Part 8

11.8K 1.1K 28
                                    

Ashel sudah berada di sekolahnya 15 menit sebelum bel masuk berbunyi. Tetapi hari ini sedang terjadi sebuah kegemparan yang datang dari seseorang yang bernama Adel. Bukan perkelahian, bukan pemalakan, bukan pembullyan. Ashel berjalan ke gerbang dan melihat Indah dan Kathrine dengan membawa buku tulis di tangannya. Sepertinya mereka baru saja dari koperasi. "Asheeeelll!!" Teriak Kathrine. "Sini dehh, kebetulan banget lo udah disini. Ada kabar baru buat lo."

"Apaan?"

"Gue mau nunjukkin sesuatu sama lo. Sini deh ikut gue." Mereka bertiga kemudian berjalan masuk ke koridor sekolah dan berhenti karena akan memperhatikan sesuatu. Adel sedang bersama gerombolan kelas duabelas. Sedang duduk di ujung lapangan basket. Tetapi ada yang jelas-jelas berbeda dari penampilan cewek itu.

Ashel bukan lagi melihat Adel saat pertama kali di koridor sekolah, cewek dengan seragam yang keluar, memakai kemeja sekolah yang tidak di kancingkan sehingga hanya memunculkan koas hitam miliknya. Hari ini Adel cukup rapi. Memakai dasi, kemeja yang di kancingkan full sampai atas. Dia juga memakai tali pinggang dengan baju yang di masukkan ke rok. Kalau begini kadar ke-cool-annya bertambah. Apalagi dengan potongan rambut pendeknya yang sebahu.

Saat Ashel masih memeperhatikan Adel, cewek itu menoleh. Tatapan mereka bertemu. Adel memperhatikan Ashel dengan sorot mata tajam namun meneduhkan.

"Eh, Adel ngeliatin elo tuh. Cieeee" Kathrine mendadak gesrek sendiri.

"Ke kelas aja yuk lah." Ashel tampak memohon.

"Bentar deh, gue masih pengen ngeliatin Adel lama. Bisa naksir berat nih guee."

"Ayo ihhh." Ashel menarik tangan Kathrine dan Indah.

"Iya iyaa." Mereka berdua akhirnya mengerti.

Mereka bertiga kemudian masuk ke kelas dan duduk di kursinya masing-masing. "Shel, tadi Kak Jinan nyariin lo." Baru saja Ashel duduk, Flora sudah menoleh dan memberitahu sesuatu.

"Kak Jinan siapa?"

"Wakil Osis."

"Kenapa nyariin?"

"Ada yang mau di omongin. Osis lagi butuh panitia buat lomba, tapi gue gabisa ikut karena penyakit gue sering kambuh. Jadi gue mau lo gantiin posisi gue."

"Serius??" Ashel tampak terkejut. "Tapi kan..."

"Lo nanti ke ruang Osis ya, Kak Zee mau ketemu."

Ashel mendelik kaget. "Kak Zee ketua Osis itu??"

"Iya. jangan lupa, Shel."

Ashel menoleh ke Kathrine dengan penuh tanda tanya.


****


Jam istirahat, Ashel menuju ke ruang Osis yang ada di dekat kantor Kepala Sekolah, menemui Zee yang katanya ingin menemuinya. Diketuknya pintu ruangan itu dua kali. Sampai terdengar suara sahutan berat seseorang dari dalam.

"Masuk."

Ashel membuka pintu dan melihat Zee yang sedang mengerjakan sesuatu. Cowok itu mengalihkan pandangan dan menatap Ashel.

"Saya Ashel, Kak. Ada apa ya saya di panggil?"

"Duduk dulu." Zee menutup bukunya dan mempersilahkan Ashel duduk.

Ashel menurut. Dia segera duduk dengan perasaan yang tidak tenang. "Mm..mau ngomongin apa ya, Kak?"

"Tadi Flora udah bilang belum?"

"Udah, Kak."

Zee membenarkan posisi duduknya. "Oke gini, di sekolah ini ada sistem kepengurusan Osis dan harus ada perwakilan antar kelas mulai dari kelas satu sampai kelas tiga. Kebetulan kelas XI IPA 2 di wakilkan oleh Flora dan Ariel, tapi Flora mengundurkan diri karena sakit."

Ashel tampak mendengarkan dengan seksama.

"Untuk masuk Osis harus ada sitem tes dulu, tapi berhubung kita bakalan ada acara jadi mau gak mau kita harus nyari pengganti Flora. Terus Flora ngajuin lo buat gabung sama kita. Gimana? Lo bersedia?

"Sss..saya, Kak?"

"Besok ada rapat Osis, kalau lo mau besok lo boleh kesini lagi. Semuanya terserah lo, Shel."

Ashel tampak berfikir. "Gimana ya, Kak? Nanti saya fikirin lagi deh."

"Oke. Di tunggu. Gue cuma mau ngomongin ini doang kok"

Ashel tidak mau gegabah. Jadi dia akan memutuskan untuk berfikir di rumah saja. "Yaudah kalau gitu, saya permisi dulu, Kak" Ashel bangun dari duduknya dan segera berbalik.

"Tunggu bentar" Ashel berhenti melangkah dan menoleh ke Zee yang juga sedang menatapnya. "Nama panjang lo siapa?"

"Adzana Shaliha, Kak."

"Oh, oke." Zee manggut-manggut. "Gue harap lo bisa gabung sama kita. Yaudah, udah mau bel masuk ntar lo gak sempet jajan."

Ashel langsung meninggalkan ruangan itu dan menutup pintunya dengan pelan. Setengah kesadarannya sedikit terganggu dengan kata-kata ketua Osis barusan. Matanya tidak menatap kedepan melainkan ke lantai koridor kelas. "Aduuh." Cewek itu mengaduh dan tubuhnya nyaris jatuh terhuyung kebelakang jika tidak ada sebuah tangan yang menahan bahunya. Ashel mendongak dan melihat Adel tepat di depan matanya. Hanya berjarak beberapa senti dari muka mereka.

Adel sama kagetnya. Kaget karena ternyata Ashel yang baru saja di tabraknya. "Hati-hati, dong."

"Eh.." Ashel salah tingkah. Dia langsung berdiri dan membuat jarak. "Maaf." Merasa dirinya di tatap, akhirnya ia memutuskan untuk segera pergi karena Malu saat ada beberapa siswa-siswi yang tidak sengaja melihat kejadian yang tak terduga itu.




****

Ashel akhirnya sampai di kantin. Ashel beruntung sekali memilik teman yang sangat pengertian seperti Kathrine. Waktu dia duduk, sudah tersuguhkan satu mangkok bakso dan segelas jus jeruk. "Gimana, Shel? Lo jadi ikut Osis?"

"Gak tau. Nanti aja deh mikirinnya." Ashel menyendok baksonya dan memotong kecil-kecil. Ashel melirik Lulu yang duduk disampingnya. "Lulu kenapa?"

"Biasalah, romobongannya Adel abis ngegodain dia. Katanya, gaya rambutnya kayak model bapak-bapak."

Mendengar kata Adel, Ashel teringat dengan kejadian tadi di koridor. Saat tangan Adel menyentuh bahunya menahan agar tidak jatuh. "Owalah." Ashel mengangguk seolah-olah tidak peduli.

"Shel, Adel masih chatting lo?" Sekarang Indah yang mulai memberi sebuah pertanyaan. "Kalau emang masih, berarti fix dia beneran serius sama lo."

"Lo kenapa sih mau sama dia? Mending nyari yang lain aja. Dia tuh rese. Temen-temennya ngebully gue, malah dianya diem aja. Ntar kalo lo di apa-apain sama mereka terus malah Adel-nya diem aja, gimana coba?"

"Masa?"

Seseorang menyahut dari belakang, otomatis membuat Lulu dan Ashel menoleh ke belakang. Sementara Kathrine dan Indah yang duduknya berhadapan dengan Ashel ikut mengadahkan kepala. Terlihat Adel beserta rombongannya sedang berdiri disana. "Ada yang mau minta maaf sama lo." Ucap Adel dengan ekspresi dinginnya. Lebih tepatnya menatap Lulu.

Aran yang menyadari kesalahannya akhirnya meminta maaf. "Lu, gue minta maaf ya."

Lulu terdiam. Tidak ada tanda-tanda dia akan bersuara. Hingga siku tangan Ashel menyenggolnya. Menyuruhnya untuk menjawab "Iya, gue maafin. Tapi lain kali jangan di ulangi ya." Jelasnya sambil mengaduk-aduk es tehnya tanpa mau menatap Aran

"Iyaa iyaa."

"Gue cuma mau bilang, ngomongin orang tuh gabaik. Kalo berani ngomong di depannya. Jangan di belakang gini." Suara datarnya kembali terdengar. Membuat Lulu dan tiga orang di sampingnya ikut terdiam. Adel melirik Ashel sekilas sebelum dia dan gerombolan itu memutar balik dan meninggalkan genk Ashel cs.

"Mampusssss gue." Lulu menepuk jidatnya. "Keceplosan."

"Makanya kalau punya mulut tuh di jaga. Pantat aja yang gak keliatan bisa ngejaga kentut. Masa mulut lo gak bisa?" Ucap Kathrine sambil menggelengkan kepala.

"Siap-siap aja lo di kelas. Bakalan Abis sama dia."




*****

1092 kata. Cukup lah yaa.. selamat membaca kawannnd..

Cewek KulkasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang