| Part 6 | Kemurkaan Kevan

79.9K 7.4K 324
                                    

Hai lov ketemu lagi. Oh iya mau kasih tahu 'lov' itu panggilan untuk pembaca cerita ini😁

🚫Mengandung kata-kata kasar🚫

|🌹HAPPY READING 🌹|
.
.


Jam istirahat Nara beranjak pergi ke toilet. Kepalanya pusing dan beberapa kali dia ingin mual. Rencananya setelah ini ia akan menemui Kevan di rooftop. Tak peduli akan bagaimana respon cowok itu nanti. Ada sedikit rasa kesal kenapa Genan tadi pagi menolongnya, kalau saja tidak, mungkin sekarang dia sudah terbujur kaku tak bernyawa.

"Aish, males banget harus ketemu tuh cowok. Tapi gue harus gimana dong?" monolognya menatap pantulan dirinya di cermin.

"Ck ck ck, saudara tiri gue yang malang," sahut seorang gadis yang baru saja keluar dari bilik toilet.

"Kenapa sih lo selalu ngurusin hidup gue. Gue tahu, lo kan yang ngasih testpack itu ke Ayah? Puas lo karena berhasil nyingkirin gue?" kesal Nara.

"Bukannya lo harusnya seneng ya, Ra, bisa keluar dari rumah yang lo sebut neraka itu. Gue baik, 'kan?" Felly merapikan helai rambutnya di depan cermin toilet.

"Dunia luar lebih kejam dari rumah." Nara menyahut tanpa mengalihkan pandangan.

Meskipun Nara menganggap rumah adalah neraka, tapi setidaknya ada Bunda yang menyayanginya dan selalu ada untuknya. Sementara kalau dia menikah dan tinggal bersama Kevan, siapa nanti yang akan memberi pelukan hangat, yang selalu memberinya kata semangat, yang selalu menghantarkan makanan ke kamarnya. Tak ada. Nara akan lebih menderita nantinya.

Nara menatap gadis di sampingnya. "Lo tahu siapa cowok brengsek yang hamilin gue? Dia ... crush lo. Yang melakukan hal menjijikkan itu ke gue adalah cowok yang lo suka!"

"Ma-maksud lo-"

"Kevan. Dia ayah dari anak yang gue kandung."

Felly membekap mulutnya sangking tak percaya dengan apa yang baru saja diungkapkan Nara.

"Kaget? Seharusnya lo diem aja saat tahu gue nyimpen testpack saat itu. Karena hari itu juga gue udah mutusin untuk gugurin janin ini. Tapi apa? Lo malah bilang ke ayah. Dan ayah minta cowok itu untuk tanggungjawab, dengan kata lain Kevan harus nikah sama gue. Lo-"

Plak!

"Jalang lo, Nara!"

Nara tertawa hambar saat Felly menamparnya. Entah sudah berapa kali dia mendapat tamparan setiap harinya. Tak apa, Nara sudah terbiasa dengan rasa sakitnya. Hatinya tentu terasa sakit saat Felly menyebutnya 'jalang'. Kenapa mereka selalu menghinanya dengan sebutan itu tanpa tahu hal yang terjadi sebenarnya? Nara tak meminta hal itu terjadi. Ingat, dia korban di sini.

"Asal lo tahu, gue korban di sini."

"Gue nggak peduli. Dasar jalang lo! Murahan! Inget ucapan gue baik-baik, gue nggak akan biarin lo nikah sama Kevan. Kevan cuma milik gue!" sungut Felly.

"Bagus, deh. Gue juga nggak sudi nikah sama tuh cowok."

Gadis itu menatap datar Felly yang perlahan pergi dengan perasaan dongkol. Setelah benar-benar pergi, Nara memandang pantulan dirinya di cermin. Mengusap pipinya akibat tamparan yang masih memerah di sana. Memikirkan nasibnya membuat Nara muak dengan hidupnya.

Nara tertawa hambar, lalu ... menangis.

"Kenapa nangis, sih! Jangan lemah, Nara." Gadis itu berbincang pada dirinya sendiri seraya mengusap air matanya kasar.

Silence Of Tears (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang