Chapter 27

18 12 0
                                    


◇◇◇

"Ada yang perlu aku bantu?" Dylan mendekat pada Ileana yang sedang menyiapkan keperluan memasak.

"Gak ada. Duduk dan tunggu aja di sana." Dylan berjalan menuju meja makan, mengeluarkan barang-barang belanjaan mereka.

"Aku boleh nata barang-barang ini? Semuanya bakal cepat selesai kalau kamu masak dan aku ngerapiin ini semua." Usulnya.

"Emangnya kamu bisa?" Ileana membalikkan tubuhnya menatap Dylan dengan sorot tak yakin.

"Aku lebih hebat dari arsitek." Jawab Dylan pongah. Ia mengangkat bahu tak acuh.

Ileana mencebik mengejak. "Buktiin kalau gitu."

"Selain barang-barang ini, ada lagi barang-barang lain yang perlu ditata?" Dylan amati perkakas rumah tangga yang baru saja Ileana beli. Tidak banyak, tidak memakan waktu sepuluh menit untuk ditata Dylan rasa.

"Ada, di box merah itu," netra Dylan berpendar mencari letak benda yang dimaksud Ileana. Gadis itu tak memberitahu posisinya dengan spesifik. "di kamar aku." Sambungnya seolah menjawab isi kepala Dylan. Tanpa mengucapkan apa-apa lagi, Dylan beranjak, memulai tugasnya menata barang-barang Ileana, sementara Ileana mulai memasak.

Tak disangka, Dylan melakukannya dengan cepat. Kendati Ileana harus menunggunya untuk makan bersama, namun gerakan lelaki itu terhitung gesit. Mungkin itu hasil didikannya selama bergabung di kemiliteran, mungkin juga karena barang-barang yang ia tata tak seberapa. Kurang dari satu jam Dylan telah menyelesaikan pekerjaannya.

Sebuah figura terletak terhimpit di antara benda-benda yang lain dalam box merah itu. Dylan mengeluarkannya, berniat memajangnya. Namun, buku-buku yang menghimpit figura itu membuat Dylan sedikit kesulitan untuk mengambilnya. Apalagi letaknya sedikit di dasar box. Agaknya Dylan harus mengeluarkan seluruh isinya dulu agar bisa mengambil figura tersebut.

"Harus berapa lama lagi aku nunggu kamu?! Buruan! Aku lapar! Tinggalin aja. Jangan sia-siain kebaikan aku untuk ngajak kamu makan bareng." Omel Ileana yang berdiri di balik punggung Dylan. Dylan sempat terperanjat kecil kala mendengar suara gadis itu. Ia letak kembali figura yang nyaris ia keluarkan dari box. Dylan baru mengeluarkannya setengah ketika Ileana datang. Jadi dia tak bisa melihat sosok di dalamnya dengan sempurna. Yang dapat ia lihat tadi hanya kaki seorang perempuan dan seorang laki-laki yang dibalut seragam militer. Foto itu mengusik rasa penasaran Dylan.

"Gimana? Kamu suka, 'kan?" Tanya Dylan begitu ia duduk di seberang Ileana. Dahinya dibanjiri keringat. Rambutnya lepek, tubuhnya terasa lembab. Lengan sweatshirt putihnya digulung hingga siku, basah di beberapa bagian, mencetak tubuh kekarnya samar-samar. Melihat keadaan Dylan yang seakan bekerja keras hanya untuk menata kontrakan kecilnya, hati Ileana terdorong untuk mengambil tissue, mengelap keringat di dahi Dylan secara spontan.

"Kamu kelihatan capek banget." Ucap Ileana dengan nada penuh perhatian sembari mengusap dahi Dylan dengan lembut.

"Kita udah kayak pengantin baru beneran. Kayaknya masih kebawa suasana di supermarket tadi." Celetuk Dylan. Sontak gerakan tangan Ileana terhenti. Suasana berubah canggung. Secepat kilat ia larikan tangannya mencapit sumpit, menyeruput mie-nya dengan cepat.

"Gak usah ngomong yang aneh-aneh. Buruan makan mie-nye." Titah Ileana tanpa menatap Dylan. Dia yakin wajahnya pasti sudah semerah kepiting rebus siap santap saat ini, Ileana tak akan memperlihatkannya pada Dylan.

Kekeh ringan Dylan meluncur di udara, seolah meledek Ileana. "Kenapa berhenti? Gak baik ngerjain sesuatu setengah-setengah." Sindirnya menatap Ileana yang terus menunduk, menyembunyikan rona di wajah.

One Man Million FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang