Between Us 34

3.1K 615 549
                                    

Halo, part ini membutuhkan penyikapan yang baik ya. Kalau dirasa mentrigger, silakan dilewati saja. Oh iya, part ini panjang hehehehe


Voter ke berapa nih?





Anne pernah dikatakan 'gila' oleh Hera. Menjadi sosok yang dibekali oleh dasar berpikir yang logis, Jeon Anne nyatanya serius sekali ketika mendengarkan Bibi-Bibi pembaca garis telapak tangan yang ia temui di pekan musim panas di kampusnya. Iya, Anne mengerti apa maksud Hera mengenai keberhasilan tidak bisa sekadar mengacu pada ramalan, tapi pada usaha. Tapi apa salahnya? Toh, Anne hanya berpikir untuk memberikan beberapa keping uang untuk tambahan makan siang dari jasa yang ditawarkan Bibi pembaca garis telapak tangan.

Jadi, tatkala Anne memberanikan diri (seolah-olah tidak berpikir sama sekali) untuk mendorong tubuh Taehyung dan berlutut lebar-lebar di atas perut pemuda tanpa benar-benar duduk, ia tidak tahu Hera mungkin akan mengatainya 'gila' nyaris seumur hidup.

Terbukti, Taehyung yang terkejut setengah mati setelah tubuhnya memantul dan mendapati Anne berada di atasnya, pria itu dengan cepat memasang ekspresi horo setengah mati. "A—Ann, apa yang ingin kau lakukan? Pakai kembali kausmu!"

Akan tetapi, Anne nyatanya memang bersahabat dengan pertaruhan. Kalau judi tidak membuat miskin, barangkali Anne dengan suka rela akan masuk ke diskotik poker untuk menjembatani keberaniannya dalam bertaruh. Dibandingkan dengan kemunculan Vincent, Anne lebih khawatir kalau-kalau tindakan nekatnya ini malah menguak trauma masa lalu Taehyung dengan cara yang paling tidak bisa antisipasi sama sekali.

"Aku tidak mau." Anne bersikeras, ia membiarkan rambut panjangnya itu tergelincir pelan pada punndak dan menutupi kedua sisi pipinya. "Sebelum kau bisa memahami kalau Vincent dan Taehyung itu berbeda di mataku."

"Ann, pakai kausnya!" Taehyung terlihat semakin frustrasi, bahkan ia berhasil bangkit dan mendorong pundak Anne untuk menjauh.

"Aku tidak mau, Taehyung."

"Nanti Vincent merebut pintunya!"

Sayangnya, untuk merobohkan tekad Anne, Taehyung mungkin ini membutuhkan mimpi yang lebih buruk untuk disuguhkan terang-terangan. Mungkin seperti inilah rasanya, istilah di mana kematianlah satu-satunya pemutus pendirian hati. "Kenapa?" Anne memiringkan kepalanya lirih seiring pendingin ruangan menyapu sejuk permukaan kulitnya. "Karena Taehyung tidak menyukai Anne yang seperti ini?"

Namun tidak lama, semakin lama ekspresi Taehyung perlahan berubah. Entah ini pemicu Vincent tiba-tiba datang, atau Taehyung seperti baru saja diguyur oleh sekaleng memori masa kecilnya dari langit-langit.

"Ampun, Ma." Taehyung menggeleng, nyaris menangis dengan air muka seperti tengah menyaksikan kepala manusia yang menggelinding di depan wajahnya. "Tae akan menurut. Tolong jangan dipukuli."

Ini benar-benar berat. Anne tahu itu. Anne mengerti itu. Sebab, lambat laun Anne bukan sekadar seorang mahasiswa minim ilmu dan bertemu Taehyung semata-mata untuk memenuhi lembaran penelitian. Karena sekarang, emosi dan perasaan Anne tertaut lebih dalam. Anne sudah seperti sosok teman, atau mungkin keluarga, atau mungkin lebih dari itu.

"Sudah! Sudah!" Taehyung mulai menjambak rambutnya. "Hentikan! Kak Seokjin! Tolong aku!" Kaki Taehyung menendang-nendang. "Tolong hentikan!"

Taehyung semakin memberontak dan Anne terlihat kuwalahan di sana, lalu tanpa sengaja kepalan tangannya berhasil mendarat tepat pada rahang bawah Anne hingga nyeri menyentak kuat. Seperti tekad Anne telah dipelantingkan untuk tercebur dalam kolam keputus asaan atas Taehyung.

"Taehyung, ini Anne!" seru Anne saat berhasil menghentikan kepala Taehyung yang menggeleng. "Lihat aku! Siapa yang ada di depanmu sekarang?"

Kedua pupil Taehyung bergetar hebat dan membola dengan rona yang semakin terlihat jelas di sana. "Bukan Mama?"

Resilience-Between Us ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang