Chapter X : Yorefall City Park

34 6 0
                                    

"Yang Mulia Ratu, Anda yakin ingin pergi sendirian?" Tansy justru merasa risau setelah sang ratu tiba-tiba mengatakan ingin pergi seorang diri ke markas sang Jenderal Kesatria Militer Kerajaan pada pukul enam pagi ini.

Sedangkan Mary menggeleng-geleng kepala seolah keputusan dari Ratu Virginia terbilang sangat nekat. "Tidak bisakah Anda mengajak dua atau tiga pengawal untuk menemani Anda, Yang mulia?"

     Ratu Virginia tersenyum tipis di depan cermin, melihat kedua dayang kembar itu berceloteh khawatir sambil menyanggul rambut keriting keorenannya dan memasang blazer klasik berwarna hijau kegelapan. Begitu selesai, sang ratu memperhatikan penampilannya dari atas hingga ke bawah. Dengan bawahan celana berwarna putih dan sepatu boots warna cokelat membuatnya leluasa ketika bergerak.

     Dia lantas berbalik badan. "Bagaimana penampilan saya?"

     Tansy dan Mary melangkah mundur bersamaan kemudian memperhatikan sang ratu lekat-lekat sampai membuat mata mereka berkilat-kilat. "Anda terlihat sangat cantik menggunakan pakaian itu, Yang Mulia!" seru Mary menggebu-gebu, tak kuasa menahan takjub.

     "Anda cocok sekali mengenakannya. Terlihat gagah dan berkelas, Yang Mulia," puji Tansy dengan takzim. "Dan Anda juga terlihat muda dua puluh tahun, sampai saya sendiri tidak mengenali Anda."

     Ratu Virginia tersenyum geli. "Terima kasih atas pujian kalian, Nona-nona."

"Anda tidak perlu berterima kasih begitu. Semua pakaian yang dirancang oleh perancang busana terkenal pasti akan cocok dengan Anda, Yang Mulia," sanggah Tansy dengan sopan.

Ratu Virginia tersenyum tipis, tak heran kenapa kedua dayang kembarnya kembali menyangkal ucapan terima kasih darinya. Beberapa perilaku dan sikap memang terlihat diturunkan langsung oleh Louis, ayah mereka. Hingga sang ratu lantas berceletuk.

"Saya mohon pada kalian berdua, jangan biarkan ayah kalian itu berulah. Saya yakin beliau pasti khawatir berlebihan sampai ingin mengirimkan prajurit untuk mengawal pergi bersama." Dia memegang masing-masing pundak Tansy dan Mary, menyalurkan keyakinan yang menyala-nyala dengan nada tegas.

Tansy dan Mary hanya bisa pasrah lalu menuruti perintahnya. Mereka berdua tahu jika sang ratu sampai menemui saudaranya sendirian itu berarti ada hal yang perlu diurus secara empat mata. Walau mereka tahu bahwa kenekatan dan keberanian Ratu Virginia tak perlu diragukan lagi, tetap saja kedua gadis itu merasa gelisah apabila membayangkan hal buruk yang bisa-bisa menimpa ratu mereka.

     Tak lama setelah itu, sang ratu melesat keluar dari kamar lalu menuju ke halaman depan istana, dimana kuda tunggangannya sudah disiapkan oleh para pengawal. Ratu Virginia berjalan mewanti-wanti barangkali dia mungkin berjumpa dengan Louis Einst lantaran pria beruban itu akan bersih keras memohon agar sang ratu tidak pergi.

    Begitu Ratu Virginia naik ke atas kuda hitamnya, tiba-tiba saja sang pendamping entah datang dari mana menghampirinya. Raut wajahnya terlihat sangat cemas, bergegas menahan tali pengait kuda.

     "Maafkan saya Yang Mulia, tapi Anda tidak bisa pergi dalam keadaan begini. Jika Anda hanya menginginkan informasi  dari Lord Vincent, saya bisa mengirimkan informan ke Nearvist."

     "Beliau kakak saya, Louis." Sang ratu membalas dengan tenang di atas kuda hitamnya.

     "Tapi ... tindakan gegabah ini akan terlalu berisiko bagi Anda juga. Keamanan Anda akan terancam, terutama setelah teror bazar yang terjadi kemarin," tekan Louis, masih kukuh menahan tali pengait kuda.

     Ratu Virginia hanya tersenyum tipis. Baru semenit yang lalu, dia sudah memperingatkan kepada kedua dayang kembar kesayangannya agar dapat mencegah ayah mereka bersikap paranoid. Sepertinya gagasan itu tidak bekerja meski Tansy dan Mary sempat melakukannya.

Ackerley CaseWhere stories live. Discover now