(extra) ²² - lembar ketiga

762 82 44
                                    

jadi, sampai juga kita akhirnya di chapter ini. setelah seratus tahun........  selamat membaca :'D

***

penyesalan selalu datang di akhir.

haruto menyayangi jeongwoo sebagaimana pasangan dalam film romantis yang pernah mereka nonton bersama, keinginan untuk memiliki tumbuh dan berkembang jauh menjadi suatu keegoisan tersendiri.

haruto seakan lupa segalanya sewaktu jeongwoo mengakui perasaannya, menguak kegelisahan yang telah melanda menyita perhatian. dia kehilangan kontrol manakala jeongwoo mengakui kebingungannya. dengan pikiran yang setengah waras mengatakan hal besar sekaligus melakukan tindakan impulsif yang kemudian ia sesali.

mencium jeongwoo ialah suatu hal, sebuah hal manis kecil yang terlalu besar hanya untuk dirasakan sekali-dua kali. berciuman dengan jeongwoo mungkin membawa kembang api di seluruh tubuhnya namun haruto tak bisa berhenti berpikir bahwa keberanian yang dia lakukan kali ini telah melampaui batasan.

semenyenangkan apapun perasaan berciuman itu, ketakutan akan kehilangan jeongwoo terlalu mengerikan.

ia memang tak ingin menyesali perasaannya, sama sekali tidak, tetapi bayangan tidak memiliki jeongwoo lagi di sisinya sangat menyeramkan.

lebih baik melanjutkan dengan kenyataan pahit dimana jeongwoo sebagai seorang sahabat daripada harus kehilangan laki-laki tersebut karena perasaan sayangnya.

demikian, haruto telah membulatkan tekad. esok, dia akan mengajak jeongwoo untuk berbicara: menyuruhnya untuk melupakan tindakan bodohnya, ciuman itu, segala sesuatu tentang kemarin. hanya lupakan dan bertindak seolah-olah tidak terjadi apapun. itulah rencananya, tetapi kenyataan berlaku lebih cepatㅡkeesokan harinya, dia malah mendapat bahu dingin dari jeongwoo.

menyedihkan ketika kontak mata apalagi fisik segalanya dihindari secara sengaja. semakin buruk ketika kau tahu bahwa dalang dari ini semua adalah dirimu sendiri.

haruto menduga kuat ini dipicu oleh pembicaraan antara jeongwoo dan jaeyun sesaat setelah sahabat jeongwoo tersebut memergoki dia dan jeongwoo berciuman.

dia melewatkan kemungkinan bahwa alasan dibalik tingkah lakunya jeongwoo ini mungkin karena pengakuan beserta tindakan implusif yang dia lakukan.

haruto tak pernah tahu apa yang sepasang sahabat itu bicarakan. beberapa kali dia menerka-nerka, tapi itu selalu berujung buntu. maksudnya, pembicaraan apa yang membuat dia dan jeongwoo sampai menjadi seperti orang asing?

awal mulanya, haruto memilih tidak mempermasalahkan perihal jeongwoo yang membuat jarak. ada sebersit rasa tak nyaman namun dikesampingkan mempertimbangkan bahwa jeongwoo mungkin membutuhkan waktu untuk memproses keadaan.

filsuf mengatakan manusia adalah makhluk yang paling mudah beradaptasi.

jadi pelan-pelan haruto membiasakan diri dengan situasi yang berlangsung. ya walaupun suka kepikiran juga waktu malam-malam menjelang tidur.

gimana ya menjabarkannya, daripada marah, kecewa atau segala emosi negatif lainnya, haruto ini simpelnya cuma sedang kangen berat sama cowok yang statusnya sahabatㅡtapi kini dia nggak tau lagi nyebutnya gimana.

rasanya tiap kali lihat jeongwoo dari ujung koridor, atau pas lagi di kelas, bawaannya haruto pengen hampiri.

begini, dia ini sudah terlanjur terbiasa dengan jeongwoo di sekelilingnya. tiba-tiba cowok itu membuat jarak begini rasanya asing, nggak nyaman banget.

sebenarnya ya, andaikata haruto tahu dari sisi jeongwoo sendiri, bukannya cowok itu kepalang marah hingga abaikan ia. jeongwoo ini cuma kaget.

bayangin coba, orang kayak dia yang seumur hidup menjalani hari-hari dengan pengetahuan bahwa dia straight mendadak mulai bertingkah kompleks dan subjeknya adalah si kawannya sendiri. variabel-variabel yang menimpa terlalu runyam untuk jeongwoo uraikan seorang diri, sementara itu rasanya pun sukar untuk libatkan orang lain, setidaknya dengan adanya benteng bernama ketakutan yang terlalu besar.

🎉 Kamu telah selesai membaca ❲✓❳ 𝐀𝐍𝐓𝐈-𝐑𝐎𝐌𝐀𝐍𝐓𝐈𝐂 ; 𝐇𝐀𝐉𝐄𝐎𝐍𝐆𝐖𝐎𝐎 🎉
❲✓❳ 𝐀𝐍𝐓𝐈-𝐑𝐎𝐌𝐀𝐍𝐓𝐈𝐂 ; 𝐇𝐀𝐉𝐄𝐎𝐍𝐆𝐖𝐎𝐎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang