Chapter 1

342 30 20
                                    

***

"Adrian ...."

"Adrian ...."

"Adrian!"

Adrian tersentak bangun dari tidurnya. Suara yang memanggilnya terasa begitu nyata di telinga. Bola mata Adrian bergerak secara liar, ia memindai sekelilingnya dengan cepat lalu mengusap wajahnya dengan kasar. Tubuhnya terasa begitu lengket akibat peluh yang mengucur deras, ia lalu kembali menjatuhkan dirinya di kasur tanpa berniat mengeringkan dirinya terlebih dahulu. Tangannya bahkan masih memegang ujung selimut putih yang membungkus tubuhnya.

Ia memijit pangkal hidungnya dengan cemas, kepalanya terasa sangat sakit dan pening. Adrian menatap langit-langit kamar, matanya menerawang memikirkan mimpi buruk yang hampir tiap kali hadir saat dia tidur. Suara rintihan gadis itu sangat nyata di telinganya.

Adrian menghela napas berat, tangannya meraba ke samping tempat tidur dan meraih sebuah botol obat berwarna putih lalu membukanya. Ia mengeluarkan dua butir tablet berwarna merah muda lalu menelannya tanpa kesulitan dan bantuan air putih.

Lelaki bertubuh atletis itu lalu kembali menatap ke arah satu titik di atas plafon kamarnya. Entah kapan ia bisa terlepas dari mimpi buruk yang sama setiap saat. Namun, akhir-akhir ini mimpi itu terus datang sampai Adrian merasa terlalu takut untuk sekedar menutup mata. Bayang seorang gadis berbaju seragam putih abu-abu memanggil namanya. Gadis itu meminta tolong dan akan selalu hadir di setiap lelapnya.

Adrin melirik jam digital berbentuk kotak warna hitam di samping botol obat yang terletak di atas nakas, jam menunjukkan pukul dua dini hari. Ia bahkan belum sampai satu jam tertidur dan telah terbangun kembali. Alih-alih kembali tertidur, Adrian memilih menyibak selimut yang menutupi tubuhnya dengan asal hingga memperlihatkan bentuk tubuhnya yang atletis. Ia mengambil sebatang rokok dengan gusar. Adrian berdecih saat menyadari tangannya bergetar. Ia meletakkan rokok itu kembali dan beranjak  menuju pintu penghubung kamarnya dengan balkon lalu membukanya.

Udara malam yang dingin menerpa wajah Adrian sesaat melangkah keluar ke teras kamarnya. Namun, ia tak menghiraukan hal itu, Adrian bahkan meraup udara malam dengan rakus, berharap semua bayangan hitam yang selalu mengikutinya bisa menghilang.

Dari kejauhan lampu-lampu mobil berpendar seperti bintang di jalanan ibu kota. Kamarnya yang berada di tingkat tiga belas di gedung  ini, membuat ia bisa melihat keindahan kota Jakarta pada malam hari. Salah satu kota tersibuk dan tidak pernah tidur.

Adrian mencengkram kuat teralis pembatas balkon. Ia memandang ke arah bawah apartemen yang gelap. Tempat di bawah balkon Adrian adalah taman yang dibuat oleh pihak pengelola untuk para penghuni yang kadang ingin bersantai menikmati sore. Terkadang Adrian ikut berjogging di area taman dan itu membuat bentuk tubuhnya semakin bagus. Tubuhny tidak kalah dengan model lelaki pada produk minuman suplemen di TV.

Adrian menyugar kasar rambut hitamnya yang tebal. Ia memang sengaja memanjangkan rambutnya hingga melewati pelipis, tetapi tidak sampai terlihat seperti wanita. Banyak yang mengatakan jika wajahnya sedikit banyak mirip dengan aktor Orlando Bloom, ia  tertawa jika ada yang berkata demikian. Adriam kembali menghela napas jengkel, merutuki dirinya yang bahkan menarik sebuah batang rokok dari tempatnya pun tak sanggup. Mimpi itu benar-benar mempengaruhi jiwanya.

Sebuah denting notifikasi terdengar,  walaupun kecil, dalam keheningan malam seerti ini akan terdengar sangat nyaring. Mungkin jika Adrian menjatuhkan sebuah jarum dari lantai kamarnya ke bawah akan terdengar nyaring. Ia tersenyum geli dan menggeleng, ia sadar kini pikirannya semakin kacau.

Adrian kembali melangkah masuk ke dalam kamarnya. Bunyi itu membuatnya tersadar jika laptop di meja kerjanya masih dalam keadaan menyala. Suatu kebiasaan yang buruk Adrian, entah mengapa ia selalu saja tertidur dan membiarkan laptopnya menyala. Ia  menghampiri meja kerja dan duduk menghadap laptop yang kini kembali menayangkan latar kota Jakarta. Sebuah notifikasi berbentuk surat tersemat di sudut kanan atas laptop. Kening Adrian berkerut, waktu menunjukkan pukul 2.30 dini hari. Entah siapa yang mengirimkan email pada jam seperti ini. Hanya ada dua kemungkinan, email itu berisi hal yang darurat atau orang iseng yang ingin bermain-main dengannya.

KinantiWhere stories live. Discover now