02. Pertemuan: Takdir atau bukan?

638 99 17
                                    


***

DEWA pikir, sudah seharusnya ia meninggalkan pekerjaannya sejenak. Terlebih saat ini putrinya sedang jatuh sakit.  Mungkin momen seperti ini bisa membuatnya lebih dekat dengan Alana. Semoga.

Setelah hampir satu jam berada di dapur, akhirnya bubur buatan Dewa siap juga. Walaupun hanya bermodalkan tutorial youtube, namun ia sudah mengusahakan semaksimal mungkin dan ia berharap Alana akan menyukainya.

Dewa membawa semangkuk bubur dan segelas air minum untuk ia bawa ke kamar Alana. Lelaki itu tersenyum saat membuka pintu dan menemukan Alana yang sedang memainkan barbie-nya di atas ranjang. Sepertinya kesehatan putrinya sudah semakin membaik.

"Good morning sayang, ayo kita sarapan. Setelah itu minum obat supaya cepat sembuh"

"Aku tidak suka makan bubur Pa"

"Oh ya? Oma bilang kamu makan bubur saat sakit"

"Tapi itu buatan Bian"

Dalam hatinya Dewa berpikir.
Apa bedanya jika itu buatan Abian?
Setahunya, Abian juga bukan seorang yang pandai memasak.

"Papa membelinya, rasanya pasti enak" bohong Dewa. Mungkin saja Alana masih meragukan masakannya.

Alana tetap menggeleng, benar-benar menolak bubur buatan Dewa. Meskipun patah hati karena usahanya selama satu jam ke belakang sia-sia, Dewa tetap tersenyum. Dalam proses mengambil hati Alana, ia  tahu jika ia harus banyak bersabar.

"Baik, lalu kamu ingin makan apa sayang?"

"Tidak mau makan. Papa tolong ikatkan rambutku saja"
Alana memberikan ikat rambut merah mudanya, tak lupa dengan sisir kecil yang juga sering ia gunakan untuk menyisir rambut bonekanya.

"Oke, akan papa ikat rambutmu supaya lebih cantik"
Dewa mengikat kuda rambut Alana, berusaha menyisir dengan sepekan mungkin supaya gadisnya tidak merasa sakit. Namun sepertinya, Dewa memang belum terbiasa akan hal seperti ini, sesekali tangannya meleset dan membuat Alana menggeser tubuhnya.

"Papa tidak pandai mengikat rambut, tidak seperti Bian" komentar Alana setelah melihat bayangannya dari cermin. Melihat rautnya, Dewa tahu Alana sangat kecewa.

"Maaf sayang, papa janji akan banyak belajar dari Bianmu"

"Papa tidak bisa jadi seperti Bian. Tidak ada yang seperti Bian!"

Saat Alana turun dari ranjang dan meninggalkannya, Dewa masih setia berada di tempatnya. Ternyata rasa yang paling perih bukan berasal dari kegagalan hubungan, tapi saat ia tahu, ia sudah terlalu gagal dalam menjadi seorang ayah sehingga namanya sama sekali tidak ada di hati putrinya sendiri.

***

Hari ini ulang tahun Sheryl. Abian baru mengetahuinya setelah melihat notifikasi facebook. Meskipun sudah bertahun-tahun tidak pernah aktif dalam aplikasi tersebut namun Abian masih mempertahankannya demi memudahkan teman-teman lama untuk mencarinya.

Abian mengalihkan pandangannya pada Sheryl yang tengah berada di dapur. Jika dicium dari aromanya, sepertinya perempuan itu sedang memanggang sesuatu.

Sepertinya, setiap hari, Sheryl selalu berusaha untuk menjadi istri yang baik untuknya.

Apa ia harus memberikan ucapan selamat ulang tahun sekarang?

Tapi bukankah seharusnya ia memiliki suatu hadiah sebelum mengucapkannya?

"Aku membuat kue gulung" ucap Sheryl, seraya tersenyum. Ia meletakkan piring yang ia bawa di atas meja pastry, seolah menyajikannya untuk Abian.

"Kuenya cantik"

Rasa Untuk DewaWhere stories live. Discover now