10. Two of us🌵

52 8 3
                                    

Mark dan Lea baru saja sampai di rumah Haechan. Ini sudah sore tetapi sepertinya Haechan belum juga pulang dari kampus.

"Ini si Haechan bener-bener deh. Jam segini belum balik juga."ujar Mark seraya meraih handphone nya dan menelpon Haechan.

"Ya nggapapa dong. Biar kita makin punya banyak waktu berdua."kata Lea dengan santainya.

Mark tampak menghiraukan perkataan Lea. Ia sudah mulai terbiasa dengan sifat Lea yang terlalu berterus terang.

Mark membuang nafasnya denga kasar dan menghempaskan dirinya di sofa dengan malas, ketika Haechan tidak mengangkat telepon darinya.

"Pasti ngga diangkat kan? Lagian kenapa sih buru-buru amat kamu."ucap Lea sambil ngemilin makanan yang ada di meja ruang tamu.

"Buru-buru gimana? Aku udah dari pagi sampe hampir malam begini sama kamu. Aku juga ada kesibukan lain yang mau aku kerjakan."celoteh Mark.

"Iya deh maaf."kata Lea sambil membuka tutup botol minuman bersoda yang ada diatas meja.

Melihat itu, Mark langsung mengambil minuman bersoda itu dari tangan Lea dan menggantinya dengan air mineral.

"Mark balikin. Aku pengen minum itu."keluh Lea.

"Ngga. Jangan. Ngga baik buat tenggorokan kamu. Minum air mineral aja."kata Mark.

Lea pun akhirnya pasrah dan mengalah. Ia pun menuruti perkataan Mark dengan meminum air putih biasa.

"Mark. Tapi aku makasih banget loh buat hari ini. Aku juga udah mendingan, ngga ngerasa demam lagi."ucap Lea.

"Ia sama-sama."balas Mark.

"Oh ia. Boleh ngga next time kita ke tempat Dandelion itu lagi?"pinta Lea.

Mark pun menganggukkan kepalanya. Lea pun tersenyum sumringah. Kebetulan Mark melihat ada gunting kuku di dekat meja kecil yang ada disampingnya. Ia pun mengambilnya, bermaksud untuk menggunting kuku Lea.

"Aku boleh pinjam tangan kamu sebentar?"ucap Mark.

Lea pun dengan senang hati menjulurkan kedua tangannya. Lea sudah berekspetasi kalau Mark akan menggenggam tangannya dan menatap kedua matanya, tetapi ekspetasinya terlalu tinggi. Mark ternyata hanya ingin menggunting kuku tangannya.

"Huufhh. Kirain mau ngapain.",

"Emangnya kamu mikirnya aku mau ngapain?",

"Tau ah. Kamu ngapain gunting kuku aku segala. Gabut banget."ledek Lea.

"Biar kamu ngga buat pergelangan tangan kamu luka lagi. Aku harap kamu hindarin self-harmless kayak gini lagi. Alihkan sama hal yang lain. Kamu bisa sobek-sobek kertas contohnya. Atau coret-coret asal di selembar kertas."ujar Mark yang masih fokus menggunting kuku tangan Lea.

Lea pun sedikit terkejut tidak menyangka karena Mark ternyata diam-diam memperhatikan dan memikirkan keadaan Lea sampai sedetail ini.

"T- tapi ya sama aja Mark. Udah terlanjur ninggalin bekas yang banyak begini. Ngga bisa mulus seperti semula lagi kan."kata Lea.

"Setidaknya dengan cara ini ngga menciptakan bekas luka yang baru lagi. Akan lebih buruk lagi kalau semua kulit kamu terkena luka yang sama. Udah tau membekas, masa kamu mau menciptakan bekas yang lainnya lagi?"gumam Mark.

Lea pun tersenyum dan merasa tersentuh mendengarkan perkataan Mark.

"Mark, kamu pernah disakitin ngga sih sama orang yang pernah kamu sayang?"tanya Lea dengan randomnya.

"Kenapa emangnya tiba-tiba nanya begitu?"kata Mark.

"Ngga. Kamu tuh orangnya baik dan tulus banget. Kalau sampai ada orang yang tega nyakitin kamu, ya aku ngga habis pikir sih. Orang itu pasti bakal nyesal seumur hidupnya."ujar Lea.

DANDELIONS (END)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu