[ Part 8 ] Rumah Mama

66.8K 6.5K 172
                                    

Hi lov <3

Udah 2 minggu nggak update😵. Maaf ya soalnya sibuk banget di rl. Semoga nggak lupa sama alurnya🤣, kalo lupa ya intip dulu part sebelumnya hehe...

Siap lanjut baca part ini? Ets, jangan lupa pencet bintangnya dulu. Spam komen juga ya😉

|🌹HAPPY READING🌹|

.
.

"Kev, lo m-mau bawa gue kemana? turunin gue," tanya Nara pelan karena tubuhnya masih lemah.

Genan yang mengemudi tak mengindahkan ucapan gadis di sampingnya. Dia tetap menyetir dengan tatapan datarnya. Namun, hal itu justru membuat Nara takut karena aura cowok bersurai hitam kecoklatan itu terlihat semakin mencekam.

"Lo beneran mau bunuh gue?" Nara bertanya waswas. Akan tetapi lagi-lagi Genan tak menggubris.

"Kevan, berhenti. Turunin gu-"

"Sekali lagi lo manggil gue Kevan, gue sumpel mulut lo," ketusnya.

Kening gadis itu mengernyit, bibir mungilnya sedikit terbuka mendengar penuturan cowok di sampingnya. Dia baru menyadari bahwa cowok yang mengemudi di sampingnya itu ternyata Genan bukan Kevan.

"Turunin gue," ulang Nara dengan suara pelan.

Citt....

Mobil yang dikendarai mereka berhenti mendadak. Lebih tepatnya Genan sengaja mengeremnya. Dia menoleh ke samping, menatap datar gadis yang tubuhnya dipenuhi memar. Sementara gadis itu membalas tatapan tajamnya dengan pandangan bertanya.

"Lo mau turun, 'kan? Gue udah berhentiin mobilnya. Jadi silahkan keluar."

Nara tak menyangka bahwa cowok itu menuruti kemauannya. Dengan susah payah gadis itu membuka pintu mobil. Tubuhnya beberapa kali hampir terjatuh kalau saja dia tak berpegangan pada badan mobil berwarna putih tersebut. Nara sedikit terkejut saat tahu di mana ia berada saat ini. Kompleks Perumahan Anggrek, Nara hafal jalan ini. Mungkin sekitar beberapa ratus meter lagi dia bisa mendapati rumahnya berada.

Apa cowok ini tadi mau anterin gue pulang? batin Nara.

Gadis itu tersentak saat Genan juga ikut keluar dari mobil. Dia memandang heran lelaki itu, dan hanya dibalas tatapan datar.

"Lo ngapain juga ikut turun." Nara bertanya, lagi-lagi dengan suara pelan. Untung telinga Genan masih berfungsi dengan baik, jadi dia masih bisa mendengar gadis itu.

Genan tak menjawab, dia melangkah menuju sebuah rumah minimalis dengan pagar besi berukuran sedang. Tak ada satpam yang berjaga di dekat pagar rumah itu, tak seperti di rumahnya. Genan memencet bel yang terpasang. Dua kali dia melakukannya hingga seorang wanita setengah paruh baya keluar dari rumah itu.

Wanita itu terkejut saat tahu siapa tamu yang datang. Genan tersenyum menatap wanita yang masih terlihat muda itu. Ada tatapan rindu yang tercermin pada sepasang netranya.

"Genan, ka-kamu Genan, 'kan?" tanya Almira sesaat setelah membuka pagar.

Genan mengangguk. Tubuhnya sedikit terhuyung ke belakang saat wanita itu memeluknya erat. Pelukan ini... pelukan hangat yang sangat ia rindukan. Genan membalas dekapan hangat itu tak kalah erat.

"Genan, kenapa kamu jarang jenguk Mama. Mama kangen sama kamu. Kenapa kamu nggak pernah ke sini," suara Almira bergetar seperti hendak menangis karena tak mampu menahan kerinduannya.

"Maaf, Mah. Tapi sekarang Genan bakal sering ke sini kok. Karena Genan udah pindah ke Indonesia. Maafin Genan karena jarang kasih kabar. Maaf Mah, Genan nggak bermaksud begitu."

Silence Of Tears (TERBIT) Where stories live. Discover now