Chapter 16

23 3 0
                                    

Bab 16.

***

Laju motor Adrian melambat saat beberapa meter di depan terdapat banyak aparat dan terlihat garis polisi yang melintang. Ia  memarkir motornya dengan aman lalu bergegas menghampiri salah satu petugas yang berjaga di depan garis kuning dan memperlihatkan identitasnya sebagai detektif swasta.

Ia dan Reina segera masuk ke areal pabrik yang kini terdapat banyak petugas berseragam yang hilir mudik. Setelah berbincang dengan saah seorang petugas, Adrian berjalan menuju seorang lelaki yang dikenalnya. Lelaki itu mengangguk melihat kedatangan Adrian.

"Baguslah kau cepat datang, Adrian. Tak kusangka kau kembali berkaitan dengan kasus pembunuhan," ujar lelaki itu yang ternyata AKBP Lukman.

AKBP Lukman menjadi penanggung jawab kasus ini karena masih dalam lingkup operasionalnya. Adrian mengangguk hormat dan menjabat tangan Lukman saat berhadapan dengannya.

"Jadi, apa kau mengenal korbannya, Adrian?" ujar Lukman tanpa basa-basi.

"Iya. Joko salah satu teman sekolahku dulu. Ia juga kawan karib Wandi yang meninggal beberapa waktu yang lalu," terang Adrian.

Lukman terkejut mendengar ucapan Adrian. Ia terdiam beberapa saat lalu berkata, "Jadi, apakah ini sebuah kebetulan belaka? Dan bagaimana bisa panggilan terakhir sebelum ia ditemukan tewas adalah nomormu?"

Adrian dan Reina saling pandang. Tak pernah terbersit sekalipun jika Joko meninggal, mereka berpikir mungkin saja ia hanya celaka.

"Tewas? Maksud Bapak, Joko meninggal?"

Lukman memandang Adrian dengan pandangan mata yang menyipit, menilai segala tindak lakunya.

Alih-alih Lukman menjawab, ia memberikan isyarat pada kedua orang itu untuk mengikutinya. Lukman lalu berjalan masuk ke dalam ruangan pabrik. Adrian mengamati kondisi pabrik yang telah dipasangi garis polisi di beberapa titik, sedangkan tim INAFIS kepolisian sedang bekerja mengumpulkan data-data yang berguna bagi kasus yang terjadi.

Lantai pabrik yang penuh dengan serbuk kayu membuat mereka sedikit lambat. Mesin pemotong ukuran raksasa terlihat diam, tetapi gerigi tajam yang mengkilat membuat Reina mengidik. Pabrik kayu Herman ini memang mengolah kayu gelonggongan yang dipotong menjadi ukuran tertentu lalu mengolahnya menjadi papan dan balok.

Mereka akhirnya tiba di bagian belakang pabrik, di mana terlihat lebih banyak aparat yang bekerja. Lukman memanggil salah satu anggotanya dan meminta dua pasang sarung tangan lalu memberikannya pada Adrian dan Reina.

"Gunakan ini. Aku harap kalian tidak merusak TKP dan memegang sembarangan," sahut Lukman yang diikuti anggukan dari Adrian dan Reina.

"Jenazah korban ditemukan oleh salah satu karyawan yang shif pagi. Saat ini jenazah masih dalam kondisi yang seperti awal ditemukan," jelas Lukman.

"Sebaiknya kalian kuatkan mental melihat kondisi korban," lanjut Lukman. Ia lalu menoleh ke arah Reina dengan pandangan khawatir.

Reina tersenyum kecut pada Lukman, bayangan kondisi Joko yang mengerikan kini melintas di benaknya. Nyali Reina seketika ciut,  tetapi rasa penasaran yang lebih besar membuatnya kembali melangkah. Ia menghela napas panjang dan mengamati raut wajah Adrian yang datar, tak sedikitpun terpengaruh ucapan Lukman.

Lukman mengajak Adrian dan Reina menuju sebuah mesin pemotong yang paling besar di antara mesjn yang lain. Gergaji pemotong yang berbentuk lingkaran terpasang di tengah landasan, roda gergaji terhubung dengan mesin pengungkit yang digerakkan tuas otomatis sehingga saat selesai memotong gergaji dapat kembali secara otomatis ke tempat semula.

Adrian memandang landasan kayu tempat mesin pemotong yang kini menghitam oleh cairan yang berbau anyir. Ia yakin jika cairan kental dengan bau memualkan itu adalah darah.

KinantiWhere stories live. Discover now