Chapter 11

78 15 2
                                    

***
To : AdrianXt980

Dendam akan tak akan pernah putus sampai rantai amarah benar-benar terlepas dari jerat leher sang pendosa.

Seseorang telah berkubang dalam darahnya, kini giliran sang nelayan yang akan terjerat.

Send from aninomous

***

"Aku bahagia bertemu denganmu, Adrian. Sangat." Adrian menatap wajah Kinanti yang tengah menengadah ke arah langit biru. Wajah itu berbinar indah, hingga Adrian berkali-kali terpesona melihatnya.

"Bahagia? Kenapa?" tanya Adrian penasaran.

Kinanti mengangguk yakin. Ia menatap lekat ke arah Adrian dan berkata," aku senang karena kau tak peduli perkataan orang tentang aku."

Adrian memalingkan wajahnya, ia jengah dipandangi sedemikian rupa oleh Kinanti. Jantungnya berdebar kencang, ia selalu terpesona dengan sosok cantik Kinanti.

"Aku juga senang bertemu denganmu, Ki," Adrian memainkan rambut kemerahan Kinanti yang tertiup angin.

Arah angin tiba-tiba berubah kencang, Kinanti yang berdiri membelakangi Adrian mendadak terdiam.

"Benarkah? Benarkah kau senang menjadi temanku, Adrian?"

Tubuh Kinanti bergetar hebat, ia berbalik menghadap ke arah Adrian. Wajahnya dipenuhi belatung busuk dan cairan kental kehitaman.

"Apa kau masih ingin berteman denganku, Adrian?" desisnya menyeramkan.

Sosok Kinanti yang telah berubaj menjadi sosok menyeramkan kini melangkah perlahan mendekati Adrian yang ketakutan.

"Ti-tidak! Jangan! Jangan ganggu aku!"

"Arrgghht!" teriakan menggema dari mut Adrian saat wajah pucat Kinanti menerjang ke arahnya.

***

Tubuh Adrian tersentak, nafasnya memburu, sekujur tubuhnya basah oleh keringat. Rupanya ia kembali bermimpi tentang Kinanti yang berubah menjadi hantu.

"Kau ... Kau baik-baik saja?"

Suara seoran wanita dengan nda khawatir menyadarkan Adrian jika ia tak sendiri di ruangan ini. Ia kembali memastikan dirinya berada di mana, Adrian bernapas lega saat menyadari jika ia berada di apartemennya sendiri, tepatnya di sofa ruang tamunya.

Kepalanya menoleh mencari arah datangnya suara, seraut wajah dengan sorot mata khawatir terlihat olehnya, Reina.

"Apa yang terjadi, Reina?" Alih-alih menjawab pertanyaan Reina tentang kondisinya, Adrian malah bertanya tentang situasi yang sedang berlangsung.

"Setelah membaca email yang datang, kau tiba-tiba ambruk. Kau tau? Tubuhmu sangat berat, butuh waktu lama menyeretmu ke sofa," sungut Reina.

"Maksudmu ... aku pingsan?" tanya Adrian tak percaya.

Reina mengangguk, "kayaknya kau harus menemui seorang dokter, Adrian. Kau berteriak-teriak dalam tidurmu."

"Apa Kinanti begitu besar artinya buatmu?" tanya Reina dengan hati-hati. Ia menatap wajah Adrian, mencoba menemukan jawaban pasti di wajah lelaki itu.

Adrian tertegun mendengar ucapan Reina. Benarkah ia sampai pingsan? Ia segera meraih botol obat di atas meja dan meminum dua butir tablet di dalamnya. Akhir-akhir ini ia memang tak bisa tidur dengan nyenyak. Mungkin karena kelelahan hingga bayangan Kinanti yang menyeramkan sering menghantuinya.

"Baiknya kau tak sering konsumsi obat penenang, Adrian. Kau bisa-." Reina tak melanjutkan ucapannya saat melihat satu alis Adrian naik dengan tatapan tidak suka.

KinantiWhere stories live. Discover now