5. A l e r g i || 1200 Detik ⏲

938 175 61
                                    

Raharja, Marissa, Ardikta Serta Renatta pun pergi dari rumah itu, tidak mereka tidak kembali ke Jakarta, mereka hanya mencari penginapan untuk beberapa hari kedepan selama Mereka berada di Surabaya.

Sementara itu Aldebaran baru saja selesai Di Periksa oleh Dokter Gerald, dan ternyata Hasil pemeriksaan tersebut Adalah tekanan darah Al sangat tinggi, mungkin disebabkan karena dia tadi terlalu terbawa emosi. Al yang sudah sadarkan diri itu pun hanya diam termenung, dengan tatapan mata yang kosong.

" Besok, kita panggil Dokter Arsyad ke rumah ya bu, kayaknya Depresi Al kambuh lagi " Ucap Akung Pardi.

Dengan sabar Kakek dari Aldebaran itu, menemani Al di dalam kamar nya sementara Neneknya itu sedang menyiapkan makan malam untuk Cucu nya yang malang sekali nasib nya itu. " Hey, jangan di mainin jarinya nanti luka lagi, nangis aja boleh kalau Al mau nangis Akung dengerin sampai Al puas, tapi jangan lukain diri Al sendiri " Ucap Akung Pardi.

Tanpa menjawab Apapun, Al hanya melingkarkan tangannya di perut Kakek nya yang duduk bersama di atas tempat tidurnya tepat di sebelah nya. Memang dengan Kakek dan Neneknya itu Al terlihat sangat manja. " Al, ayo makan dulu nak, ini ada Sup Iga, makan dulu ya, mau disuapin Uti atau akung ? " tanya Uti Amy.

" Sendiri aja " Jawab Al. Yang kemudian meminta Kakek dan neneknya itu untuk meninggalkannya seorang diri. Sebenarnya Pardi dan Amy tak ingin meninggalkan Aldebaran sendirian, tapi mereka pun akhirnya membiarkan Aldebaran sendirian di dalam kamarnya agar Al bisa menenangkan dirinya.

Sambil memasukan makanan nya ke dalam mulut nya, ia meneteskan Air mata nya, perasaanya saat ini kacau ia marah, ia benci, ia kecewa, tapi ia juga menyesal sudah berlaku yang tidak sopan kepada orangtuanya tadi. " Gua harus gimana sekarang ? " tanya Al kepada dirinya sendiri.

Sementara itu Raharja, Marissa, Ardikta serta Renatta sudah berada di dalam kamar Hotel mereka masing-masing, kamar mereka pun saling berhadapan satu sama lain. " Bapak sama ibu belum kabarin kamu pah, Al kenapa ? " tanya Marissa pada Raharja.

Raharja menggeleng seraya melepaskan jam lengannya, kemudia ia langsung membanting tubuhnya di tempat tidur. "Belum, tapi semoga aja gak ada apa-apa " Balas Marissa yang masih sibuk menghapus Make Up di wajahnya.

Anehnya, Marissa tidak terlihat secemas Raharja, ia masih terus bercermin sambil membersihkan wajahnya dengan raut wajah yang santai. " Kamu khawatir ga sih mah sama Al ? " tanya Raharja.

Marissa pun membalikan badannya, dan menatap Raharja heran, apa maksud dari perkataan suami nya kepada dirinya itu. " ma-maksud papa apa sih ? Ya cemas lah Al kan anak aku juga " Jawab Marissa.

" Kirain, soal nya Ekspresi wajah kamu itu biasa aja, dan biasanya selalu begitu kan kamu hanya peduli dengan Ar " Balas Raharja.

Marissa pun bergerak mendekati Raharja, ia menegur suami nya atas perkataan yang sangat tidak mungkin bagi dirinya itu, apalagi dia seorang ibu. " Kenapa sih pah ? Kenapa kamu selalu aja pojokin aku seperti ini, kesanya aku tuh ga Peduli sama sekali dengan Aldebaran " Protes Marissa.

" Karena memang itu kenyataanya..."
" Semua ini terjadi karena Mama..."
" Dari awal aku sudah tidak setuju waktu Mamah Minta Izin papah untuk membawa Al tinggal dengan bapak dan ibu kamu, tapi mamah terus memaksa papah..."
" Ini kan akibatnya! Aku jadi ikut di benci oleh anak ku Sendiri!..."

Marissa kesal, ia tak habis fikir bisa-bisanya suaminya itu menyalahkannya padahal 20 tahun yang lalu keputusannya itu juga disetujui oleh Raharja, tetapi kini justru Raharja malah menyalahkan diri nya atas sikap Aldebaran.

" bisa-bisanya Papa menyalahkan mama, papa lupa ? Bahwa waktu itu papa juga setuju kan pada akhirnya, kenapa sekarang malah jadi menyalahkan mama ?! "

" tapi mama rasa Al gak wajar sampai harus bersikap seperti ini dengan kita, apa mungkin dia iri karena papa mengerahkan perusahaan papa ke Ardikta bukan ke Al ? "

1200 Detik [ End ] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang