19. Halusinasi

163 24 0
                                    

Saat waktu istirahat kerja, Esther pun melangkah menuju area belakang bar. Ia pun menyalakan rokok dan menyesapnya sembari mencari kontak seseorang pada ponselnya. Esther sebenarnya ingin berhenti di pekerjaannya sebagai seorang penyanyi di bar. Mengingat jika dirinya akan lebih untung ketika dirinya mencari keberadaan Reva, dan membawanya kembali kepada Jayson. Terlebih ketika dirinya masih memiliki dugaan yang sangat besar bahwa Reva masih berada di rumah hiburan di mana ia menjual sahabatnya itu.

"Halo, apa yang tengah kau lakukan?" tanya Esther ketika sambungan telepon sudah terhubung.

Seseorang yang berada di ujung sambungan telepon pun balik bertanya, "Memangnya ada apa? Apa mungkin kau memiliki pekerjaan untukku?"

"Tepatnya, untuk kalian," ucap Esther lalu menyesap rokoknya beberapa saat dan mengembuskan asapnya dengan nikmat.

"Wah, sepertinya ini adalah pekerjaan yang cukup besar. Apa upahnya juga akan terdengar menarik?" tanya orang yang berada di ujung sambungan telepon dengan begitu antusiasnya.

"Tentu saja. Aku tidak mungkin menghubungimu jika itu tidak akan memberikan keuntungan dan hanya membuang-buang waktu serta tenaga," ucap Esther. Saat ini Esther tengah menghubungi rekannya.

Semenjak dirinya lulus dari sekolah menengah atas dan benar-benar hidup mandiri selepas ke luar dari panti asuhan, Esther pun memasuki dunia yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Esther juga bertemu dengan orang-orang dari berbagai kalangan, dan memberikan pengalaman yang tentu saja tidak pernah ia dapatkan selama dirinya hidup di panti asuhan. Tepatnya, kehidupan Esther pun berubah menjadi lebih gelap dan suram. Mengingat jika lingkungan dan teman-temannya memberikan pengaruh seperti itu padanya.

Karena itulah, saat kembali bertemu dengan Reva, dan Reva membawa sejumlah uang dengan nominal besar saat akan melarikan diri, Esther pun mendapatkan pengaruh yang buruk. Dengan dendam yang mengisi dasar hatinya, Esther pun merencanakan tindak kejahatan bersama teman-temannya itu. Selain merampas semua harta Reva, Esther juga menjual Reva atas bantuan teman-temannya yang memang memiliki pengetahuan dalam dunia tersebut. Lalu kini, Esther juga merasa perlu bantuan para sahabatnya untuk mencari keberadaan Reva.

"Baiklah, aku rasa kita bisa memperbincangkan masalah uang seperti itu nanti. Sekarang, lebih baik kau katakan saja, apa yang perlu kami lakukan?"

Esther menyeringai saat mendengar pertanyaan tersebut. Sebab merasakan firasat baik, saat dirinya mendapatkan bantuan dari para sahabatnya ini. "Kau ingat gadis yang pernah kita jual beberapa minggu yang lalu, bukan?" tanya Esther.

"Tentu saja. Karena menjualnya, kita bisa mendapatkan uang untuk bersenang-senang sekaligus membayar tagihan kita. Memangnya ada apa dengan wanita itu? Apa mungkin dia membuat masalah dan menyulitkanmu?" tanya sahabar Esther di ujung sambungan telepon.

Esther yang mendengar hal itu pun menjawab, "Malah sebaliknya. Dia yang akan membawa keberuntungan bagi kita. Bawa yang lain dan cari dia. Saat kita menemukannya, maka kita akan segera mendapatkan uang yang jumlahnya bahkan tidak bisa kita mimpikan sebelumnya."

Mendengar apa yang dikatakan oleh Esther tersebut, sebenarnya sahabat Esther tersebut merasa bingung. "Mencarinya? Bukankah sangat mudah jika kau ingin menemuinya? Sudah jelas dia berada di rumah hiburan, terlebih dia sudah menjadi bagian dari rumah tersebut."

"Sayangnya, aku sudah mencarinya di sana. Tapi, aku tidak bisa menemukan keberadaannya. Karena itulah, aku membutuhkan kalian. Tolong cari dia, atau setidaknya dapatkan informasi mengenai dirinya," ucap Esther tampak menyeringai karena benar-benar berpikir bahwa dirinya akan menang telak dan mendapatkan keuntungan besar dalam hal tersebut.

Esther kembali menyesap rokoknya dan berkata, "Pergilah. Cari informasi apa pun yang bisa membawa kita mendapatkan segunung uang untuk kita habiskan dengan cara yang penuh gaya."

***

Di sisi lain, Gina kini tidak lagi bisa menahan kemarahannya. Ia mendengar para pelayan yang membicarakan Reva yang sepertinya akan menjadi istri dari Dario. Semua pelayan tampak begitu berani membicarakan hal tersebut, padahal sebelumnya mereka bahkan tidak berani membahas hal tersebut. Mengingat semua orang memang takut menyinggung Gina, sebab Gina bersikap selayaknya seorang calon istri bagi Dario.

Gina selama ini sangat berkuasa, dan sekali pun dirinya bertingkah, tidak ada satu pun yang berani untuk mengganggu atau menegurnya. Mengingat jika Gina memang selalu mendapatkan perlakuan spesial bagi Dario. Walaupun tahu sejarah mengapa Dario memberikan perlakuan tersebut pada Gina, tidak ada siapa pun yang berani untuk menegur Gina, atau setidaknya mengadukan tindakannya pada Dario. Sebab semua cemas, hal itu hanya akan membuat Dario marah.

Gina membanting panci yang sudah ia gunakan untuk merebus air panas. Membuat suara berisik yang jelas saja membuat semua pelayan yang sebelumnya membicarakan hal tersebut, terdiam seketika. Gina pun menatap para pelayan itu dan berkata, "Jangan bertindak kurang ajar. Saat ini, dia memang terlihat sangat dekat dengan Kak Dario, tetapi tidak membutuhkan waktu lama baginya untuk diusir dari posisi itu. Setelah waktu itu tiba, aku akan kembali berkuasa. Jika kalian bertingkah kurang ajar, bisa-bisa aku merobek mulut kalian."

Setelah mengatakan hal itu, Gina pun pergi untuk menyajikan teh untuk Reva. Hari ini, Reva memang tidak pergi untuk bekerja. Dario memintanya untuk tetap tinggal di rumah untuk beristirahat. Sebab ruang kerja Reva juga tengah direnovasi, untuk memastikan ada ruang medis yang memadai, termasuk ruang operasi untuk pasien gawat darurat. Reva sebelumnya menolak, tetapi pada akhirnya menyetujuinya dan memilih untuk tetap beristirahat dengan nyaman di mansion.

Tentu saja Reva merasa dimanjakan. Sebab sudah hampir satu bula lamanya, ia dalam pelarian. Walaupun memang tinggal dengan cukup nyaman di lantai khusus di rumah hiburan milik Dario, tentu saja hal itu berbeda dengan kenyamanan sebuah rumah mewah seperti ini. Tinggal di rumah Dario, membuat Reva mengingat bagaimana nyamannya tinggal di rumah keluarganya yang memang sudah ia tinggalkan.

Saat ini, Reva tengah membaca sebuah buku di ruang baca. Tampak sangat menikmati waktunya. Namun, ketika Gina datang, Reva tidak lagi bisa menikmati waktunya yang tenang. Mengingat Gina yang seharusnya menyajikan teh yang sudah ia persiapkan sebelumnya, tiba-tiba malah menumpahkan teh tersebut dengan insiden yang sangat disengaja. Terlebih, teh tersebut tumpah tepat pada paha dan kaki Reva.

Untungnya Reva bisa segera menyeka air panas tersebut sebelum benar-benar membuat kulitnya terluka. "Kau!" seru Reva benar-benar marah. Sebab ia tahu, Gina melakukannya dengan sangat sengaja.

Gina sama sekali tidak terintimidasi dengan kemarahan yang terlihat di wajah Reva. Gina malah berkata dengan penuh percaya diri, "Dario adalah milikku. Dia priaku, dan kau tidak pantas berada di sisinya. Kau harus segera menyingkir dan angkat kaki dari hidupnya."

Reva pun berdiri dengan ekspresi yang jelas tidak percaya dengan apa yang ia dengar. "Sungguh luar biasa, memangnya kau siapa hingga bisa mengakui Dario sebagai milikmu?" tanya Reva.

"Sudah jelas, aku adalah calon istrinya. Aku yang akan mendampinginya selama sisa hidupnya," jawab Gina dengan penuh percaya diri. Bahkan bisa dianggap sebagai sikap yang arogan karena dagu yang ia angkat tinggi-tinggi.

Gina mencondongkan tubuhnya pada Reva dan berkata penuh intimidasi, "Sudah kukatakan, pergi dari sisi Dario. Jika kau mengabaikan peringatanku ini, maka kau akan mendapatkan hal yang lebih parah dari sekedar siraman air panas pada kakimu."

Setelah mengatakan hal tersebut, Gina pun pergi begitu saja meninggalkan Reva yang terlihat sangat kesal. Reva tentu saja tidak akan menerima perlakuan yang sangat tidak menyenangkan tersebut begitu saja. Reva kembali duduk di tempatnya dan menatap pecahan cangkir dan teko teh yang berserakan di atas lantai sembari menyeka sisa teh pada pakaiannya. "Apa dia pikir, aku akan takut?" tanya Reva.

Reva pun menyeringai dan berkata, "Sayangnya, aku sama sekali tidak terintimidasi. Saat ini, aku malah bersemangat untuk memberikan pelajaran padanya. Pelajaran, bahwa ia tidak boleh main-main dengan tubuh orang lain. Terlebih terlalu berhalusinasi, karena itu tidak hanya membahayakan nyawanya, tetapi juga membahayakan nyawa orang lain. Tunggu saja, akan kuberikan pelajaran yang tepat untukmu."

Seratus Hari Bersama Pria SeksiWhere stories live. Discover now