Part 23

9.6K 1.1K 42
                                    

Motor Adel melewati kawasan yang tampak tidak terlalu ramai. Memasuki sebuah gang lebar yang hampir tidak terjamah banyak orang. Ashel mengernyit melihat Adel menghentikan motornya di depan sebuah Apartemen. "Kok kita kesini?" Tanyanya panik. Kepalanya tertoleh melihat ke samping, sepi. "Del, kamu gak mau ngapa ngapain kan??" Balasnya gemetar.

Adel melepas helmnya dan menatap lewat spion motor. "Tadi kan udah di bilang mau nunjukin sesuatu, Shel."

"Tapi kenapa kesini? Bikin parno aja."

"Turun dulu gih." Adel turun dari motornya.

Ashel tetap berada di atas motor, matanya menatap Adel was-was. "Kenapa sih? Takut bener sama pacar sendiri." Tangan Adel terulur membantu Ashel turun dari motor.

Ashel terlihat sebal, mau tidak mau akhirnya turun dari motor. Dia berjalan di belakang Adel dengan sikap was-was. Adel mengambil sesuatu di dalam pos satpam dan menyerahkan sebuah tongkat pukul ke Ashel. "Kalau aku berani ngapa-ngapain kamu, pukul aja pake tongkat itu sampe kepalaku bocor." Katanya santai.

Mata Ashel terbelalak. Tapi tetap di pegangnya tongkat itu untuk berjaga-jaga.

"Tapi mukulnya jangan sampe bikin aku mati ya? Ntar gak ada yang secinta ini sama kamu. Harus pakai perasaan." Lanjut Adel dengan sikap serius.

Wajah Ashel sedikit memucat begitu Adel mulai menendang pintu Apartemen sampai terbuka lebar. Ruangan terbuka, cahaya matahari menyeruak masuk lewat jendela-jendela. Adel masuk terlebih dahulu kemudian diikuti Ashel berada di belakangnya. 

Adel berbalik menatap Ashel. Senyum Adel mengembang. "Del, kamu beneran gak macem-macem kan?"

Senyum Adel tiba-tiba menghilang.

Tatapan hangat di matanya pelan-pelan meredup.

"Tempat dimana aku dan mama liat sendiri papa selingkuh disini." Jawab Adel tiba-tiba.

Adel duduk di ujung ranjang dan melempar tas ranselnya sembarang. "Waktu itu ada tetangga yang bilang kalau papa pulang ke rumah tapi bukan sama mama. Dia sama perempuan simpanannya yang selama ini di sembunyiin." Adel menatap Ashel yang duduk di sebelahnya. "Akhirnya mama ngecancel semua kerjaan kantornya dan segera pulang.  Beruntung banget pas sampai rumah, mobil papa baru aja keluar gerbang dan mama ngikutin mobil papa dari belakang. Mama sempet nelfon aku buat nyusul beliau." Adel menutup wajahnya dengan telapak tangan. "Dan.... Mama mergokin papa lagi sama selingkuhannya disini." Adel menepuk kasar kasur yang di dudukinya.

Tongkat yang berada di tangan Ashel mendadak jatuh ke lantai.

Ashel mengusap bahu kanan Adel untuk menenangkan. "Mama syok, Shel. Laki-laki yang selama ini dia percaya ternyata seorang bajingan."

"Sekarang mama papa kamu dimana?"

"Tiga tahun lalu mama mutusin buat cerai. Abis itu aku gak tau lagi beliau tinggal dimana, Gimana kondisinya, sehat atau udah gak ada. Papa kemarin pulang, tapi gak tau dia tinggal dimana."

"Kalau waktu itu mama gak dapet telfon dari tetangga, mungkin mama masih hidup sama laki-laki brengsek itu yang aku kira adalah rumah. Ternyata kandang babi."

Mata Adel terlihat memerah menahan emosi. "Nomor mama udah gak bisa di hubungi sejak cerai sama papa. Aku kehilangan semuanya, Shel." Adel terlihat menahan tangis.

Ashel membisu. Di tatapnya Adel yang mendadak jadi sosok yang rapuh nyaris tak tersentuh.

"Masih ada aku, Del. Kamu gak sendirian. Dan jangan pernah benci dengan papa kamu. Mau gimanapun beliau tetaplah orang tua yang harus kita hormati." Ashel mengusap lembut bahu kanan Adel. "Kita memang punya keinginan tapi dunia punya kenyataan. Sabar ya. Semua akan baik-baik aja." Di peluknya tubuh Adel dengan tenang.

Cewek KulkasKde žijí příběhy. Začni objevovat