~ Bagian 3 ~

87 41 17
                                    

-Halo-Halo Bandung!-

     "BOCAH! Sini lo! Jangan kabur!"

Sekumpulan pemuda tongkrongan pinggir jalan mengejar anak laki-laki yang sukses membuat mereka geram. Anak itu dengan berani-beraninya bertangan panjang. Mencuri makan siang mereka, pastilah mengundang emosi.

"Mana lagi bocah itu?" gerutu Farel, kedua matanya terus berhijrah mencari sasaran yang ia incar.

"Dasar brengsek, berani-beraninya nyuri makan siang kita."

"Pencar!"

Semuanya mengangguk dan mulai berpencar.

"Huh, makanya jadi orang itu jangan suka nyuri, tuh kan makanannya dicuri balik." batin anak itu yang bersembunyi diatas dahan pohon rindang.

Karena kenyataannya, bukan anak inilah yang tersangka sebagai pencuri sebenarnya, tapi para pemuda itulah yang benar-benar bertangan panjang.

Bug!

Merasa sudah memasuki zona aman, anak itu pun melompat, dan dengan cepat pergi untuk menemui korban yang sesungguhnya.

•|•|•|•

"Assalamualaikum, bu."

"Waalaikumsalam,"

"Ini bu, makanannya," anak itu memberikan kembali pemilik hak atas makanan itu.

"Ya Allah, makasih dek. Adek gak kenapa-napa kan? Gak diapa-apain sama pencurinya?" tanya bu Halimah, pengemis jalanan yang hidup berdua dengan bayinya di bawah jembatan.

"Gak bu, alhamdulillah lancar."

"Makasih banyak ya, dek." tangis bu Halimah merasa terharu, karena Allah telah mengirimkan sosok berhati malaikat ini pada mereka.

"Ah, iya bu. Ini ada uang dikit, bisa buat nambah beli susu buat si dede." anak itu menyodorkan uang sebesar 20.000, bu Halimah menerimanya dengan tangisnya yang semakin memecah.

Sangat bersyukur dan senang akan garis takdir yang Allah berikan.

"Makasih banyak dek, semoga Allah membalas lebih buat adek."

"Iya, aamiin."

•|•|•|•

Dialah Fajar Royan Erlangga. Anak laki-laki bandel, badung, nekat, dan nakal, namun memiliki hati yang bersih. Pribadinya sangat ramah dan pandai bergaul.

Kelahiran Tasikmalaya pada 02 November 2005 ini jago berlogat Sunda. Bahasa kasar atau halus pun sudah ia kuasai, tapi dia kondisikan hal itu ketika sudah menetap di Bandung, karena mengikuti jejak sang Ibu yang bekerja di kota Kembang. Apalagi di Bandung ini mayoritas berbahasa Indonesia walau terkadang logat Sunda halus digunakan.

Fajar adalah anak terakhir dari keluarga sederhana di kampungnya. Ya, bukan asli orang kota, tapi di desalah tempat kelahirannya. Bersaudarakan atas 5 orang dan dia sebagai anak bungsu, tak menghalang wataknya yang berani dan nekat jika sudah menginginkan suatu hal. Fajar bukan anak manja, dia anak yang mandiri, mampu mandi sendiri.

Apalagi saat ini ayahnya sakit keras, dialah satu-satunya harapan untuk bisa menjaga sang ayah. Ditinggal ibu yang tidak bisa stand by dirumah karena jadi tulang punggung keluarga, dan keempat kakaknya yang sibuk bekerja diluar kota. Itulah beban yang dialaminya selama ini sampe ngerelain pendidikannya.

Halo-Halo Bandung!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang