12

6 1 0
                                    

Azalea bersembunyi di balik pintu kamarnya, memegang sebuah pensil serta buku tulis bergambar Doraemon. Gadis itu menatap sebuah poster abjad usang yang ia temukan di tepi jalan sepulang mengantar kue.

Sekilas wajahnya terlihat bingung. Azalea menatap satu per satu deretan abjad yang terbentang di depan matanya penuh tanda tanya. Perlahan tangannya meraba poster tersebut, mengikuti guratan demi guratan setiap abjad.

"Ini bagaimana cara menulisnya? Dan apa bunyinya?" Azalea melemaskan pundak. Menatap pilu buku serta pensilnya.

Gadis itu bangkit. Berniat mengembalikan buku dan pensil ke tempatnya semula, yakni meja toko kue Bu Juwi. Sambil mengendap, Azalea perlahan mendekati ruangan neneknya. Namun, belum sampai ke tujuan dirinya sudah dikejutkan dengan kedatangan Redi yang tiba-tiba.

"Kamu ngapain?"

Azalea tersenyum kecut. Wajahnya pucat pasi, ia takut jika Redi akan mengadu pada neneknya.

"Lea." Redi menatap Azalea yang terus menunduk dengan kening berkerut.

"Mau kembaliin ini," jawabnya terbata.

Azalea memohon pada Redi untuk tidak membahas hal ini di depan Bu Juwi. Ia tidak ingin terjadi hal yang tidak diinginkan. Bagaimanapun, gadis itu hanyalah penghuni baru di rumah tersebut walaupun dirinya adalah cucu si empunya rumah.

Sambil tersenyum, Redi menepuk pundak Azalea. "Kamu tenang saja. Bu Juwi tidak akan memarahimu karena kamu telah menyembunyikan buku catatan pesanan kue miliknya."

Mata Azalea membola. Ia bahkan tidak tahu jika buku yang sudah terlipat tiap ujung lembarnya ternyata masih digunakan. Dengan gerakan cepat, gadis penjual bunga itu meletakkan kembali barang yang sudah ia ambil dari tempatnya. Suaranya lirih, mengucapkan kata maaf sebelum meninggalkan ruangan neneknya.

"Emang buku itu untuk apa, Lea? Membuat pesawat?" tanya Redi saat mereka sudah berada di halaman rumah Bu Juwi. Duduk manis, di bawah pohon jambu air.

Azalea menatap Redi dengan wajah pilu. "Tadinya aku ingin belajar menulis dan membaca, tapi tidak tau caranya."

Wajah Azalea cemberut. Ia menunduk menatap kaki kotornya. Tinggal di rumah bagus, tak lantas mengubah keadaan Azalea dan Redi dalam sekejap. Pakaian serta penampilannya masih sama seperti saat mereka berdua tinggal di gubuk reyot pinggiran kota.

Redi terdiam. Memikirkan bagaimana caranya mereka bisa belajar tanpa harus sekolah.

"Bagaimana kalau nanti sore kita kembali ke tempat kumuh saja?"

Azalea menaikkan alis seolah bertanya, "Mau apa?"

"Ya, barangkali di sana ada Kak Adam. Kita bisa bertanya padanya."

Azalea mengalihkan pandangan ke jalan. Lalu lalang kendaraan mewah serta pejalan kaki berpakaian bersih membuatnya sedikit iri. Seorang anak digandeng ibunya, dan remaja-remaja berjalan sambil bercanda. Sungguh indah kehidupan orang lain di matanya.

"Bukankah Kak Adam sudah menemukan jalannya sendiri? Aku lupa dia ke mana. Apa kamu lupa?"

Lagi-lagi Redi terdiam. Ia tidak tahu harus apa dan ke mana untuk bertanya. Bahkan teman-teman mereka di tempat kumuh tak satupun bisa membaca dan menulis kecuali Adam.

"Kita pikirkan nanti malam saja, saat toko milik nenekmu sudah tutup. Sekarang kita harus membantu Bu Juwi dulu."

Azalea mengangguk tanpa menyahut ucapan Redi. Keduanya bergegas membersihkan peralatan membuat kue dan disusun pada tempatnya masing-masing seperti yang sudah diajarkan oleh Bu Juwi.

"Sudah selesai?" tanya Redi sambil mengelap pisau kue.

"Sebentar lagi."

Azalea melihat ke arah jam yang tertempel pada dinding sebelah kiri. Wajahnya terlihat bingung sebab tidak terdapat angka pada jam tersebut.

"Ini sudah jam berapa?" tanyanya tanpa menoleh.

Redi melihat sekilas ke arah jam dinding kemudian tersenyum kecil.

"Akan kujawab nanti kalau aku sudah pandai."

Tawa Redi pecah. Tidak lucu menurutnya, tapi setidaknya hari ini ia bisa melihat sahabatnya tertawa, meski samar.

"Berapa lama lagi?"

"Sampai dewasa mungkin. Sampai aku paham segala hal dengan sendirinya."

Setelah semuanya dirapikan, Redi dan Azalea menutup toko milik Bu Juwi dan berlalu menuju dapur untuk mengambil sampah. Sementara Bu Juwi sedang membawa Bu Sari berobat ke klinik tidak jauh dari rumahnya.

*****

Siang telah berlalu. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Azalea beranjak dari tempat tidur setelah ibunya terlelap. Ia melangkah perlahan menuju kamar Bu Juwi untuk memastikan bahwa neneknya juga sudah memejamkan mata.

Sebuah poster kotor ia sembunyikan di balik punggung. Dengan hati-hati, gadis tersebut menghampiri Redi yang sudah menunggu di ruang tamu.

"Apa yang kamu bawa?" tanya Redi setelah Azalea mendekat.

"Ini?" Azalea mengulurkan gulungan poster tersebut pelan.

Redi membuka benda tersebut lalu mengamatinya dengan seksama. Mata bulatnya menyisir satu per satu abjad yang tertulis di situ. Keningnya berkerut, menatap kosong pada selembar kertas di hadapannya.

****

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 03, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AzaleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang