6. Terlibat Semakin Jauh

398 30 1
                                    

Reva terlihat sangat gugup. Wajar saja, mengingat kini ia tengah melakukan prosedur operasi untuk menyelamatkan Dario bersama dengan seorang pria bernama Sony. Sony sendiri adalah seorang dokter yang sudah memiliki gelar profesor di usia muda. Ia terkenal karena kejeniusannya, dan ia secara pribadi memiliki hubungan dengan Dario sekaligus dengan rumah hiburan yang dikelola oleh Dario.

Dengan pengalaman yang ia miliki, Sony tentu saja menyadari apa yang dirasakan oleh Reva saat ini. Hingga Sony yang masih berkonsentrasi untuk membersihkan pecahan peluru pada luka tembah Dario pun bertanya, "Kau seorang magang, bukan?"

Reva yang mendengar hal itu pun mengangguk. "Benar. Ini tahun pertamaku," jawab Reva tegang.

"Aku tidak akan bertanya mengapa seorang magang tahun pertama bisa terdampar di tempat seperti ini, serta membantuku mengoperasi si Bajingan ini. Hanya saja, ini adalah kesempatan emas bagimu. Perhatikan setiap hal yang kulakukan, karena itu adalah pengalaman yang tidak mungkin bisa kau dapatkan kembali," ucap Sony.

Reva sendiri mengangguk. Sebagai seseorang yang sudah magang selama satu tahun, dirinya tahu bahwa melihat operasi dan penanganan langsung dari dokter senior adalah salah satu hal berharga yang bisa mereka dapatkan selama magang. Bahkan rekaman operasi sulit yang dilakukan oleh para dokter atau profesor terkenal sudah sama berharganya seperti tas atau barang limited edition. Jadi, secara alami Reva pun terdorong untuk mengamati dan mengingat semua pengalaman yang ia dapatkan tersebut.

Tentu saja Reva tidak hanya mengamati, tetapi juga mengerjakan bagiannya sebagai asisten bagi Sony yang memimpin operasi. Meskipun melakukan operasi di ruangan yang tidak seharusnya, tetapi Sony melakukan semua dengan sangat baik. Dengan berbagai alat medis yang memang sudah dipersiapkan dengan cukup lengkap. Sedikit banyak membuat Reva merasa takjub, mengingat jika Dario dan Axel bisa menyiapkan semua itu agar tidak perlu pergi ke rumah sakit ketika ada situasi yang seperti ini.

"Suction," ucap Sony memberikan arahan pada Reva untuk melakukan tugasnya sebagai asisten di ruang operasi.

Reva segera mengambil alat yang sesuai dan mengulang perintah, "Suction."

Sony bersiul ketika melihat Reva yang bisa mengimbanginya. Meskipun masih pemula, tetapi Reva tidak terlalu bingung ketika menghadapi situasi krisi seperti ini. Reva bahkan bisa mengendalikan dirinya dengan sangat baik, ketika mereka memulai operasi. Reva yang sebelumnya kelihatan panik bahkan dengan kedua tangan yang bergetar hebat, kini sudah terlihat tenang. Bahkan melakukan tugasnya dengan sangat baik.

"Baik, semuanya sudah selesai. Kita bisa mulai menutup lukanya. Kau yang akan melakukannya," ucap Sony membuat Reva terkejut.

"Ya? Saya?" tanya Reva menatap Sony tidak percaya dengan pendengarannya.

"Kau anak tahun pertama. Aku rasa kau pasti sudah memiliki kemampuan dan pengalaman untuk menutup luka dengan menjahitnya rapi. Maka sekarang lakukan dengan cepat, dan buat jahitannya terlihat cantik," jawab Sony sekaligus memberikan perintah membuat Reva gugup setengah mati.

Sebenarnya ini bukan kali pertama bagi Reva menjahit luka. Bahkan sebelumnya dirinya sudah menangani pasien darurat dengan baik dan menjahit lukanya tanpa meninggalkan peluang infeksi. Namun, kini berbeda. Ada orang yang lebih berpengalaman dibandingkan dirinya, dan rasanya ia gugup setengah mati untuk melakukan jahitan di situasi seperti itu. Sony berdecak.

"Cepatlah. Aku akan mengawasi. Kau tidak perlu mencemaskan apa pun. Toh, orang ini tidak akan protes saat tahu bahwa kau yang menjahit lukanya," ucap Sony mendesak Reva yang pada akhirnya mau tidak mau melakukan apa yang diperintahkan oleh Sony.

Sebenarnya Reva sadar, ia bisa menolaknya. Toh dirinya tidak berkewajiban untuk mematuhi perintah Sony. Mengingat jika dirinya bahkan bukan junior langsung dari Sony atau anak didiknya. Hanya saja, di sisi lain Reva menyadari satu hal. Mungkin inilah yang disebut sebagai kasta dan kekuasaan di ruang operasi. Ia yang jelas pemula, secara alami memiliki insting untuk patuh pada para senior yang berpengalaman dan memiliki kemampuan yang luar biasa seperti Sony.

Lima belas menit kemudian, operasi pun selesai. Sony pun memanggil Axel untuk memindahkan Dario ke kamarnya. Sebelumnya operasi memang dilakukan di ruangan khusus yang disediakan. Ruangan steril yang dipastikan dijaga sangat aman. Mencegah kemungkinan terburuk terjadi ketika proses operasi masih berlangsung. Axel yang menyadari hal itu pun segera memberikan arahan bagi para bawahan untuk memindahkan Dario ke kamar pribadinya.

Sementara Reva menghela napas panjang dan membuang sarung tangannya yang berlumuran darah. Namun, ternyata Reva belum bisa bernapas lega. Sebab Sony memang tidak membiarkan Reva merasa lega barang sesaat saja. "Aku harus pergi karena harus kembali bertugas di rumah sakit. Waktu istirahatku akan segera habis. Karena itulah, selanjutnya kau yang bertugas untuk mengawasi kondisinya," ucap Sony membuat bibir Reva terasa gatal untuk mempertanyakan keputusannya.

"Kenapa saya?" tanya Reva.

Sony yang mendengar pertanyaan tersebut mengernyitkan keningnya. "Apa kau bertanya dengan sadar? Kenapa kau masih menanyakan hal yang sudah jelas? Tentu saja harus kau, karena kau adalah asistenku yang terlibat dalam proses operasi. Karena aku harus kembali bertugas, maka kini kau yang memang memahami kondisinya harus mengawasinya dengan baik. Kau tau sendiri bukan, Dario sama sekali tidak ingin pergi ke rumah sakit atau memanggil paramedis lainnya," ucap Sony.

"Tapi saya—"

"Aku tau kau pasti mampu. Kau hanya perlu mengawasinya saja. Ia kemungkinan besar akan mengalami demam karena lukanya. Namun, tidak perlu merasa cemas. Kau hanya perlu menyuntikkan obat yang sudah kuresepkan pada cairan infusnya. Jika ada situasi yang tidak terduga, kau bisa segera melaporkannya padaku. Setidaknya, satu jam sekali, catat tanda vitalnya lalu kirim padaku," ucap Sony memotong perkataan Reva dan memberikan kartu namanya pada Reva. Benar-benar tidak membiarkan Reva untuk menyela.

Sony bergegas untuk pergi meninggalkan Reva yang menghela napas dan bergegas menuju kamar pribadi Dario yang ternyata terhubung dengan ruang kerjanya yang berada di rumah hiburan tersebut. Dario sendiri sudah berbaring di ranjang yang luas dan lembut, dengan jarum infus yang masih berada di salah satu tangannya. Lalu beberapa alat medis lain yang memang sudah dipasang dengan tepat pada tubuh Dario. Reva tahu itu semua dipasang oleh Axel atas arahan Sony.

Reva pun memeriksanya untuk memastikan semuanya telah berada dalam kondisi yang benar. Terakhir, ia memeriksa laju cairan infus sebelum mencatat sesuatu di bawah pengawasan Axel. Setelah itu Reva menatap Axel dan berkata, "Aku yang akan berjaga dan mengawasi kondisi Tuan Besar. Dokter Sony yang memerintahkanku. Tapi jika memang ada orang lain yang bisa mengambil tanggung jawab ini, aku bersedia untuk memberikannya dengan senang hati."

Namun, Axel menggeleng. "Tidak. Aku rasa memang tepat jika kau yang bertanggung jawab atas Tuan Besar. Aku mohon bantuannya. Jika kau membutuhkan bantuan apa pun, bunyikan saja loncengnya. Sebisa mungkin jangan ke luar dari kantor tuan. Sebab kami masih perlu memastikan keadaan terlebih dahulu dan membereskan sisa kekacauan," ucap Axel.

Sebenarnya Reva penasaran apa yang sebenarnya tengah terjadi. Terlebih membuat Darion sang tuan besar terluka seperti ini ditambah dengan kekacauan yang terjadi sebelumnya. Namun, Reva memilih untuk tidak menanyakan apa pun. Sebab ia sadar bahwa semakin sedikit yang ia ketahui, maka semakin baik baginya. Mengingat jika ada hal yang seharusnya tidak ia ketahui, bisa saja Reva akan terlibat semakin jauh dengan orang-orang yang menurutnya jelas berbahaya.

"Aku mengerti. Kau tidak perlu cemas mengenai hal itu," ucap Reva.

Axel pun ke luar ketika sudah memberikan beberapa penjelasan lebih jauh. Reva sendiri segera duduk di sofa dan menatap Dario yang tengah terlelap dengan tenang. Entah memang tengah tertidur atau karena pengaruh obat bius. Namun, satu hal yang bisa dipastikan oleh Reva.

"Dia jelas ciptaan Tuhan yang luar biasa. Ia terlalu menawan untuk disebut sebagai manusia. Aku rasa ada banyak pria yang iri dengan tampilannya yang memukau itu. Aku sendiri iri dengan bulu matanya. Bagaimana mungkin ada seorang pria dengan bulu mata selebat dan sepanjang itu?" keluh Reva pada akhirnya menghabiskan waktunya untuk mengamati betapa menawannya penampilan Dario.

Seratus Hari Bersama Pria SeksiWhere stories live. Discover now