimana."

"Kamu udah mulai dari salah satunya yang menurutku lumayan berat," Khansa mengangkat kepalanya dari bahu Jerome seraya merapikan rambut hitamnya yang sedikit berantakan. "Baikan sama papa kamu setelah mendendam bertahun-tahun pasti hal yang sulit banget buat kamu kan? but you did it. You did it successfully."

Jerome tersenyum lagi dengan kepala terangguk tanda setuju. Berbaikan dengan ayahnya setelah lebih dari 10 tahun menyimpan dendam adalah hal tersulit yang akhirnya bisa ia lakukan. Namun permintaan khusus sang papa pasca berdamai benar-benar berhasil mengusik pikiran Jerome. Permintaan itu mungkin akan terdengar sangat mudah dan menyenangkan untuk orang lain, tapi tidak untuknya.

"Kei," panggil Jerome lagi setelah keduanya sama-sama diam selama beberapa detik. "Pas kemarin aku makan siang bareng sama papa, dia minta sesuatu yang bikin aku bingung."

"Minta apa?"

"Papa minta aku buat gantiin dia ngelola perusahaannya."

Khansa terdiam sejenak. Pantas saja Jerome merasa sangat gelisah dan terus uring-uringan sepanjang waktu sejak kemarin malam, ternyata papanya meminta suatu hal yang menurutnya sangat sulit dan berat meskipun di mata orang lain hal itu mungkin terlihat sangat wajar. Seorang ayah yang telah merintis sebuah perusahaan dari nol hingga besar seperti sekarang dan ingin anaknya yang meneruskan adalah hal yang sangat wajar dan biasa terjadi bukan? Tapi bagi Jerome hal itu sangat memuakan. Kalau saja saat ini dia masih membenci papanya, mungkin dia bisa dengan mudah mengatakan 'tidak', tapi setelah berbaikan dan melihat kondisi fisik papanya yang meskipun masih sehat, namun keriput di wajah serta rambutnya yang sudah mulai memutih sama sekali tidak menyamarkan kenyataan bahwa pria itu sudah menua.

"Biasanya aku bisa nolak, tapi setelah baikan dan ngobrol banyak sama dia, nggak tau kenapa kata-kata penolakan nggak bisa keluar dari mulut aku kemarin. Aku bingung."

"Kamu nggak mau mimpin perusahaan itu?" tanya Khansa hati-hati.

"Sejujurnya sih nggak," Jerome menoleh ke arah Khansa yang masih tetap terlihat tenang. "Dulu papa emang sering bilang kalau dia pengen salah satu dari anaknya ada yang mimpin perusahaan. Kak Tiara nolak karena dia lebih suka berkecimpung di dunia hukum dan sastra, Laura nggak minat sama dunia bisnis dan lebih suka sama dunia seni, dan aku... yah... cuma aku yang terjun ke dunia bisnis jadi otomatis papa menaruh harapannya ke aku. Tapi semenjak kejadian perselingkuhan itu aku berniat untuk berdiri di kaki aku sendiri, aku nggak mau mimpin perusahaan papa dan lebih milih kerja di perusahaan orang lain karena aku masih punya harga diri."

AVENGEMENT ( ✔ )Where stories live. Discover now