Part 15

3.1K 413 6
                                    

Pagi berikutnya, kala sepenggalah matahari naik, Asih melihat Wira keluar kamar bersama Sarta, sopir keluarga mereka. Wira sudah berpakaian rapi, janggut dan kumisnya bahkan dicukur mulus, membuat Asih tersenyum bahagia. Pasalnya sudah beberapa hari dia tak pernah merapikan penampilannya lagi. Namun, pagi itu Asih melihat cahaya kehidupan dalam wajah anaknya.

“Wira, kau tampak rapi, mau ke mana?”

Wira menoleh. Raut masam yang semalam ditampakkannya telah lesap digantikan wajah penuh senyum. “Kemoja,” jawabnya.

Senyum Asih menyurut. Dia melirik kepada Sarta, sopir mereka, tetapi Sarta menggeleng tanda tak mengerti.

“Aku akan ke rumah Kemoja, Bu. Aku tahu dia sudah kembali ke desanya, dan kuharap Ibu tak mencampuri urusanku.” Meskipun lembut, kata-katanya penuh ketegasan.

Asih bergeming kala kursi roda Wira melewatinya dengan didorong Sarta. Bahkan ketika Wira telah memasuki mobil, Asih bingung harus bertindak apa. Dia tahu, Kemoja memang sangat bisa memengaruhi hidup Wira. Asih hanya takut, kebahagiaan anaknya ini hanyalah semu. Dan berikutnya, Wira kembali terluka.

“Kenapa Tante nggak cegah dia? Kenapa Tante membiarkannya pergi?”

Asih baru sadar ketika Amanda berteriak cemas di hadapannya. “Apa maksudmu?”

“Tante kenapa membiarkan Wira sendirian ke sana. Tante, Kemoja itu ….”

“Amanda! Nak,” sergah Asih ketika melihat amarah Amanda tak lagi terbendung.

“Bagaimana mungkin, bagaimana mungkin ….” Amanda menggeleng-geleng sambil menariki rambutnya.

Asih merasa tak enak hati pada gadis itu. Amanda bahkan meninggalkan kota hanya untuk merawat Wira. Namun, Wira begitu tak acuh dengan keberadaannya, dan sekarang bahkan tetap mengunjungi Kemoja.

“Nak, Tante minta maaf. Tapi sungguh, untuk masalah pasangan hidup Wira Tante tak bisa memutuskannya. Kau gadis yang baik, Nak.”

Amanda menggeleng-geleng. Dia tak dapat mengatakan hal sejujurnya. Hatinya diremas kecemasan sebab nama Kemoja yang tak sengaja didengarnya. Apalagi, Wira benar-benar berangkat menemui gadis itu. Lalu, melihat Asih yang tak kaget dengan nama Kemoja, artinya gadis itu memang ada di desanya. Namun, bagaimana bisa? Amanda yakin sekali, Andi telah membuang gadis itu ke lautan. Bagaimana Kemoja tetap hidup?

Asih memeluk Amanda yang bergetar hebat. Dia salah paham dengan perubahan emosi gadis itu. Dalam pikiran Asih, Amanda syok dan patah hati karena keputusan Wira. Dia memeluk Amanda, menenangkannya dengan menepuk-nepuknya. Sementara Amanda sendiri diliputi kecemasan hingga membuat napasnya sesak.

“Tante, aku izin ke kamarku.” Amanda melepaskan pelukan Asih lalu berbalik, melangkah memasuki kamarnya. Di belakangnya, Asih memandang punggung gadis itu dengan penuh rasa bersalah.

***

Ladang-ladang yang terhampar luas dipenuhi beragam sayuran. Pada tiap petak ladang, beberapa petani melakukan kegiatannya masing-masing. Sebagian mengangkut sayuran hasil panen, sebagian lagi ada yang sedang menggemburkan tanah. Mereka bertani hanya sebagai pekerja, bukan sebagai pemilik. Sebab, ladang-ladang itu sebagian besar dimiliki oleh mendiang Tuan Darma yang diwariskan ke anaknya, Wira.

Tanah ladang sebelah timur, yang sedang digemburkan, adalah ladang Endang. Awalnya ladang itu milik beberapa petani, tetapi tanah mereka tiba-tiba saja diklaim sebagai tanah berhak miliki sehingga mau tak mau pemilik sebelumnya harus mengalah menerima kompensasi dari Lurah Samin untuk melepaskan ladang mereka. Sebab, percuma saja protes karena Lurah Samin maupun Endang akan melakukan segala cara agar untuk merebutnya.

Kidung Kemoja Where stories live. Discover now