•A

4.7K 521 18
                                    

Yo! Enjoy reading ya gaes.



||Jeongharu Area||
~~~~~~~~~~~~~~





















"Eungh......."

Haruto melenguh ketika dirinya baru saja tersadarkan kembali, gelap adalah sambutan pertama saat matanya terbuka. Ah, ternyata masih di tempat yang sama.

Ia tidak tau telah berapa lama terkurung di dalam ruangan gelap yang begitu sangat mengerikan dimatanya, tapi saat ini ia merasakan perutnya teramat lapar serta perih karena mengidap penyakit magh.

Padahal sudah terbiasa dengan kondisi seperti ini. Ia memang jarang mengisi perutnya dengan alasan malas makan, namun kali ini berbeda. Rasa sakitnya berkali kali lipat lebih perih dari biasanya, apa mungkin karena ia mendapatkan penderitaan yang Jeongwoo berikan?

Tanpa memperdulikan keadaan tubuhnya yang terasa sangat lemas, ia berusaha untuk mendudukkan diri.

"Argh! Shh......"

Seketika ia meringis saat secara tiba tiba kepalanya berdenyut dan terasa begitu berat, hingga tubuhnya terbaring kembali ke lantai yang mulai menghangat, mungkin karena suhu tubuhnya.

Tidak lama dari itu suara decitan terdengar, ada cahaya yang perlahan memasuki ruangan gelap ini membuat secercah harapannya merasa terkabul.

Matanya menyipit, tidak terlalu jauh ternyata rak besar yang perlahan terbuka sampai lebar.

Presensi tubuh yang menjulang tinggi sedang melangkahkan kaki bertujuan mendekati dirinya, dengan bahu lebar yang diibaratkan seluas samudra itu ia tau persis siapa orang tersebut. Walau tidak terlihat jelas karena dari posisinya berada di sekitar tetap gelap dan pandangannya pun masih mengabur, penglihatannya begitu samar samar.

Lidahnya yang kelu serta tenggorokannya yang terasa tercekat membuat suara enggan untuk keluar, padahal ia ingin segera berseru dengan keluhannya yang tidak nyaman berada di tempat ini. Tidak lupa juga, menyumpah serapahi dan juga mengumpati suaminya itu yang kini berjongkok di sampingnya.

"Ru?"

Jeongwoo mengulurkan tangannya pada kening Haruto, lalu menatap tepat pada manik berwarna bluish grey sang istri.

"Haruto?" Ia memanggil kembali tanpa mendengar adanya sahutan, tapi netranya ditatap balik oleh obsidian yang mulai mengeluarkan cairan bening.

Melihat istrinya yang begitu kacau, tentu perasaan bersalah mulai menggerogoti benaknya. Ia pun terpaksa mengambil langkah seperti ini, supaya Haruto sadar terhadap perilakunya.

Atau, jika saja Haruto tetap tidak jera maka ia mungkin akan mengambil langkah lain yang lebih extrime. Lagipula ia pasti sanggup walaupun resikonya akan menyakiti orang terkasihnya, sementara ia lebih cemas pada konsekuensinya yang sudah diprediksi bahwa Haruto akan pergi, meninggalkan.

Namun hanya rencana saja, karena tekadnya tidak ingin melakukannya dan jangan sampai terjadi di masa manapun.

"J-jjewu......."

Different WivesWhere stories live. Discover now