BAB 3

7K 2.1K 185
                                    

Semesta pasti sedang bercanda. Oh, tentu saja!

Sultan sudah kehilangan investor incarannya sejak tahun lalu lantaran terlambat menghadiri rapat yang sudah sekretaris jadwalkan untuknya sedari minggu lalu dengan begitu sempurna. Dan coba tebak semua itu karena siapa?

Oh, tentu saja manusia sialan yang tadi pagi memeras uangnya. Sultan kesal. Padahal ia sudah berusaha melewati jalan pintas agar cepat sampai, siapa tahu insiden menyebalkan seperti tadi pagi akan terjadi?

Ah, Sultan juga patut disalahkan sebenarnya. Ia bangun kesiangan, tapi tidak sesiang itu. Waktu seharusnya masih bisa dikejar andai manusia gembel yang tadi menghalangi jalannya tidak pernah lahir ke dunia.

Salahkan Pula Mr. Arata Daichi, pengusaha asal Negeri Sakura yang ... oh, menginginkan rapat di pagi buta, meski jam setengah sembilan tentu tidak bisa dikatakan pagi buta.

Sial! Tidak. Ini bukan salah Sultan. Bukan juga salah rekan bisnisnya yang tak lagi mau diajak rekanan lantaran terlanjur mengecap Sultan dengan manusia tidak disiplin waktu. Ini jelas salah wanita itu dan hujan. Hujan membuatnya malas bangkit dari ranjang yang hangat, dan wanita itu memperparah segalanya.

Demi Tuhan, hanya lima menit. Ia terlambat lima menit dan semuanya menjadi buyar. Ah, ya. Waktu adalah uang dalam dunia bisnis. Lima menit bisa berarti banyak. Dan Mr. Daichi memang terkenal sangat ketat dalam kedisiplinan.

Lupakan Mr. Daichi yang sudah pergi, karena ada hal lain yang jauh, jauh, jauh lebih penting dari itu sekarang.

Sultan melonggarkan ikatan dasinya yang terasa nyaris mencekik leher saat mendengar kabar dari sang ibu yang menangis di seberang saluran. Raja menghilang. Adiknya hilang. Pengasuh yang bertugas menjaga telah lalai. Lalai. Sultan benci satu kata itu, dan membenci setiap orang yang melakukannya—meski ia sendiri telah melalaikan waktu dengan menghilangkan kesempatan besar berekanan dengan Mr. Daichi. Oh, sekali lagi itu bukan salahnya.

“Mama, tenang,” katanya lembut, berusaha menghibur ibunya yang masih cegukan meski ia sendiri mulai cemas. “Sultan akan berusaha menemukan Raja. Sultan janji.”

“Benar, ya. Mama takut Raja kenapa-napa.” Suara serak wanita paruh baya di seberang saluran sungguh mengganggu Sultan. Sejak dulu, ia tidak pernah suka ibunya menangis.

Sultan mengangguk, lupa kalau lawan bicaranya tak akan bisa melihat. Pun tidak cukup peduli akan hal tersebut, karena ia langsung mematikan sambungan telepon mereka, bersiap menghubungi orang-orangnya untuk menemukan Raja. Segera.

Ya, ampun! Ia mendesah dalam hati seraya meraih gagang telepon untuk menghubungi sekretarisnya di luar ruangan, melimpahkan segala tugas pada orang yang sudah ia gaji sangat besar demi menuntaskan segala keruwetan dalam hidupnya—karenanya ia lebih menyukai sekretaris laki-laki, perempuan tidak akan sanggup melakukan perintah sebanyak itu. Makhluk hawa terlalu merepotkan.

Belum juga gagang mencapai telinga, ponselnya sudah kembali bergetar di atas meja yang sesak oleh berbagai berkas serta laptop yang layarnya sudah menghitam lantaran terlalu lama dibiarkan. Sultan meliriknya sekilas. Nomor baru. Mengembalikan gagang pesawat telepon ke tempat semula, Sultan menaikkan alis. Dengan sedikit kerutan di kening, ia angkat panggilan tersebut lantas menempelkannya ke kuping kiri.

“Halo?”

Seseorang di sana—yang entah siapa—tak langsung menjawab. Bunyi dehaman pelan yang diselipi rengekan familier membuat Sultan menegakkan punggung waspada. Kerutan di keningnya mulai terbentuk samar. Ia kenal rengekan itu.

Rengekan Raja, pikirnya dengan bibir terkatup. Siapa pun manusia yang menghubunginya ini, bisa jadi dia memiliki maksud jahat pada sang adik. Atau dia hanya menemukan Raja, kemudian mengenali pakaian adiknya yang berkualitas bagus lantas memanfaatkan situasi dengan mencoba memeras Sultan. Sultan mendengus memikirkan itu, teringat kejadian tak menyenangkan pagi tadi. Manusia di zaman ini memang tak lagi bisa dipercaya dan diandalkan bila sudah berurusan dengan uang.

PadmaOù les histoires vivent. Découvrez maintenant