Prolog

133 25 3
                                    

Malam....

Namanya Malam, anak lelaki kecil yang daritadi berlarian dari sang mama. Energinya tak habis-habis, hingga wajah sang mama memerah sakin berpeluh. "Malam, sini. Mama udah nggak kuat lari!" panggil sang mama pada anak sulungnya.

Malam kecil yang masih ingin bermain, memperlambat langkahnya dan menghampiri sang mama yang sudah berduduk di tangga teras rumah. "Mama udah capek, ya? Ayo, kita masuk ke rumah aja ... Bobo di dalam," saran anak kecil itu seraya menarik lengan mamanya.

Sang Mama tahu betul anaknya belum puas bermain. Namun, ia rela mengabaikan keinginannya. Sebuah senyum pun terindah di wajah sang mama. "Malam masih mau main?" tanya sang mama.

Malam menggelengkan kepalanya cepat-cepat. "Enggak," katanya. "Malam mau sama Mama aja,"

Sang Mama hanya terkekeh melihat anak lelakinya, "Nggak apa kalau Malam masih mau main ... Mama jagain dari dalam aja. Gimana? Mau, nggak?"

Terlihat jelas cemas di wajah mungil itu. Sang Mama pun mengacak rambut anaknya gemas. "Sini deh, mama bisikin," ujarnya seraya berbisik di telinga anaknya. "Di ujung jalan sana, ada tempat bermain, banyak temen juga," bisik sang mama sambil menunjuk.

Wajah mungil Malam langsung berseri-seri. Begitu ketara keinginannya untuk berkenalan dan bermain. Sang Mama lalu memberikannya sebuah dorongan memotivasi. Namun, Malam kecil masih terlihat bimbang. "Apa mau mama temenin?"

Malam langsung kelabakan, "Jangan ... Malam sendiri aja deh, Ma. Kan udah gede!"

Sang Mama pun hanya terkekeh melihat putra pertamanya yang begitu malu jika perlu ditemani begini. Ia melihat anak kecilnya ragu-ragu berjalan ke tempat yang disarankannya tadi sambil sesekali menoleh ke arahnya seakan mencari keberanian. Dua ibu jari diberikan sang mama sebagai menyemangat, menunggu Malam sampai pada tujuannya.

Dan, benar saja kata mamanya. Tempat ini begitu ramai! Bukan benar-benar sebuah taman bermain, tapi rumah besar dengan halaman yang luas penuh dengan alat bermain. Malam semakin meragu, apakah boleh dia ikut bermain di rumah orang lain? Kiri kanan, ia melirik banyak anak berbagai kalangan usia tengah sibuk tertawa ria. Semua begitu sibuk hingga tidak menyadari kedatangan Malam, setidaknya hampir semua. Karena, ada satu anak perempuan yang tengah duduk di bawah pohon sana, terus melihatnya begitu lekat.

Pelan-pelan, Malam menghampirinya. "Kenapa di sini rame sekali? Apa semuanya saudaramu?" tanyanya pada dia yang memakai rok berwarna merah bata.

Anak perempuan itu menggelengkan kepalanya, "Bukan," jawabnya.

"Lalu siapa?" tanya Malam sekali lagi.

"Bukan siapa-siapa."

Malam mendengus seraya duduk di sebelah teman barunya. Ya, setidaknya Malam sudah menganggap mereka akan segera menjadi teman. "Aku nggak ngerti," sahutnya.

Anak perempuan itu memutar kedua bola matanya, "Berapa umurmu?" tanyanya.

"Enam tahun."

"Kita sama," gumamnya yang kemudian memandang Malam penuh selidik. "Kamu belum bisa baca, ya?

Malam kecil langsung mengerutkan alisnya dengan tersinggungg,"Enak aja! Udah bisa!" belanya.

"Lalu, kenapa kamu nggak baca papan di depan?" tanya anak perempuan yang Malam belum ketahui namanya.

"Aku malas mengeja," kilah Malam sambil terkekeh.

Anak perempuan itu langsung mencebik pada Malam. "Jangan biasakan begitu. Nanti kamu bisa jadi robot pemalas!" ucapnya menakuti.

Selamat MalamHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin