Chapter 4

73 24 14
                                    




Happy reading




.




Ileana membuka lemari pendingin, mengecek kelengkapan kedai yang tersisa di sana. Jika ada yang kurang ia bisa berbelanja untuk melengkapinya selagi kedai masih sepi.

Berbagai macam kebutuhan sudah ia cek, dan berakhir pada stok buah cherry untuk hiasan kue-kue basah. Buah itu masih banyak, agaknya cukup untuk besok. Melihat buah cherry, Ileana jadi teringat sesuatu. Matanya menyipit tak suka menatap buah sewarna merah cerah itu. Lalu ia tutup lemari pendingin dan bersandar di sana seraya bersedekap jengkel.

"Aku masih nggak percaya, di dunia ini ternyata ada manusia seaneh dia. Baru pertama kali aku temuin. Bener-bener langka, dan dia harus segera dimusiumkan." Gerutu Ileana geram.

"Siapa?" Tanya Nevan ingin tahu. Ia sedang sibuk mengelap gelas.

"Teman tentara yang kemarin pagi ke sini." Jawab Ileana datar.

"Teman tentara?" Nevan berusaha mengingat-ingat tanpa menghentikan kegiatannya. "Seingatku... ada dua orang tentara yang datang kemarin. Bukan satu. Emangnya kemarin ada lagi tentara yang datang selain mereka berdua?"

"Iya, mereka yang aku maksud." Netra Ileana terarah pada gelas-gelas yang sudah dibersihkan Nevan. Menatap kagum kilauannya yang menyilaukan.

"Mereka berdua tentara."

"Kamu yakin si idiot itu juga tentara? Dia nggak waras." Tampik Ileana.

"Yang mana yang kamu maksud?"

"Yang lebih tinggi."

"Oh..." tanggap Nevan cepat. "Pastinya dia tentara juga dong. Orang kemarin seragam mereka sama."

"Aku nggak yakin dia tentara. Dia nggak waras. Mana mungkin orang kayak dia bisa melindungi Negara tercintaku ini." Ucap Ileana dengan vokal yang dibuat dramatis.

Nevan terkekeh geli mendengarnya. "Gimana bisa kamu nilai dia nggak waras?" Ia menoleh pada Ileana dan menatapnya jenaka.

"Gimana dia nggak waras coba, dia nyuruh aku nyimpan cherry tiramisu-nya ke dalam celana dalamnya. Gila nggak tuh?!" Mengingat itu, emosi Ileana kembali membludak. Tak sadar suaranya meninggi mengutarakan kekesalannya. Bahkan dadanya ikut naik turun, helaan napasnya tidak teratur.

Ileana berhasil membuat Nevan tertawa lantaran melihat tingkahnya saat ini. Ia tahu tentara semalam hanya menjahili Ileana saja. Mungkin karena terlalu gemas melihat wajah menggemaskan Ileana. Dia akan mendapat kasus pelecehan seksual jika dia benar-benar memerintah Ileana melakukan itu. Sekarang, sedikit banyak Nevan mulai peduli tentang hukum.

"Cukup untuk pertama dan terakhir kalinya aku ketemu manusia seaneh dia. Jangan sampai lagi deh. Dia itu alien, bukan manusia." Akhirnya vokal Ileana kembali normal. Syukurnya dia dapat meredam emosinya sebelum meledak-ledak semakin parah.

Lonceng di pintu kedai berdenting, ada pelanggan yang datang. Ileana dan Nevan secara bersamaan menoleh ke sana.

Dengusan kasar Ileana hempaskan setelah mengetahui sosok yang datang. Ia rotasikan kedua bola matanya tanda jengah.

"Kamu lihat, 'kan, dia itu alien. Kayaknya dia tahu lagi kita gibahin. Makanya dia datang pagi buta begini. Manusia normal nggak bakal datang sepagi ini. Aku rasa dia punya antena pendeteksi suara di telinganya." Gerutu konyol Ileana.

"Ternyata karyawan di sini rajin-rajin, ya." Puji Dylan seraya melangkah pelan masuk lebih dalam, dengan kedua tangan yang saling bertaut di balik punggung. Sementara Ileana, bukannya merasa tersanjung atas pujian itu, malah menatap Dylan tajam. Karena dia sangat tahu, lelaki bermata tajam itu tidak sebenarnya memuji.

One Man Million FeelingsWhere stories live. Discover now