[ Part 10 ] Pengungkapan Nara

67.3K 6.2K 842
                                    

Part ini agak panjang ya. Bacanya pelan-pelan aja biar nggak ada yang ke-skip.

Jangan lupa voment ya lov <3

🚫Mengandung kata-kata kasar🚫

|🌹HAPPY READING🌹|

.
.

Hening. Suasana itu yang menguasai diantara dua insan yang sama-sama tak membuka suara. Saat ini keduanya tengah berada di dalam mobil menuju ke rumah Nara. Genan hanya fokus menyetir. Sementara Nara sedari tadi memandang keluar jendela.

"Lo yang nolong gue?" Gadis itu membuka suara.

"Kapan?" tanya Genan datar. Entah sadar atau tidak mengapa Genan bertanya 'kapan' padahal sudah jelas ia pernah menolong gadis itu lebih dari satu kali.

"Pas di rooftop. Siapa yang bawa gue ke UKS? Lo?"

"Bukan gue," katanya jujur. "Males gue berurusan sama lo lagi. Bahkan kita baru kenal."

"Salah lo sendiri. Siapa suruh lo nolongin gue pas gue mau bunuh diri," sahutnya.

"Terus gue kudu nontonin lo gitu? Atau perlu gue rekam pas lo mau bundir, biar viral."

Nara tak menghiraukan. Hanya helaan napas yang keluar. Beberapa detik dia hanya melamun, memandang lurus ke depan dengan pikiran berkelana. Lalu ia menoleh ke samping, atensinya jatuh pada pergelangan tangan Genan. Terdapat semacam tato burung gagak di bagian nadinya.

Nara mengerjap pelan, lalu mengalihkan atensinya ke depan lagi.

"Belok kiri," tunjuk Nara. Genan pun memutar stirnya ke kiri.

Selang beberapa saat mereka tak bersuara lagi. Hanya fokus pada pikiran masing-masing. Dan sampailah Genan menghentikan kendarannya di depan sebuah rumah berwarna dominan putih dengan gerbang menjulang tinggi. Terkesan mewah dan elegan.

"Ini rumah lo?" tanya Genan pada Nara yang bersiap turun.

Nara tak menjawab, tapi langsung membuka pintu mobil dan keluar. Hal itu sontak membuat Genan kesal. "Bilang makasih 'kek!" sungutnya.

Nara sekilas mendengar kekesalan Genan. Tapi ia acuh tak acuh dan tetap melanjutkan langkahnya pelan. Namun, kakinya berhenti mengayun saat ia mendapati mobil sang Ayah yang baru saja datang dari arah berlawanan. Gadis itu melirik jam tangannya. Menunjukkan pukul tiga sore. Sedangkan biasanya Liam pulang malam hari atau bahkan larut malam. Mungkin saja Liam pulang lebih awal karena ada berkas yang tertinggal.

Matanya bertubrukan dengan iris tajam milik sang Ayah. Liam menghampirinya dengan langkah tegap. "Kenapa baru pulang jam segini hah!? Kata gurumu, kamu sakit. Ternyata itu cuma alibi doang supaya kamu bisa bolos dan pulang jam segini 'kan!?"

"Ayah lihat." Nara menunjuk beberapa luka memar di tubuhnya. "Lihat, Yah! Ayah yang bikin Nara kayak gini. Ayah pikir ini nggak sakit, hm? Ayah coba mikir 'lah apa yang udah ayah lakuin ke Nara selama ini. Sakit Yah. Tubuh Nara sakit semua, bahkan hati Nara pun jauh lebih sakit," emosinya.

"Kamu pikir Ayah peduli? Kamu pantas mendapat itu karena kamu tidak tunduk pada peraturan Ayah," sungutnya.

Nara mengepalkan tangannya. Giginya menggertak dengan mata memerah menahan emosi. Hasrat ingin memukul pria di hadapannya ini meningkat. Mungkin salah kalau selama ini Nara mengharap kasih sayang dari Liam meski hanya sebutir debu. Nyatanya memang pria itu tak pernah menganggapnya berarti.

"Capek ngomong sama Ayah. Percuma, nggak ada gunanya!" Setelahnya gadis itu pergi dengan perasaan dongkol.

Tanpa disadari sedari tadi ada yang memperhatikan perdebatan mereka. Siapa lagi kalau bukan Genan, karena Genan tadi tak langsung pergi dari sana. Meski cowok itu tak mendengar apa yang mereka ucapkan karena ia masih berada di dalam mobil. Akan tetapi Genan tahu pasti hubungan anak dan ayah itu tak harmonis.

Silence Of Tears (TERBIT) Where stories live. Discover now