17. Grand Piano (21+)

622 26 0
                                    

"Aku sudah merapikan ruang kerjamu, Kak," ucap seorang pelayan membuat Reva mengernyitkan keningnya.

Saat ini Reva dan Dario sebenarnya tengah menikmati makan malam mereka di ruang makan Dario yang jelas luas. Reva tampak mengamati interaksi Dario dan pelayan muda yang bernama Gina tersebut. Meskipun baru tinggal dua hari di sana, tetapi Reva sudah mengenal dan menghafal nama-nama para pekerja di sana. Salah satu yang paling diingat oleh Reva, adalah Gina. Sebab Gina selalu berada di sekitar dirinya dan Dario. Tepatnya selalu berada di sekitar Dario.

Dario yang mendengar perkataan Gina pun mengangguk. "Terima kasih, Gina. Sekarang kau bisa kembali ke belakang untuk makan malam juga," ucap Dario.

Gina tampak enggan untuk beranjak pergi. Namun, pada akhirnya Gina pun pergi menuju area belakang kediaman mewah tersebut yang sebenarnya memiliki bangunan terpisah yang menjadi asrama para pelayan. Saat pergi, Gina tampak memberikan tatapan tidak suka pada Reva. Tentu saja Reva menyadarinya dengan sangat baik, bahwa Gina sangat tidak menyukai dirinya.

Bahkan Reva bisa merasakan usaha Gina untuk menjauhkan dirinya dengan Dario. Meskipun menyadari hal tersebut, Reva tidak mengatakan apa pun pada Dario. Hanya saja, Dario bisa merasakan bahwa Reva memang mulai merasa tidak senang dengan keberadaan Gina di sekitar mereka. Dario mengambilkan satu potong daging lezat ke atas piring Reva.

Lalu Dario berkata, "Gina adalah putri dari pelayan kesayangan mendiang ibuku."

Reva yang mendengar hal itu pun menatap Dario dan bertanya, "Kenapa kau tiba-tiba mulai membahas ini?"

Dario tersenyum lembut dan berkata, "Aku hanya tidak ingin kau merasa tidak nyaman terlebih salah paham dengan keberadaan Gina di sini."

Meskipun memang berstatus sebagai seorang pelayan di kediaman tersebut, Gina tidak sepenuhnya bersikap selayaknya seorang pelayan. Mengingat memang Gina mendapatkan perlakuan yang sangat spesial semenjak dirinya kecil. Gina memang lahir dan besar bersama dengan keluarga Dario. Gina yang tak lain adalah putri dari pelayan kesayangan mendiang ibu Dario, secara alami dianggap sebagai bagian dari anggota keluarga Dario.

Bahkan ketika ibu Gina meninggal, Gina sudah dianggap sebagai putri sendiri oleh ibu Dario. Lalu ketika ibu Dario meninggal, Dario mendapatkan pesan dari ibunya, bahwa ia harus menjaga Gina. Tentu saja dengan hal itu Dario memberikan pendidikan dan semua fasilitas yang dibutuhkan oleh Gina. Dario bahkan berniat untuk memberikan posisi yang tepat di perusahaan agar Gina bisa hidup dengan mandiri dan layak.

Hanya saja, Gina tidak mau pergi dan meninggalkan kediaman tersebut. Ia malah memilih untuk bekerja di sana sebagai salah satu pelayan yang merawat rumah. Dario tidak keberatan dengan hal tersebut. Ia membiarkan Gina untuk melakukan hal tersebut. Toh itu lebih terasa aman karena Dario masih bisa melakukan tanggung jawabnya untuk mewujudkan wasiat ibunya menjaga Gina.

Mendengar penjelasan tersebut, Reva mengangguk. "Aku mengerti. Kau tidak perlu cemas aku akan merasa salah paham. Terlebih ketika kau sudah menjelaskannya seperti ini, dan kau juga hanya melakukan semua itu untuk memenuhi wasiat mendiang ibumu. Dan kurasa, ia juga hanya menganggapmu sebagai seorang kakak," ucap Reva menenangkan Dario untuk tidak mencemaskan hal tersebut.

Walaupun pada kenyataannya, Reva tidak merasa jika Gina hanya menganggap Dario sebagai seorang kakak. Dari gesture dan tingkah lakunya, sudah jelas bahwa Gina memang memiliki perasaan terhadap Dario. Bahkan dari beberapa hal yang ia lakukan, Gina sudah jelas memiliki keinginan untuk menjauhkan Reva dari Dario. Reva seorang wanita yang tentu saja sensitif dengan masalah seperti itu, dan dirinya bisa menyadari bahwa memang pada dasarnya Gina memiliki perasaan terhadap kekasihnya ini.

***

Setelah makan malam, Reva dan Dario tidak kembali ke kamar utama yang memang mereka tempati bersama. Dario malah mengajak Reva untuk menghabiskan waktu yang santai di ruangan bersantai miliknya. Sebab Dario ingin Reva juga menghabiskan waktu dan mengetahui ruangan-ruangan lain yang berada di kediamannya tersebut. Mengingat jika Dario ingin Reva tinggal lebih nyaman dan lebih lama di kediaman tersebut.

Saat memasuki ruangan tersebut, Reva terlihat sangat takjub ketika melihat grand piano berwarna hitam yang memang berada di sana. "Indahnya. Rasanya sudah sangat lama aku tidak melihatnya," ucap Reva sembari mendekat pada grand piano tersebut.

Saat melihat Reva sangat tertarik dengan grand piano tersebut, Dario pun bertanya, "Kau ingin memainkannya?"

Reva menatap Dario dan bertanya, "Apa boleh?"

Dario yang mendengar hal itu pun mengangguk dan duduk terlebih dahulu di kursi dan menepuk kursi untuk memberikan isyarat pada Reva untuk duduk di sana. Pada akhirnya Reva pun duduk di sana. Dario mulai menekan tuts piano dengan ringan, memimpin permainan yang indah. Sementara Reva yang mendengar hal tersebut tersenyum dan mulai mengikuti permainan tersebut dengan indahnya. Membuat Dario terkejut.

"Kau lebih dari sekedar bisa menekan tuts piano, Iris," ucap Dario.

Reva yang mendengar hal tersebut pun tersenyum. Masih dengan tangannya yang bergerak dengan lincah di atas tuts piano, Reva pun berkata, "Aku juga terkejut, karena ternyata tanganku masih mengingat semua pelajaran yang kudapatkan."

Dario mengangkat salah satu alisnya. Menyimpulkan jika sebelumnya Reva memang pernah belajar bermain piano. "Pada awalnya, mimpiku adalah menjadi seorang pianis. Sayangnya, setelah sekian tahun berlatih, aku sama sekali tidak bisa mewujudkan mimpiku tersebut. Pada akhirnya, aku harus melepaskan mimpiku untuk menjadi seorang pianis dan menempuh pendidikan sebagai seorang dokter atas pengaruh dan arahan ayahku."

Mendengar hal itu, Dario pun terdiam. Ia menghentikan gerakan tangannya dan hanya membiarkan Reva untuk melanjutkan permainan indahnya yang memang sangat menakjubkan. Dario pun berkata, "Kalau begitu, kau bisa bermain piano sebanyak apa pun yang kau inginkan. Bahkan jika ingin, aku akan membeli grand piano yang baru untuk kutempatkan di lantai empat rumah hiburan agar bisa kau mainkan."

Mendengar hal itu, Reva pun menghentikan gerakan tangannya dan menoleh pada Dario. Lalu Reva yang mendengar hal itu segera naik ke atas pengkuan Dario dan melingkarkan tangannya pada leher Dario. "Oho, apa ini?" tanya Dario sembari melingkarkan tangannya pada pinggang Reva yang ramping.

Reva tidak menjawab tetapi dirinya mengecupi bibir Dario berulang kali. Lalu Dario segera menggendong Reva untuk berpindah ke sofa santai untuk berbaring di sana. Setelah itu, Dario dan Reva pun saling menggoda dan memulai acara bercinta yang sangat panas. Reva melenguh-lenguh dan melingkarkan tangannya pada leher Dario sembari mencium kekasihnya itu untuk menahan erangannya.

Namun, kedua kaki putih Reva melejang-lejang mengekspresikan klimaks luar biasa yang terasa sangat nikmat. "Auh, itu terlalu dalam, Dario! Pelan-pelan!" seru Reva dengan manjanya.

Sayangnya Dario malah semakin bersemangat untuk menghujam miliknya membuat Reva semakin melenguh-lenguh keras, bersamaan dengan geraman Dario yang penuh dengan kepuasan. Di saat keduanya tenggelam dalam permainan penuh gairah tersebut, seseorang ternyata menguping hal tersebut dan mengintip. Seseorang itu tak lain adalah Gina yang terlihat sangat marah, hingga tidak bisa menahan air matanya yang mengalir dengan derasnya.

"Dasar Jalang, beraninya dia menggoda Kak Dario," geram Gina di sela tangisnya tersebut.

Seratus Hari Bersama Pria SeksiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang