Chapter 35

13 10 0
                                    




◇◇◇



Ileana memejamkan mata seraya mengeratkan dekapannya pada jaket Dylan. Jaket yang pernah ia buang di depan Sweet Cofee lima tahun lalu. Jaket itu tertinggal di flatnya. Entah sengaja Dylan tinggalkan atau mungkin terlupakan.

Semenjak Dylan berlayar tiga bulan lalu, jaket itulah yang mengobati rasa rindunya terhadap lelaki itu. Feromon tubuh Dylan masih tertinggal di sana dengan begitu absolut. Semakin sulit berkomunikasi dengan Dylan tentu saja membuat Ileana semakin merindu. Sementara di sini Harini semakin menentang hubungan mereka.

Akhir-akhir ini Harini semakin menekannya di kantor. Memberinya tugas yang kelewat batas dan nyaris di setiap kesempatan menyerbunya dengan kata-kata pedas. Selalu memaksa Ileana untuk meninggalkan putranya sesegera mungkin. Dan sama halnya dengan orang-orang di luaran sana, terkadang pikiran dan hati Ileana sukar tak sejalan. Semakin sering Harini mengusirnya, semakin kuat keinginan Ileana untuk bertahan. Serasa dia tak gentar dengan kata-kata pedas wanita itu. Katakanlah Ileana tak punya malu. Namun untuk saat ini Ileana hanya mencoba untuk bersikap egois setelah sekian banyak tahun yang ia lalui dengan mengalah. Untuk kali ini saja Ileana ingin menentang keadaan. Ileana ingin menjadi pemenang setelah di kehidupan sebelumnya dia hanya menyandang gelar pecundang.

Tak bisa dikatakan banyak waktu yang sudah mereka lalui bersama. Tapi memasukkan Dylan ke dalam hidupnya bukanlah sebuah kesalahan bagi Ileana. Dia mencintai Dylan dan dia sadar itu. Meski ada ganjalan besar nan kokoh yang menghalangi hubungan mereka, namun Ileana yakin dia bisa memanjati tembok tinggi itu. Saat dia takut, Dylan bisa membuatnya merasa aman. Saat dia merasa dia hanya sendiri di dunia ini, Dylan selalu menemani. Dan saat dia menyerah pada dunia, Dylan selalu menjadi penyemangat. Bagaimana mungkin dia bisa meninggalkan Dylan begitu saja? Dylan bukan hanya pasangan, tapi juga menjadi sosok ayah yang selalu melindungi dan melimpahkan kenyamanan. Ileana bisa merasakan keberadaan ayahnya dalam diri Dylan. Kenyamanan yang mereka berikan setara. Bahkan bersama Nevan tak pernah membuat Ileana teringat sosok ayahnya. Hanya Dylan satu-satunya lelaki di dunia ini yang membuat Ileana bisa merasakan kehadiran ayahnya kembali. Karena mereka sama. Pembawaan Dylan sama persis dengan ayahnya, penuh wibawa dan kehangatan. Bersama Dylan membuat rasa rindu Ileana terhadap ayahnya terobati. Dan hanya Dylan yang bisa melakukan itu semua. Dylan lah yang Ileana butuhkan.

Dering ponselnya terdengar. Ileana yang nyaris larut ke alam mimpi kembali tersadar. Matanya terbuka dan tangannya meraba-raba nakas, mencari benda persegi panjang yang sedang berdering. Begitu berada dalam genggaman dan melihat display-nya, nama Dylan tertera di layar, mata Ileana lekas terbuka lebar. Panggilan video dari Dylan segera ia terima. Dan senyum manis Dylan menyambutnya kala panggilan mereka terhubung. Masih dalam posisi yang sama, lelaki itu masih berada di atas kapal perangnya, di tengah laut.

Ileana menelungkupkan tubuhnya agar bisa lebih leluasa memandang wajah Dylan. Melihat wajah Dylan mengingatkan Ileana pada tekanan demi tekanan yang selama ini diberi ibu lelaki itu padanya. Membuat matanya mengembun dan air di sana mendesak siap meledak.

"Kamu... baik-baik aja?" Tanya Dylan khawatir saat menangkap keanehan pada raut Ileana. Kendati ibu lelaki itu selalu menekan Ileana, memaksa Ileana agar pergi dari hidup Dylan, namun Ileana tak pernah menceritakan itu semua pada Dylan ataupun Nevan. Dia hanya memendam semuanya sendiri. Terlebih pada Dylan. Dia tak ingin menyulitkan posisi lelaki itu. Ileana menekan rasa sesaknya di dalam dada, tak membiarkan Dylan tahu apa saja yang telah ibunya lakukan terhadap dirinya, karena Ileana mencintai Dylan.

"Hm. Aku gak apa-apa kok." Jawab Ileana setelah berhasil menahan air matanya agar tidak jatuh. "Aku cuma terlalu kangen sama kamu." Lirihnya.

Dylan tertawa kecil. Tawa yang terdengar hangat, tawa yang selalu Ileana rindukan. "Tenang aja. Satu bulan lagi aku udah ada di sisi kamu lagi kok. Yang sabar ya."

One Man Million FeelingsWhere stories live. Discover now