•E

8K 710 14
                                    

||Jeongharu Area||
~~~~~~~~~~~~~~














Memasuki salah satu stratifikasi sosial sebagai suami istri dalam tatanan rumah tangga, kehangatan serta sentuhan intim dari beberapa pihak khususnya suami istri seharusnya lebih meningkat sehingga chemistry terjalin dengan baik.

Harusnya memang begitu, namun sangat berbanding terbalik dengan keadaan antara Jeongwoo dan Haruto yang mereka rasakan saat ini. Suasana sekitar mereka berdua menguarkan aura kesuraman dengan tidak adanya harapan untuk kedepannya, supaya menjalani semuanya dengan semestinya.

Posisi Jeongwoo yang sekarang sudah mendapatkan gelar menjadi kepala keluarga, sedangkan Haruto yang menjadi pendamping si kepala keluarga. Tidak terelakan aura yang mereka berdua keluarkan begitu saling mengintimidasi, serta beradu ketajaman mata.

Alasannya berawal dari Haruto yang mengendap ngendap untuk pergi ke luar rumah, tapi ternyata Jeongwoo yang memang sudah tabiat sang istri tentu saja bertindak siaga dengan menunggu di depan pintu. Dan ya, saat itu juga Jeongwoo semakin yakin bahwa Haruto akan sulit atau bahkan tidak akan pernah untuk dibuat tunduk pada siapapun, termasuk dirinya sebagai seorang suami.

"Lo gak buta waktu, kan? Liat Ru, sekarang masih jam berapa?" tanya Jeongwoo mulai angkat suara, setelah beberapa waktu hanya memperhatikan Haruto yang hanya diam tanpa niat berbicara ataupun sekedar memberikan penjelasan.

Decakan sebal Haruto utarakan, ia merasa sedang diintrogasi. "Ya, lo juga kalo udah tau ngapain nanya?"

Sepertinya ia salah karena sudah menjawab dengan ketus, kemudian berdeham pelan untuk  memudarkan suasana yang malah semakin mencekam. Namun, walaupun begitu bukan ketakutan yang melingkupi hatinya, akan tetapi ia menjadi semakin berani menatap tajam tepat pada netra Jeongwoo.

"Jam lima?" Alis Jeongwoo mengerut naik, ia pun menatap Haruto tidak kalah tajam. "Apa menurut lo pantes gak, subuh gini keluar cuman buat trek-trekan gak jelas sama temen seperbangsatan lo itu?"

Seketika Haruto geram, tersulut ia tidak terima teman temen seperjuangannya dikatai Jeongwoo. "Bacot anjing! Mau gue keluar jam berapapun ya terima aja, gak bisa lo larang karena gue udah minta tentang kebebasan yang gue dapetin sedari dulu sebelum kita nikah! Lagian kan, lo tau sendiri gue dari dulu begimana? Jadi gak usah ingkar ya, lo sendiri yang setuju!" Amuknya sembari berdiri, setelah menggebrak meja di ruang depan itu.

Jeongwoo pun spontan berdiri, raut wajah yang tersulut emosi ia perlihatkan dengan kentara. "Lantas, dengan begitu lo bisa seenaknya bangkang gue?!" Bentaknya yang tentu dibalas bentakan lagi oleh sang istri.

"Loh, itu'kan sesuai sama perjanjian yang udah kita atur! Jangan lo langgar gitu aja, cuman karena gue minta kebebasan yang udah jadi bagian dari hidup dan hak gue dong!" Haruto memang tidak pernah segan membentak bahkan memarahi Jeongwoo sekalipun.

Karena ia bukanlah submissive lemah yang mudah atau bisa diatur orang lain, apalagi diinjak serta direndahkan. Walaupun dengan alasan mendasar yang jelas hingga masuk diakal pun, wataknya yang keras kepala tidak akan bisa dilumpuhkan siapapun.

"Beda aturan lagi kalo kita udah nikah, Ru! Lo sepenuhnya udah jadi tanggung jawab gue dan musti lo terapin di otak lo bahwa semua peraturan dalam rumah tangga gue yang pegang, karena udah jadi kuasa gue dalam bentuk hal apapun!" Memaparkan penjelasan dengan geraman tertahan serta pancaran tatapannya sangat nyalang, tidak segan juga Jeongwoo bersikap keras pada Haruto.

Terlebih setelah berganti status ia lebih berhak dalam melakukan segala perihal, menyangkut urusan Harutonya. Apapun itu, termasuk kekerasan sekalipun jika dengan terpaksa mengharuskan ia mengambil langkah tersebut.

Different WivesDonde viven las historias. Descúbrelo ahora