•Hru

4K 283 52
                                    

Btw, sorry ya, hari lalu gak jadi up part epilog. Tentu, karena satu dan lain hal yang gak bisa Alin beberin ke kalian. Tapi untuk menebus rasa bersalah, akhirnya Alin tuntasin book DW ini sampe akhir.

Yey! Enjoy reading, then.



||Jeongharu Area||
~~~~~~~~~~~~~~


















Terlewat dua minggu semenjak memulangkan diri dari rumah sakit Jeongwoo akan selalu memantau Haruto meminum pil penggugur kandungan, dengan produk dalam kualitas terbaik yang ia beli dari luar negri tanpa sepengetahuan istrinya.

Tidak cukup membuat istrinya mengonsumsi pil tersebut secara rutin, dengan tidak tersisa nuraninya hampir setiap malam ia menekan perut sang istri.

Hingga Harutonya yang tidak kuasa menahan nyeri, selalu berakhir tidak sadarkan diri. Tetapi tidak sesuai prediksi, karena sang janin tidak mengalami keluhan apapun. Namun, ia sama sekali tidak memikirkan atau bahkan memperdulikan efek sampingnya yang harus istrinya tanggung sendiri.

Ketika setiap pagi Haruto menelan pil tersebut, ia harus melihatnya secara langsung untuk memastikan bahwa Harutonya benar benar menelannya.

Tidak hanya menampung sesaat dalam perut, kemudian dibuang. Dengan begitu ia bisa bekerja, tanpa terganggu pikirannya yang membuat dirinya resah.

"Argh! Shh..."

Berawal dari ringisan, semakin lama maka suara rintihan yang Haruto keluarkan.

Setiap satu jam setelah menelannya dan Jeongwoo pun sudah pergi bekerja, mati matian ia menahan sakit yang teramat akibat reaksi dalam kandungan obat tersebut mulai merambat ke perutnya.

Rasa sakitnya meletup letup, hingga menjalar ke setiap bagian sudut tulang diseluruh tubuh dalamnya. Belum lagi rasa mual yang melonjak di dalam perut terus mendorong sesuatu agar keluar dari mulutnya, tetapi tidak mengeluarkan apapun selain cairan bening.

Sekujur tubuhnya lemas, ia terjatuh di depan wastafel kamar mandi.

Dengan napas yang terengah engah, sembari menahan sakit yang tidak tertahan lagi ia berusaha merogoh handphonenya yang berada dalam saku celana. Setelah ada digenggamnya dengan segera ia menelepon suaminya, beberapa saat menunggu tidak ada satupun yang dijawab.

"Argh! Aaaaa... Jewuuu Hiks angkat cepet sakit!"

Sudah beberapa kali menghubungi nomor suaminya, hasilnya nihil. Padahal, tangannya pun telah bergemetar hebat.

Menyerah, ia meringkuk pada lantai yang dinginnya begitu menusuk. Menangis sembari merintih menahan rasa sakit yang membuat dirinya lebih memilih untuk mati saja, daripada merasakan rasa sakit yang begitu luar biasa hingga tidak bisa tubuhnya toleransi.

Hingga secara tiba tiba jarinya tidak sengaja menelepon seseorang yang entah siapa, saat tangannya meremat handphone tersebut begitu erat. Bahkan, untuk sekedar bergerak melihat layar saja ia sudah tidak kuat.

Telepon pun tersambung, dipenghujung putus asanya takdir masih memihak dirinya.

"Hallo?"

Suara dari orang yang tepat untuk menyelamatkan nyawa janinnya, menyapa dari sebrang sana.

"Kak Jii?! T-tolong hiks sakit Haru hiks rumah cepet arghhh eung! hiks sakit shh sakit!"

"Haru, tenang dulu. Sekarang kasih tau Kakak apa yang terjadi sama Haru, okey?"

"Cepet hiks sakit Kak s-selamatin bayinya!"

Tidak ada lagi suara yang menyapa dari sebrang sana, sambungan telepon pun mati tanpa pamit.

Different WivesWhere stories live. Discover now