Chapter 3

1.3K 231 2
                                    

     "Aku memiliki banyak harta, anggap saja itu imbalan bagimu"

Lucia yang mendengar intonasi Cale yang terdengar terlalu membanggakan kekayaannya hanya bisa menghela nafas. Tangannya sedari tak terlepas dari lengan Cale karena sejak mereka menginjakkan kaki di toko ini, seluruh arah pandang pengunjung mengarah kearah mereka- maksudnya, Cale.

Sedangkan di sisi lainnya, Cale yang merasakan tangan Lucia mengerat hanya bisa bersorak dalam hati. Ia mengharapkan bahwa tangan hangat milik sang gadis tak akan pernah melepas lengannya lagi. Baiklah, itu terdengar sangat menyeramkan. Lucia hanya bisa mengikuti Cale yang mulai melangkah ke lantai tiga.

Sebelum itu, Lucia sempat berpesan untuk menyuguhkan teh yang tidak pahit untuk Cale dan teh susu untuknya. Sesampainya mereka di lantai tiga, pandangan Cale terus menerus terarah ke luar gerbang perbatasan sedangkan Lucia hanya berfokus pada novel yang menurutnya lumayan menarik.

Menyadari gadisnya yang sedari tadi tak mengeluarkan satu suara pun membuat Cale mengalihkan perhatiannya dan mendapati Lucia yang tengah tersenyum membaca suatu bagian didalam novel.

Melihat senyuman hangatnya membuat Cale memilih untuk tidak menjalankan ide jahil nya. Ia hanya bertumpu pada tangannya dan memrhatikan Lucia dengan seksama. Sorot matanya terlihat sekali melukiskan seseorang yang tengah di mabuk asmara. Melihat senyuman yang kini berubah menjadi kekehan kecil membuat senyum kecil terlukis di wajah Cale juga.

"Cale, setelah ini kita akan pergi ke mana?"

Lucia yang sadar bahwa Cale hanya menatapnya sedari tadi memilih untuk mengalihkan perhatian sang pemuda, membuatnya sedikit tersentak dari lamunannya. Cale yang mendapatkan kembali pemikiran logis nya kembali menatap ke arah gerbang perbatasan, tidak mendapati sosok yang sedari tadi ia perhatikan.

Sang gadis yang penasaran apa yang membuat Cale nya melamun memutuskan untuk mengikuti arah pandang Cale hanya untuk menatap gerbang perbatasan yang kosong. Melihat hal itu pun membuat kerutan terlukis di dahi sang gadis.

"Cale, apa yang kau perhatikan daritadi?"

"Bukan apa apa. Ayo"

"Kemana kita sekarang?"

Kali ini Cale tak menjawab. Langkahnya sengaja ia besarkan agar berjalan lebih cepat membuat Lucia kesulitan mengimbangi. Ditambah dengan sepatu nya yang sedikit sulit untuk digunakan dalam hal jalan cepat membuatnya tambah menggerutu. Netranya menatap Cale yang sepertinya tak menyadari kesulitan yang di alaminya.

"Cale!! Bisakah kau melangkah lebih pelan?!"

Mendengar intonasi jengkel sang gadis membuat Cale seketika berhenti dan berbalik, mendapati jarak yang sedikit jauh menyatakan bahwa ia terlalu terburu buru dalam melangkah. Cale menatap wajah jengkel sang gadis yang terlihat imut dan terkekeh kecil melihat nya.

"Maaf. Sepertinya aku terlalu terburu buru"

Cale kembali mendekati Lucia yang kini memalingkan wajahnya, enggan menatap Cale. Sang pemuda yang mendapati gadisnya tengah merajuk hanya bisa menghela nafas. Cale butuh untuk bergerak cepat sebelum saat saat krusial nya tiba. Sekali lagi membayangkan bagaimana ia nanti tertindas oleh sang Pemeran utama hanya bisa membuat Cale merinding.

Sesaat selanjutnya Cale berpikir alasan apa yang membuatnya mengajak sang gadis untuk ikut. Bukankah rencana awalnya ia berusaha keluar sendiri? Bahkan ia mengusir kusir nya, menyuruhnya pulang terlebih dulu agar rencananya berjalan lancar.

Lalu ingatan akan wajah memelas Lucia yang tak bisa di tolak muncul seketika di benaknya, membuatnya menggelengkan kepalanya sendiri. Cale kembali fokus pada gadis yang tengah merajuk di hadapannya. Tanpa basa basi lagi, Cale menggendongnya bak tuan putri yang menghasilkan seruan kaget dari Lucia.

"H-hei! Apa apaan ini? Turunkan aku!!"

"Seperti ini akan lebih cepat"

Wajah Lucia seketika memerah. Bukan, jangan harap Lucia akan peka terhadap perlakuan Cale ini. Ia hanya berusaha menahan malu ketika menyadari tatapan para pengunjung toko mengarah padanya, membuat tangannya dengan refleks menutup wajahnya yang memanas. Sedangkan Cale hanya bisa tertawa melihat kelakuan sang gadis.

Ketika mereka sudah berada di luar toko, Cale menurunkan Lucia dari gendongannya dan mendapatkan pukulan di pundak sebagai imbalan. Niatnya untuk menyalurkan kejengkelannya, tapi sepertinya Lucia terlalu banyak memakai kekuatannya hingga Cale sedikit terjungkal.

"Terima kasih, Nona muda Harvest!!"

"Nona muda Harvest adalah utusan Dewi!!"

"Apakah tak ada yang menyadari tawa bahagia Tuan muda melihat Nona muda?"

"Tunggu- Apa?!"

Dan berbagai teriakan terdengar karena baru kali ini Cale tak memecahkan barang satu benda pun sebelum keluar dari toko. Mereka tahu jika ada Nona muda Harvest yang berdiri di sisi Cale, setidaknya ke-onaran yang dibuat Tuan muda tersebut tak akan terlalu banyak, tapi tetap saja pasti ada sesuatu yang akan pecah.

Sementara itu, Cale hanya bisa menghela nafas mendengar teriakan dari dalam toko bahwa dirinya sama sekali tak membuat keributan. Ia sedikit bersyukur karena gelar sampah melekat di raganya, tapi tidak harus seperti ini kan?

/'+'~'+'\

|| The Female Lead and The Trash ||Where stories live. Discover now