Bab 5 - Ternyata

101 25 122
                                    

Scene berpindah ke lokasi Serena yang baru saja keluar dari lift menuju pintu keluar gedung.

Brrr.....

"Kenapa aku merasakan hawa aneh sekarang?" ucap Serena yang gemetaran itu.

"Mungkin perasaanku saja~" kemudian dia melangkah maju dan menyapa penjaga yang berada di depan pintu lobby lalu segera melangkah keluar gedung.

"Aku berniat tak akan masuk besok," gerutu Serena yang sedang berjalan di malam hari tempa yang sepi yang hanya di sinari rembulan dan lampu jalanan yang berwarna orange.

Setelah berfokus pada Serena, kemudian layar mengarah ke langit dan hari mulai berganti menjadi terang, layar kembali turun lalu menyoroti ke salah satu rumah berwarna hijau.

Alarm berdering di handphone, tangan yang mencoba meraihnya untuk segera mematikan alarm tersebut. Ternyata tangan tersebut milik Serena, lalu layar mengarah ke wajah Serena, terlihat secara perlahan mata Serena yang melihat jam Hp panik bahwa dia hampir saja kesiangan dan segera bersiap.

Beberapa saat kemudian, Serena yang berjalan sambil memantau isi Hp nya terdiam dan melamun.

"Rasanya aku melupakan sesuatu, " ucap Serena yang berpikir bahwa dirinya melupakan sesuatu lalu melihat jam di pergelangan tangan kiri.

Di bawah terik matahari  yang menandakan pukul 8 pagi, membuatnya menghentikan langkahnya karena berpikir sesuatu yang sempat di tinggalkan. Serena takut jika dia melupakan sesuatu, lalu dia mengecek satu persatu mulai dari atribut, seragam, sepatu, kerapian, dandanannya bahkan isi tasnya. Tak ada satupun yang bisa dia temukan.

"Aku juga tak lupa bahwa biasanya aku di telpon pacar namun sekarang udah putus dan kontaknya baru saja ku hapus tadi malam, lantas apa?" gelisah Serena yang berupaya untuk mengingat apa yang ketinggalan menurutnya ternyata tidak juga dia temukan.

"Ah! Benar, seharusnya aku makan terlebih dulu hari ini untuk mengisi energi. Agar bisa menghadapi orang semalam yang menyebalkan itu. Eh! Tapi aku kok tidak pernah bertemu dengannya ya di kantor ya," Serena yang bingung itu mulai merasa jenuh kembali.

"Aku masih ada sesuatu yang ketinggalan, apa ya?" pikirnya yang bertanya pada diri sendiri sembari menginga sesuatu yang terlupakan, namun dirinya tak menemukan sedikitpun.

Dring..dring...

Suara Hp yang berdering itu membuyarkan pikiran Serena sesaat, dari layarnya hanya tertulis 'Ibu Tiri Angkuh'.

"Ck... untuk apa dia menghubungi orang yang di bencinya," kesal Serena yang melihat siapa yang menghubunginya itu, namun Serena tetap menekan tombol hijau yaitu menerima panggilan itu.

"APA!" jawab Serena dengan kesal.

"Ya ampun Serena, ibu minta duit lagi dong. Ibu mau ada arisan tapi tidak ada uang, uang ayahmu kan jadi milikmu semua. Masa ibu tidak kebagian?" Suara serak itu membuat dahi Serena mengernyit sangat kesal.

"Ibu minum lagi? Apa jangan-jangan semalam ibu pergi dengan cowok-cowok kaya lagi?" tanya Serena sambil menebak-nebak yang tak ingin beranggapan dengan serius.

"Hei, jaga bicaramu pada ibu! Kalau bukan karena mereka, ibu dapat duit dari mana?" bentak sang ibu pada Serena yang kesal atas ucapannya Serena.

"Ya sudah, ibu minta saja sama mereka. Aku kan bukan anak ibu, lagipula saat kecil bukannya ibu mengirimku ke panti asuhan? Karena itu ibu tidak pernah punya anak sampai ayah meninggal!" cetus Serena dengan nada semakin kesal dan gak peduli lagi apa maunya sang ibu.

"Dasar anak tidak tahu balas budi dan tidak tahu diri!" geram sang ibu yang menilai Serena dengan pandangan yang buruk.

"Sebelum ibu bicara seperti itu, apa ibu pernah merawatku seperti anak? Bahkan dari kecil saja aku di panti asuhan dan ibu bilang pada ayah bahwa ibu menaruhku ke luar kota untuk sekolah ber-asrama. Siapa yang lebih tidak tahu diri sekarang?" protes Serena yang tak pernah mengalami sedikitpun rasa kasih sayang dari sang ibu tiri sendiri.

"Dasar pelit!" sambar sang ibu yang mengatai Serena adalah seseorang yang pelit. 

"Ibu berkata demikian? Padahal ibu sudah mengambil hak ibu dari ayah, mengambil rumahku dan 50% dari warisan ayahku. Apa ibu pantas berkata demikian?" balas Serena dengan berbagai pertanyaan yang mungkin sulit di jawab untuk sang ibu.

"Argh..," Gerundel sang ibu yang tidak ingin lagi mendengar berbagai petanyaan dari Serena.

Tut..tut..tut..

Kemudian sang ibu mematikan teleponnya. Sedikit membuat Serena terganggu dengan adanya telepon dari sang ibu tiri.

Setelah telepon terputus, Serena kembali tidak semangat. Tetapi Serena tetap melangkah maju sampai seberang perusahaan-nya yang berhenti menunggu lampu merah untuk menyeberang.

Dan menengok ke arah dimana pusat perbelanjaan itu berada, yang membuatnya sesak karena mengingat kejadian yang paling tak ingin dia ingat, hal itu akan membuatnya saki hati.

Serena berusaha tegar menghadapi hal itu, sejak kecil dia selalu berusaha tegar dan tenang, sosok yang paling dia rindukan adalah kasih sayang seorang ayah yang sangat menyanyanginya sebelum menikah dengan ibu tirinya.

Serena bahkan tidak tahu sama sekali harus bersikap bagaimana pada hari ibu, ibu yang pernah dia ucapkan adalah seorang ibu di panti asuhan yang paling dia sayangi.

#Sebagian cerita di sembunyikan

Skenario (TERBIT)Where stories live. Discover now