37. Ke-2

142 12 0
                                    

Happy reading~

•••••

"Udah baikan?" Ken mengambil gelas berisi air bening bekas Aira minum.

Aira mengangguk sebagai jawaban. "Thanks,"

Ken tersenyum dan mengangguk. Ken tadi langsung membawa Aira ke UKS agar Aira bisa lebih tenang. Keadaan Aira sudah lebih baik dari sebelumnya. Wajahnya tidak sepucat tadi, walaupun masih terlihat ketakutan. Ken harap, tidak ada yang perlu di takutkan setelah ini.

"Udah bisa cerita?" Tanya Ken lembut sambil berdiri untuk ikut duduk di brangkar UKS.

Aira menelan ludahnya susah payah ketika harus mengingat kejadian tadi. Ia benar-benar takut. Terdiam untuk beberapa saat untuk mengumpulkan nyalinya agar bisa berbicara kepada Ken.

"Lo harus bisa, lo jangan takut, lo nggak boleh jadi pecundang. Jujur sama Ken apa yang lo liat," Aira membatin untuk menguatkan hatinya.

Ken menghela tipis. Ia meraih kedua tangan Aira yang tertaut kencang. "Nggak papa, kalau lo nggak bisa,"

Aira menoleh. "Nggak," hawabnya cepat. Ia harus bisa, ia harus berbicara. "Tadi–" seolah semua yang akan di ucapkan Aira tidak bisa keluar karena tersangkut di tenggorokan. Tidak bisa keluar dan tidak ingin di telan kembali.

Ken semakin menggenggam erat kedua tangan Aira seolah menyalurkan kekuatan dan energinya untuk Aira bisa berbicara. Ken sebenarnya cemas melihat Aira yang sangat memaksakan diri untuk berbicara.

Tangan Ken beralih menepuk pundak Aira. "Kalau lo belum bisa, nggak papa. Kalau udah siap lo boleh cerita ke gue,"

"Nggak–

"Jangan maksain diri," potong Ken. Ia tak ingin hal buruk turut terjadi kepada Aira. "Lo butuh waktu buat semua ini. Jangan paksain diri lo, gue yakin nanti pasti lo bisa ngomong semuanya ke gue. Gue bakal nunggu sampai lo bener-bener siap."

"Thanks Ken, lo care banget sama gue,"

"Kita Kan temen," jawab Ken dengan senyumnya. "Gue mau nyemperin yang lain,"

"Nggak!" Dengan cepat Aira menahan tangan Ken yang hendak meninggalaknnya di UKS sendiri.

"Gue harus–

"Ken, plis. Gue takut," cicit Aira.

Ken mengalah, ia kembali duduk di tepi brangkar. "Gue bakal tetep di sini. Sama lo."

•               •              •

Jantungnya seolah bekerja berkali-kali lipat saat sesuatu melewatinya sangat dekat hingga membuat beberapa helai rambut di samping kepalanya terpotong.

"Apa tadi?" Tanyanya linglung seolah baru kembali ke kenyataan.

"Lo gak papa?" Tanya panik Argeo.

Ashel menggeleng. "Gue nggak papa,"

Tatapan Argeo beralih ke belakang Ashel tepat mayat Rani masih tergantung.

Mata Argeo seketika membelalak terkejut saat menemukan anak panah  tertancap di kepala Rani yang menunduk.

ARGEOWhere stories live. Discover now