14 ೫ Sore Mendung

155 21 3
                                    

ထ • • ೫ • • ထ

"Aku hamil."

Viola menyerahkan sebuah tes kehamilan yang ia pegang pada lelaki dihadapannya. Setelah seminggu lebih ia berusaha memendam semuanya dan meyakinkan bahwa ia bisa mengurus ini semua sendiri. Tapi nyatanya ia tidak bisa, ia butuh seseorang untuknya, Alfa. Apakah lelaki itu bisa menyelesaikan masalah ini? Entahlah, Viola hanya memberitahu lelaki itu,

"Kok bisa?! Trus lo mau apa? Anak gue?" Alfa terkejut dibuat oleh Viola, mengapa Viola tiba-tiba mengatakan bahwa dirinya sedang hamil.

Viola menegukkan salivanya. "Lima minggu pasti anak kamu. Sedangkan waktu itu sekitar dua minggu kemarin, aku yakin anak kamu."

"Gampang banget lo ngomong!"

"Kamu pikir ngomong sama kamu itu mudah? Sulit Alfa, apalagi kita berdua udah jaga jarak." 

"Tapi lo seneng kan jauh dari gue? Buktinya lo berani jadi model promosi Sekolah sama cowok itu." Alfa menunjuk spanduk besar yang menampilkan Viola dengan lelaki lain berpose untuk mempromosikan Sekolah.

"Iya."

"Ch.."

"Trus gimana? Gue juga gatau harus gimana kalo lo ngira gue bakal kasih solusi."

"Kamu harus tanggung jawab."

Alfa menatap tidak percaya pada Viola. "Jangan mentang-mentang cantik, lo jadi berani seenaknya sama gue. Nggak takut ditolak lo?"

"Trus aku harus gimana?"

"Kali aja tes nya salah."

"Kalo kamu nggak bisa ngasih solusi apapun, terpaksa aku harus bilang ayah. Karna aku nggak bisa nanggung ini sendirian. Alfa, kamu nggak mau tanggung jawab?"

Alfa memejamkan matanya. "Kasih gue waktu. Dan lo kenapa baru bilang sekarang?!"

Viola harap Alfa serius akan memikirkannya, ia akan memberi lelaki itu waktu beberapa saat. Namun Viola tetap khawatir Alfa hanya mengulur waktu dan menghindarinya lagi. Memang, jika sudah seperti ini hanya ada dua jalan lahirkan atau gugurkan. Viola yakin Alfa tidak akan menyuruhnya untuk menggugurkan kandungannya, setidaknya ia masih berpikir Alfa memiliki hati nurani untuk mempertahankan darah dagingnya sendiri.

"Kamu masih nanya kenapa aku baru bilang?"

Viola langsung meninggalkan Alfa setelah mengucapkan kalimat terakhir barusan, karena ia tidak membutuhkan jawaban dari mulu Alfa yang hanya bisa menyalahkannya saja sebelum mengetahui yang sebanarnya.

Dan ternyata dugaannya benar, Alfa seperti melupakan apa yang sudah ia beritahukan padanya. Lelaki itu masih terlihat santai tanpa beban berkumpul bersama kumpulannya, Viola hanya bisa memperhatikannya dari jauh. Jika terus seperti ini, mungkin perutnya akan terlihat duluan. Viola harus menyelesaikan ini tanpa menunggu Alfa? Benar.

ထ • ထ

Malam sunyi membuat Viola tidak berhenti untuk berpikir bagaimana caranya memberitahu ayah tanpa terkena amarahnya. Tapi ia yakin pasti ayahnya akan marah besar, lagipula ayah mana didunia ini yang tidak saat tahu putrinya hamil diluar nikah.

Suara jarum jam berdetak beriringan bersama detak jantungnya yang terus berpacu dengan cepat. Ia mulai semakin resah, Alfa yang tidak mempedulikannya lagi membuatnya melangkah dengan tergesa dan tidak tahu pasti ini keputusan yang tepat atau tidak. Apapun yang terjadi ia harus memberitahu ayah, lalu menerima kemarahannya, dan menuruti perkataan ayah untuk langkah selanjutnya.

Viola bangkit setelah menemukan cara yang tepat memberitahu ayahnya dan mencegah terjadinya kemarahan yang besar. Ia mengunci pintu kamarnya lalu menarik napas sejenak untuk bersiap.

LilacWhere stories live. Discover now