23. The Secret Of Eterio

16.2K 2.5K 49
                                    

"Dia belum kembali," sambar Gwyn langsung saat melihat Aluna muncul di perpustakaan.

Walaupun gadis itu belum bertanya, atau bahkan tidak berniat bertanya, Gwyn sudah menjawabnya segera. Gwyn sudah hapal tujuan gadis itu datang setiap pagi ke perpustakaan, apalagi kalau bukan mencari Helios. Pasalnya sudah lima hari laki- laki itu menjalankan misinya di perbatasan.

"Apa dia sama sekali nggak menghubungi kamu?" tanya Aluna pada Gwyn yang lagi-lagi menata buku serapi yang dia bisa.

"Tidak ada," jawab Gwyn malas.

"Teman yang buruk," Aluna menggeleng malas.

"Lebih buruk dari yang kamu bayangkan,"

Aluna mengangguk setuju, "Kamu punya penilaian yang bagus tentang teman," Aluna mengacungkan jempolnya ke arah Gwyn.

"Tapi, keadaanmu jauh lebih buruk,"

Aluna mengerutkan dahinya, lalu melihat pakaian yang dia kenakan. Tidak seburuk itu.

"Bukan penampilanmu, tapi mukamu," jelas Gwyn saat mendapati Aluna memeriksa dirinya sendiri.

"Kamu mau bilang mukaku buruk? Jelek gitu maksudnya?" Aluna jelas tidak terima.

Namun Gwyn menggeleng untuk menampik pikiran negatif Aluna, "Mukamu menyedihkan."

"Apa segitu rindunya pada Matahari?"

"What?" Aluna sampai memekik dan terkekeh meremehkan, lalu mengibas rambutnya. "Siapa yang merindukan siapa?" kilahnya.

Dan senyuman Gwyn cukup menunjukkan bahwa laki- laki itu paham apa yang Aluna rasakan.

"Kamu tidak pandai berbohong, belajar lagi," ejeknya sekali lagi.

"Dengar, ya. Aluna Naquila yang berdiri di depanmu ini nggak pernah berbohong sama sekali." Tegas Aluna tidak terima.

Gwyn mengangguk tiga kali, namun menunjukkan senyum tipisnya, "Iya, aku percaya. Sangaaatt percaya." Ejeknya sekali lagi.

Aluna menghentakkan kakinya karena kesal. Dia kesal karena tidak bertemu dengan Helios selama lima hari berturut- turut, padahal dia sudah meluangkan waktunya untuk mengunjungi laki- laki itu. tapi, Gwyn malah seenaknya menambah rasa kesal Aluna karena ejekannya. Huft, harus kemana Aluna pergi memperbaiki moodnya yang hancur di pagi hari.

"Apa kerjaanmu Cuma itu- itu aja?" tanya Aluna pada Gwyn yang sedang menyusun buku berdasarkan jenis warnanya.

"Kejaanku banyak, tapi Cuma ini yang paling menarik."

"Menarik apanya?"

"Cobalah, kalau kamu lagi bosan." Gwyn menawari Aluna pekerjaan. Lebih tepatnya meminta Aluna membantu pekerjaannya.

"Aku membantumu karena kamu teman Matahari." Ujar Aluna dan berjalan ke arah rak buku yang berantakan. Lebih tepatnya, paling berantakan dari semua buku.

"Jadi, karena Matahari ni?" goda Gwyn lagi.

"Terserah kau saja," ucap Aluna sambil mempercepat langkahnya ke arah rak yang berantakan itu. syukurnya rak itu cukup jauh dari Gwyn, jadi dia tidak perlu di godai sampai pekerjaannya selesai.

"Kau beruntung karena aku lagi bosan," kata Aluna sambil menyusun buku itu secara asal.

"Susun sesuai warna, atau Matahari akan memenggalmu." Ancam Gwyn.

Dan Aluna berdecak sebal, 'Syukur dibantuin,' batinnya. Namun tangannya mengikuti arahan Gwyn. Dia tidak ingin berurusan dengan laki- laki berpedang tajam itu nantinya.

Lima belas menit, tidak terlalu lama untuk menata satu rak buku berdasarkan warnanya. Dan pekerjaan Aluna akan selesai setelah menyusun barisan rak paling bawah. Tapi, tangannya berhenti di satu buku yang menarik perhatiannya. Satu- satunya buku berwarna hitam.

Infinity Eclipse {Sudah Terbit}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang