Chapter 24

22 12 3
                                    


◇◇◇


5 Years Later

Dylan memusatkan titik fokusnya pada gadis yang sedang bermain piano di tengah sebuah panggung megah, menciptakan lantunan musik untuk menggiring seorang penyanyi wanita ternama asal Indonesia. Gadis itu tampak anggun. Keanggunan alami yang ia miliki semakin terpancar malam ini. Rambut cokelatnya digulung dengan sisa yang menjuntai di sisi-sisi wajah dan nyaris menyentuh pundak terbukanya, memperlihatkan lekukan lehernya yang jenjang. Dipermanis lagi dengan peach putih selutut tanpa lengan yang ia kenakan, dengan taburan batu-batu mengkilat di bagian dada. Membuat dress itu tampak berkilau. Bahunya terekspos, pun dengan bagian dada atasnya. Namun tidak menampilkan kesan terbuka yang berlebihan.

Perempuan yang terlalu anggun. Dia terlalu rapuh untuk ditinggalkan bertugas. Dan Dylan tahu, bukan perempuan semacam itu yang bisa menjadi pendampingnya. Dia hanya akan mematahkan hati gadis itu jika mereka memaksakan untuk tetap bersama. Sikapnya yang tegas hanya akan membuat gadis lembut itu merasa tertekan. Profesinya yang selalu berbaur dengan maut hanya akan membuat gadis rapuh itu diselimuti kekhawatiran. Jika dia bersamanya, dia hanya akan selalu tersakiti. Dan Dylan tak bisa membiarkan itu terjadi. Dia bukan gadis yang tangguh untuk menjadi pasangan seorang prajurit. Dan sejauh ini, yang Dylan rasakan hanya sosok itu. Sosok yang sekarang entah berada di belahan bumi bagian mana, yang tak pernah lagi berada dalam radar netranya. Dia, yang akan selalu mengisi hati Dylan. Tak peduli seberapa lama waktu yang Dylan habiskan hanya untuk menunggu, Dylan akan selalu menunggu gadis itu. Karena hatinya yakin dia akan kembali suatu hari nanti, dan Dylan akan memilikinya dengan utuh.

Bukan Dylan tak berusaha mencarinya. Dia sudah berupaya keras untuk menemukannya. Dia juga sudah menginterogasi Pak Yudhi. Namun semuanya tak urung membuahkan hasil. Pak Yudhi tak mau memberitahu keberadaan Ileana. Entah memang dirahasiakan atau Pak Yudhi betul-betul tidak tahu. Dia pun tak pernah lagi melihat Nevan. Seakan Tuhan masih ingin merahasiakan keberadaan gadis yang begitu ia cintai kendati lima tahun telah berlalu. Just wait. Itu prinsipnya kini. Karena dia percaya gadis itu akan kembali. Dylan juga sudah bersumpah tak akan memberikan hatinya pada perempuan manapun. Dia memberikan seluruh hatinya hanya untuk Ileana Aneska. Tak masalah jika harus menunggu lebih lama lagi.

Andai saja kubisa
Genggam tanganmu
Takkan ada kata rindu
Di dalam hatiku

Tahukah dirimu betapa diriku Merindukan hadirmu ada di sini Percayalah kasih
Jarak dan waktu tak mampu menghapus
Janji setia menjaga hati

Dylan memejamkan mata begitu lagu yang sedang banyak diputar di Indonesia itu mengalun indah. Ia menyanyikannya dari hati yang paling dalam karena lirik dari lagu tersebut juga mewakilkan apa yang ia rasakan, mewakili kisahnya. Terlebih si pemilik lagu menyanyikannya dengan begitu khidmat, membuat suasana semakin mengharu-biru.

Menyanyikannya membuat pikiran Dylan merangkak mundur. Mengenang sepenggal kebersamaannya bersama Ileana yang tak bisa dilupakan begitu saja kendati hanya sebentar. Manis. Semuanya terasa begitu manis. Waktu sebentar itu sungguh terasa manis baginya. Semenyeramkan apa pun Ileana ketika mencecarinya, yang dapat Dylan rasakan hanya sebuah kemanisan. Seolah mulutnya selalu dijejali permen kapas ketika sedang bersama Ileana. Yang terasa hanya rasa manis, kenangan manis yang masih memenuhi kepala hingga lima tahun ini.

Tepukan riuh terdengar. Para penonton memberi applause untuk si penyanyi sekaligus pianis yang sudah menciptakan melodi indah di penghujung acara. Dylan berdiri, keluar dari kursi penonton. Meninggalkan festival musik megah yang diisi oleh artis-artis Korea dan internasional. Ia menuju ruang make up milik seseorang yang berada di balik panggung. Ia tak sembarangan masuk ke sana. Sebelumnya dia sudah meminta izin pada pihak penyelenggara acara dan manajer sosok yang akan ia temui. Ia juga meminta para staf yang mengurusi segala keperluan gadis itu agar mengosongkan ruangan. Dia membutuhkan waktu berdua dengan sang empunya ruangan. Mengembalikan waktu berharga yang tak sempat ia beri hanya demi mencari sosok yang berarti, yang telah lama meninggalkan hati. Dan Dylan berani bertaruh, si pemilik ruangan tak akan merasa keberatan sekalipun dia sedang kelelahan untuk meladeninya.

One Man Million FeelingsWhere stories live. Discover now