20 ೫ Griya Tawang (1)

136 17 0
                                    

ထ • • ೫ • • ထ

Indera pendengaran Viola tidak salah mendengar pertanyaan kotor dari mulut suaminya. Bagaimana pertanyaan itu bisa mudah lelaki itu ucapkan bahkan dengan wajah biasa saja.

"Kenapa nanya gitu?"

"Ya gue penasaran aja, lo pernah?"

"Enggak."

Alfa menganggukkan kepala dengan paham, terus menyantap sarapan paginya.

"Besok pagi kita pindah."

"Pindah? Kamu nggak ngomongin hal kaya gini sebelumnya."

"Yakarna terserah gue. Apa lo kesenengan tinggal di istana rumah gue?" Alfa langsung menoleh menatap serius pada Viola. Karna ditatap tidak bersahabat oleh Alfa, membuat Viola hampir tersedak. Bukankah semua manusia memang senang hidup dengan berkelimpahan harta yang mewah. Tidak mungkin kan, hanya Viola?

Kini Alfa paham melihat reaksi Viola, jadi istrinya ini menyukai hal mewah. "Tenang aja gue udah nyediain tempat tinggal buat kita berdua yang nggak bakal bikin lo kecewa."

"Ucapan kamu ini bisa aku percaya?"

"Lo nggak percaya ucapan suami?"

Viola kembali menguasaikan pembicaraan tiada henti yang akan merambat sampai jauh. Ia harus terbiasa mengiyakan semua perkataan lelaki yang sudah menjadi suaminya ini.

"Lo takut hidup miskin?"

Viola terdiam, bahkan pergerakan tangannya yang memegang garpu ikut diam.

Alfa mengangguk dengan perlahan seraya membuang muka, mengumpat karena dunia hanya mendukung kaum good looking. Sulit dipercaya hidup Viola begitu mulus. Memiliki wajah cantik, di ratukan satu Sekolah, dan kini menikah dengan lelaki bermarga Remaire yang aset kekayaannya tidak akan habis sampai tujuh turunan. Sungguh hebat!

"Kamu kan tau sendiri waktu aku tinggal sama ayah hidup seadanya."

"Matamu!" Alfa berdecih, ia tau bagaimana hidup Viola bukan seperti yang dideskripsikan Viola. Sangat tidak benar. "Punya tas sepatu parfum branded, lo kira gue buta?"

"Semuanya dikasih, aku juga nggak mampu beli sendiri."

"Terserah gue cape. Dah ga nafsu!" Alfa membanting pelan piring dihadapannya, lalu pergi meninggalkan Viola.

Selama melangkahkan kaki Alfa memikirkan ucapan Viola barusan. Semuanya dikasih? Berarti perempuan yang sekarang ia nikahi adalah sosok penampung barang pemberian orang-orang. Apa Viola tidak punya logika yang benar? Mengapa perempuan itu memakai pemberian orang-orang padahal belum tentu menyukai orangnya, apa tidak ada yang menyebutnya pemberi harapan palsu?!

Bukankah perempuan tulus hanya akan memakai pemberian dari lelaki yang dicintainya. Alfa tidak bisa berpikir positif, satu persatu ia mengetahui karakter tersembunyi dari Viola.

ထ • ထ

Kini suami istri tengah sibuk memasukkan segala macam pakaian kedalam koper. Masih sibuk, Viola juga menyusun dan mengemas semua produk perawatan kecantikan miliknya.

"Alfa, nanti kita pake asisten rumah tangga kan?"

Pergerakan tangan Alfa langsung terhenti dengan sekejap, menoleh melihat istrinya lalu menghela napas. "Engga ada."

"Kamu nggak mampu bayar ART?" lagi, dengan polos tampang tidak berdosa Viola melanjutkan topik ini. "Nanti kalo nggak ada ART yang bersih-bersih siapa?"

LilacWhere stories live. Discover now