Chapter 13

64 14 0
                                    

***

Darah Adrian mendidih mendengar cerita Dito, ia seakan ingin meremukkan kepala lelaki berkacamata dihadapannya. Di sisi lain ia semakin merasa bersalah karena meninggalkan Kinanti di pinggir ladang seorang diri saat itu.

"Lalu, dimana Kinanti?" ucap Reina menyadarkan Adrian jika ia tak hanya berdua dengan Dito.

"Iya, di mana kalian menyembunyikan Kinanti selama ini, hah!?" geram Adrian pada Dito.

Ia menghampiri Dito dan menarik kerah baju lelaki itu. Wajah Dito memerah karena tarikan yang sangat kuat hingga ia sulit bernapas.

"Adrian! Kau bisa membunuhnya!" jerit Reina menyadarkan Adrian.

Ia lalu mengempaskan tubuh Dito ke lantai dengan keras. Dito merintih kesakitan sembari memegang lehernya yang terasa sakit.

"A–aku ... aku tidak tahu, Adrian! Herman mengatakan jika dia yang akan mengurus semuanya," ucap Dito gemetar ketakutan.

"Herman?" tanya Adrian memastikan.

"Y-ya! Dia yang tahu semua tentang Kinanti," cicit Dito lirih.

"Sejak pulang dari acara reuni sekolah, rasa bersalah selalu menghantuiku. Aku pun baru tahu jika Kinanti menghilang sejak saat itu. Aku ... aku kira dia selama ini baik-baik saja," lanjut Dito.

Adrian mendengarkannya dengan seksama, ia juga mendengar kabar jika sejak saat itu Dito pindah ke Jakarta mengikuti orang tuanya yang di mutasi ke ibu kota.

"Aku sangat menyesal Adrian," ucapan Dito kini berubah menjadi sebuah isakan.

Hening menyapa ke tiga orang dalam ruangan itu, mereka diliputi dengan pemikiran masing-masing.

"Wandi telah terbunuh, Adrian. Aku takut sebentar lagi giliranku," ucap Dito tiba-tiba.

"Terbunuh? Kau yakin Wandi dibunuh seseorang?" Adrian tercegang mendengar ucapan Dito.

"Dari mana kau yakin? Hasil investigasi kepolisian masih belum diumumkan secara resmi, masih ada kemungkinan jika Wandi bunuh diri, Dito," tanya Adrian dengan mata yang memicing.

"Wandi tak punya mental bunuh diri, Adrian. Yah, walaupun dia sedikit ... aneh. Dia bukan orang yang berpikir untuk bunuh diri. Tiga hari sebelum kau menemukannya tewas, dia menelponku. Dia bilang bahwa ada seseorang yang menguntitnya. Dia juga berkata jika mendapatkan email dari orang tak jelas." Dito menjelaskan panjang lebar.

"Penguntit? Email?"

Dito mengangguk dan berjalan menuju laptopnya. Ia lalu membuka email yang masuk dan membiarkan Adrian membacanya.

Adrian terkejut saat ada dua email yang sama seperti email yang masuk di akunnya.

"Kau juga mendapatkan email seperti ini? Wandi juga?" Adrian berbalik menatap Dito yang berdiri di belakangnya.

"Ya, email yang pertama. Wandi bilang ia dapat email itu, sehari setelahnya, ia ditemukan tewas di rumahnya. Kau yang menemukannya, Adrian. Bukan begitu?" ujar Dito dengan pandangan mengintimidasi.

"Apa maksudmu, Dito?! Kau pikir aku yang membunuh Wandi?!" Adrian menatap nyalang pada Dito yang terkejut melihat reaksi Adrian.

"B–bukan! Bukan begitu maksudku. Aku ... aku–" Dito meremas kedua tangannya dengan kalut.

"Maksud kalian ... kalian semua mendapatkan email yang sama?" tanya Rein tiba-tiba. Ia sedari tadi memang menyimak percakapan Adrian dan Dito.

Kedua lelaki yang bersitegang itu berbalik menatap satu-satunya wanita di ruangan. Ucapan Reina membuat merek kembali berpikir logis.

KinantiWhere stories live. Discover now