07. Roro Jonggrang

2.4K 358 13
                                    

Seorang tabib kerajaan terdiam selama memeriksa keadaan Pradita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seorang tabib kerajaan terdiam selama memeriksa keadaan Pradita. Sebuah kerutan tercetak jelas di keningnya. Ia lalu mengembuskan napas panjang dan beranjak berdiri menghadap dua dayang yang sejak tadi menunggu. Bukan dayang yang tadi, tetapi beda orang. Satu kurus, yang satunya lagi bertubuh gemuk. Yang kurus mempunyai ekspresi datar, penuh kewibawaan, dan pembawaan yang tenang, sedangkan yang gemuk tampak cemas.

"Kematian Gusti Prabu Boko sepertinya belum dapat diterima oleh Ndoro putri hingga membuat kesehatan tubuhnya menurun. Sebaiknya beliau jangan terlarut-larut dalam kesedihan karena itu akan semakin membuatnya kesakitan."

Gusti Prabu Boko?

Dalam diam Pradita terus mengeja nama tersebut di dalam hati. Nama Prabu Boko sungguh tidak asing baginya karena nama itu sering muncul di buku-buku legenda Roro Jonggrang yang ia punya.

Ini aneh. Di dunia nyata, tidak mungkin kan ada orang yang memiliki nama seperti itu?

Ck, kuno sekali.

Setelah tabib itu pergi, Pradita yang telah siuman sejak tadi perlahan duduk. "Kalian siapa? Dan aku ada di mana ini?"

Dahi dayang itu mengernyit, begitu juga dengan dayang yang berdiri di belakangnya.

"Ap-apa Ndoro putri benar-benar tidak mengingat kami?" Dayang yang bertubuh gemuk bertanya hati-hati.

Kedua alis Pradita hampir bertemu. Dalam hati ia bertanya-tanya, memangnya ia pernah mengenal mereka berdua? Pradita bahkan baru pertama kali bangun di tempat kuno seperti ini.

Dayang yang kurus berdeham, seakan-akan menyuruh dayang yang ada di belakangnya menutup bibir rapat-rapat. "Sepertinya Ndoro Putri butuh waktu untuk istirahat. Jika membutuhkan sesuatu, Ndoro bisa memanggil kami karena kami akan menunggu Ndoro di luar." Dayang itu berkata sopan, lantas menunduk sebelum akhirnya melangkah mundur menuju pintu ruangan tersebut.

Sebelum mereka benar-benar pergi, Pradita berseru, "Tunggu! Kalian siapa?" Kali ini ia bertanya dengan suara sedikit keras. Rasanya begitu menjengkelkan ketika pertanyaannya sama sekali tidak dihiraukan. "Dan...ini tempat apa?"

Dayang kurus itu tampak heran, tetapi memutuskan untuk menjawab, "Kerajaan Prambanan, Ndoro."

"Kerajaan Prambanan?" Pradita mengulang kalimatnya ragu, memastikan jika ia tidak salah dengar.

Tunggu dulu! Memangnya di zaman sekarang kerajaan Prambanan masih ada? Oh, jangan-jangan yang dimaksud adalah kecamatan Prambanan? Itu berarti rumah eyang tidak jauh dari sini. Ya, Pradita harus kembali ke rumah eyangnya sekarang juga.

Dengan segera, Pradita beranjak dari tempat tidur sembari memegangi kepala yang berdenyut. Buru-buru ia berjalan mendekati jendela yang terbuka, mencoba mengamati jalan mana yang akan membawanya ke rumah eyang.

"Ada apa, Ndoro? Kenapa Ndoro putri terlihat sangat panik?" Kali ini giliran dayang yang gemuk bertanya. Namun, Pradita tak menjawab karena ia lebih fokus memandangi taman luas yang ada di depan jendela kamar itu.

Seakan sadar jika ada orang yang tengah melihat dari jendela kamar, para dayang yang beraktifitas di taman itu seketika bersujud menghadap dirinya. Suasana bahkan berubah menjadi senyap, tidak ada suara tawa ataupun obrolan yang tadinya ia dengar dari dalam kamar.

Ya Tuhan! Kenapa juga mereka harus melakukan itu?

Sontak saja Pradita menoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan apakah ada orang lain yang ada di sana. Kan tidak mungkin jika mereka bersujud kepadanya. Memangnya, dia siapa hingga mendapatkan perlakuan se-istimewa itu? Seorang presiden bahkan tak diberi sujud.

"Di mana rumah Eyang Yanti?" Pradita berjalan mendekati sang dayang pemilik raut datar tadi yang masih berdiri tak jauh darinya. "Kamu pasti tahu 'kan? Rumah Eyang Yanti tidak jauh dari sini karena juga berada di Kecamatan Prambanan."

"Ampun, Ndoro putri. Hamba tidak mengerti dengan apa yang tengah Ndoro putri katakan. Jika boleh tahu, siapa itu Eyang Yanti? Di sini tidak ada yang memiliki nama itu."

Seketika Pradita tertawa renyah dan mundur beberapa langkah. "Kamu pasti bercanda. Pasti ini kerjaan Kak Ayundita 'kan? Dia pasti menyuruh kalian untuk mengerjaiku 'kan?" Perempuan itu menengok ke kanan dan ke kiri, mengamati setiap sudut ruangan, memeriksa, barangkali ada kamera yang tersembunyi.

Mengingat jika ini mendekati hari ulang tahunnya-masih sekitar dua minggu lagi-tentu membuat Pradita merasa yakin jika ia tengah di-prank oleh seseorang. Dan tersangka utamanya adalah Ayundita. Namun, setelah mengecek ke sana-kemari, Pradita tidak menemukan benda itu.

Berdecak, Pradita berbalik menghadap dayang yang masih saja menatapnya bingung. "Di mana Kak Ayundita? Jujur saja, lagipula aku sudah tahu semuanya. Acting kalian sudah selesai. Cut! Bubar!"

Tak kunjung mendapat jawaban, Pradita berkacak pinggang, berganti menatap dua dayang yang masih berdiri di depannya.

"Ampun, Ndoro. Hamba juga tidak mengerti apa yang tengah Ndoro Putri bicarakan. Hamba tidak mengenal orang yang bernama Yanti." Dayang gemuk itu menjawab takut-takut ketika atensi Pradita tertuju kepadanya.

Kedua mata Pradita langsung menyipit, menatap mereka penuh curiga.

Setelah lima menit masih dalam keadaan frustrasi, Pradita mengembuskan napas berat.

Baiklah, mari ikuti apa yang tengah Ayundita rencanakan. Berpura-pura tidak tahu adalah pilihan yang tidak begitu buruk. Pasti nanti kakaknya itu akan muncul sembari membawa kue dengan lilin yang menyala.

Eh, tapi bukankah ini terlalu awal untuk merayakan ulang tahunnya?

Berbalik, Pradita duduk di tepi tempat tidur sembari bersidekap dada. Berpikir.

"Apa Ndoro Putri membutuhkan sesuatu?"

Pradita nyengir. Ia baru sadar, apakah Ayundita yang menyuruh mereka memanggilnya dengan sebutan "Ndoro putri" supaya seolah-olah ia merupakan seorang putri kerajaan beneran?

Wah, kado ulang tahun yang cukup menyenangkan.

"Dayang Batari! Gawat. Pasukan Kerajaan Pengging sudah tiba!"

Wajah-wajah para dayang seketika berubah menjadi tegang ketika salah seorang gadis yang berpakaian seperti mereka berujar cepat dari balik pintu ruangan yang sedikit terbuka.

Pasukan kerajaan pengging?

***

Siap-siap permisah...

Tunjukkan apresiasi kalian terhadap cerita ini dengan cara vote, komen, dan follow❤️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tunjukkan apresiasi kalian terhadap cerita ini dengan cara vote, komen, dan follow❤️

Best regards,

Thimzyou

Selasa, 12 April 2022

Cinta Seribu CandiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang