Chapter XII : The Deductions

36 4 0
                                    

"Kau benar-benar membuatku jantungan, Vincent!" teriak sang ratu garang, sambil menudingkan telunjuk ke arah lawan bicara.

Mereka berdua tengah berada di dalam ruang kerja Jenderal kerajaan beberapa saat yang lalu. Begitu sampai di markas Lord Vincent, Ratu Virginia lantas menyeret kakak laki-lakinya ke salah satu ruang hingga segenap amarah kemudian terlepas.

"Aku bersumpah, kalau bukan kau, aku sudah menebas kepalamu dari tadi!" Raut Ratu Virginia mengeras. Sebenarnya dia tidak bersungguh-sungguh mengatakan itu, seumur hidup dia tidak pernah menebas satu kepala pun. Wanita itu menganggap ucapan itu dapat menekan sang kakak.

"Virginia, itu tidak disengaja. Mana aku tahu kalau itu kau," bela Vincent menampilkan senyumannya yang sok manis.

Sebuah tangan lantas mengenai sisi pipi kanan dengan lumayan keras, membuat wajah tampan itu terlempar ke sisi sebaliknya.

"Tutup mulutmu, Vincent!" semprot Ratu Virginia yang cukup membungkam seorang pria berambut oren kegelapan di depannya.

"Demi Tuhan. Aku tidak akan melakukan hal ini tepat di depan para prajuritmu karena itu akan membuat reputasimu sebagai Jenderal bisa jatuh."

Sebelah tangan wanita itu berdenyut-denyut usai menampar kakaknya dan terasa gatal seakan ingin dilesatkan kembali.

Vincent memalingkan muka sambil berdecak. Sang adik justru mendominasi percakapan sehingga dia tidak memiliki kesempatan untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Yang bisa dia lakukan adalah diam dan mendengarkan sampai sesi marah-marah berhenti.

Kalau saja para prajurit melihat jenderal mereka diperlakukan rendah seperti itu oleh sang ratu apalagi ratu mereka adalah saudara kandung dari pimpinan mereka sendiri, Vincent jelas tidak punya akal lagi untuk menaruh muka di mana.

"Angkat wajahmu, Vincent. Sekarang aku bicara sebagai ratumu bukan adikmu. Jangan buat aku terhina karena lancang memalingkan pandangan dariku," tegas Ratu Virginia sambil menaikkan dagu. Membuat gestur tubuh terlihat sangat anggun.

Vincent mendesis, kemudian mendongakkan wajah ke arah wanita berambut keriting keorenan di hadapannya. Netra hijau mereka lekas bertemu, saling melemparkan tatapan yang kian mencekik.

Beberapa detik terlewat, Vincent menyeringai kemudian terkekeh pelan lalu berakhir pada ledakan tawa, menggaung-gaung di sepenjuru ruang sepuluh meter persegi ini. Pria itu berjalan mengitari meja kayu oak dan mendaratkan tubuh di sebuah kursi flanel warna biru tua.

Suara tawa itu pun berhenti.

"Di mataku kau tetap adik kecilku, Virginia. Sampai kapanpun aku tidak pernah menganggapmu sebagai ratu, ingat itu. Dan otoristasmu tidak akan dapat mengubah prinsipku."

Ratu Virginia mendesah berat. Mulai lagi sikap superior itu. Insting seorang kakak benar-benar mengganggunya. Terutama budaya patriarki yang terus saja mendarah daging dalam diri Vincent.

"Baiklah. Jadi apa yang membawamu jauh-jauh kemari?" Pria itu langsung mengganti topik, mengingat apa yang sedang adiknya lakukan sampai pulang kampung ke Nearvist.

Sang ratu mendekat ke arah meja oak lalu menghentakkan kedua tangan di atasnya, nyaris membuat sang jenderal terperanjat. "Apa yang sedang kau rencanakan sampai mencampuri urusanku, Vincent?"

"Apa maksudmu?"

Kini Ratu Virginia memicing tajam. "Yang terjadi beberapa saat lalu sudah mengindikasi bahwa kau sedang melacak keberadaan Scorpious. Bukankah sudah kukatakan untuk tidak ikut campur sebelumnya?"

Vincent berdecak kembali. Namun, enggan membalas. Sehingga Ratu Virginia punya kesempatan untuk memegang kendali.

"Ya, setelah dipikir-pikir mungkin ada untungnya bagiku bila kau turut membantu. Mengingat Scorpious bergerak secara kontinu dan begitu abstrak tentu menyulitkan penangkapan. Kau sudah mendengar berita di Yorefall kan?" ujarnya sembari mondar-mandir di depan sang kakak.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 16 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Ackerley CaseWhere stories live. Discover now