8 - Pertengkaran

83 5 0
                                    

Apartemen Jonas Erlangga, Kebayoran Baru...

JONAS menatap Meril acuh tak acuh. Karena gadis itu tiba-tiba muncul di sebelah meja nakas TV. "Apalagi?"

Meril terkesiap menangkap mata Jonas yang begitu tajam. "Tu-tumben Tuan mau ...," ucapannya pun tertahan. Ia memang heran sekali karena malam ini tiba-tiba anak majikannya itu mau bicara sambil menatapnya.

"Mau apa?!" tanya Jonas dengan menyipitkan mata dan mengerutkan dahi seolah ia nggak sabar ingin mendengar jawaban Meril.

Meril menggeleng cepat. "Lupain aja, Tuan."

Jonas kembali merebahkan tubuhnya di sofa, mematikan TV, dan menyalakan musik dvd-nya dengan volume yang besar. "Lo ngapain lagi di situ?"

Meril tersentak. "Um ... anu ...," bola matanya mulai kebingungan berputar-putar. "Itu... waktu Tuan pulang dari rumah sakit, Tuan bawa apa?" tanyanya penasaran dan berharap Jonas akan jujur untuk menjawabnya.

Mendengar ucapan Meril, Jonas melirik tajam ke arah gadis itu dan sedikit ingin tahu ketika melihat kedua tangannya sudah ditaruh di belakang pinggangnya dari tadi. "Itu apa?" tanyanya penuh selidik sembari ia beranjak dari sofa. "Coba lihat!"

"Um ... ini ... Tuan nggak boleh memakannya lagi ya!"

"Heh! Gue nggak nyuruh lo buat ngambil kue itu dari kulkas!" pekik Jonas ketika ia berhasil melihat apa yang dipegang Meril.

Meril menelan ludahnya dan menatap Jonas sedikit takut. Nggak-nggak. Ia takut sekali. Bahkan ia bisa merasakan tangannya gemetar walau hanya melihat sorot mata atasannya itu. Tapi ia kembali mencengkeram kuat kotak kue di tangannya sebelum kotak itu meluncur ke lantai dan terjadi bencana lain dalam hidupnya. Ia memang sudah merawat Jonas sejak ia masih berusia tujuh belas tahun. Padahal usia mereka nggak terlalu jauh. Hanya terpaut satu tahun lebih muda dari Jonas.

Kalau bukan untuk menopang hidup keluarganya yang tengah dilanda kesulitan, Meril nggak akan menerima pekerjaan untuk mengawasi Jonas saat ia masih remaja. Jonas juga tahu kalau ia hanya terpaksa bekerja saat harus membantu ibunya yang menjadi buruh cuci untuk orangtuanya di rumah ini. Sekarang usianya sudah terlalu tua dan nggak sanggup lagi bekerja. Ia harus menggantikannya dengan sekaligus merawat anak tunggal dari pengusaha kaya raya ini. "Ta-tapi, Tuan?"

Jonas mendengus heran melihat Meril sedikit mengalihkan keinginannya. "Gue belum selesai makan. Kembalikan ke kulkas."

Dengan berani Meril mengaktifkan sisi keras kepalanya dan menatap Jonas dengan tegas. Ini benar-benar gawat dan celaka dua belas! Kalau Tuan Jonathan tahu apa yang dilakukan anak semata wayangnya ini, ia pasti akan semakin memberi peraturan lebih ketat dan tegas. Padahal untuk menjaga pola makannya saja sangat sulit! Apalagi kalau ia disuruh menjaganya siang dan malam.

Jonasmemang keterlaluan, pikirMeril. Delapan jam untuk menemani sekaligus mengawasi kegiatannya selama jam kantor saja ia sudah kewalahan. Jelas pelanggarannya akan semakin merepotkannya. "Nggak, Tuan... Nanti Tuan besar marah sama saya kalau dia lihat ada kotak kue ini di kulkas! Apalagi kalau Tuan memakannya sampai ha ...."

Jonas kembali menatap Meril dengan sorot matanya yang begitu tajam dan dingin hingga membuat ucapan gadis itu terhenti. "Gue bilang, kembalikan ke kulkas!!!"

Kata-kata Meril sontak seperti tersangkut di tenggorokannya dan terhempas jauh karena melihat wajah mereka yang begitu dekat. Ia bisa merasakan hembusan napasnya yang penuh emosi. Kepalanya sungguh hampir meledak melihat perangai Jonas malam ini. "Tapi, Tuan!"

"Apalo nggak mendengar kata-kata gue, atau lo mau ngulang terus ucapan lo dan gue gantiposisi lo buat orang lain?" Jonas mulai mengultimatum. Saking kesalnya, ia sampaimenyesal karena nggak memecat gadis keras kepala ini sejak dulu. Kalaubukan dengan alasan kemanusiaan dan untuk membalas kebaikan ibunya yang sudahmengabdi pada keluarganya, ia nggak mungkin mau menuruti Papanya yang terus melarangnyauntuk menggantikan Meril dengan orang lain. Ia bencidiperlakukan seolah hidupnya adalah sebuah vas bunga yang mudah pecah jikaterbanting. "Kembalikan!" tambahnya ketus.

Meril semakin takut membalas tatapan Jonas. Selain karena dua adik perempuannya yang masih membutuhkan uang untuk biaya hidup mereka, ia juga nggak punya keahlian apa-apa selain menjaga Jonas saja. Gajinya bekerja di rumah Jonas sudah lebih dari cukup untuk menutupi biaya hidup keluarganya yang nggak sedikit. Ketiga adiknya yang masih kecil-kecil memang masih harus menempuh pendidikan di sekolah swasta. Ia nggak mau mereka kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan bisa lulus sampai jenjang SMA seperti dirinya.

Sementara orangtuanya hanya penjaga warung yang menjual makanan-makanan kecil. Apa boleh buat, mungkin ia harus mengembalikan kue ini ke kulkas. Setiap kali ia mendengar ancaman Jonas, benaknya selalu teringat akan keluarganya yang masih sangat membutuhkannya. "B-baik, Tuan. Saya akan kembalikan. Tapi ini yang terakhir ya. Tuan kan, juga sudah nggak boleh makan tepung. A-apalagi coklat. Saya nggak mau disalahkan oleh Tuan besar kalau dia melihat kotak kue ini di kulkas."

Meril benar-benar segan dan takut untuk membantah perintah Jonathan Erlangga –salah satu pengusaha terbesar di Asia. Walau beliau cukup sibuk menjalani perusahaan, dia sangat menyayangi Jonas hingga akan melakukan apa pun demi anaknya. Termasuk menggantinya ke posisi yang lain dan tentunya ia nggak akan mendapatkan uang yang sebesar gajinya sekarang. Ia selalu hampir mempertaruhkan nyawanya sendiri demi Jonas. Ada saja tingkahnya yang membuat kepalanya menggeleng hampir tak percaya. Ia tahu keadaannya pasti terasa berat untuk dijalani, tapi seharusnya ia menurut saja dan bukan membangkang dengan aturan yang bisa menyelamatkan nyawanya.

"Gue nggak punya banyak waktu untuk mengikuti hal-hal sepelenya. Dia hanya terlalu khawatir sama gue. Paham?" tegas Jonas.

Meril melihat Jonas kembali membuang wajah darinya lagi. "Tuan. Ini kan demi ...."

Jonas kini memunggungi Meril. "Waktu bicara lo sudah selesai, Meril."

Meril terperanjat dan menunduk sambil perlahan-lahan mengikuti perintah Jonas. Sumpah! Laki-laki ini benar-benar nggak bisa diajak kompromi! Apa salahnya sih berhenti makan kue? Dasar nggak tahu terima kasih! pikir Meril berkecamuk.

"MASIH DI SITU?"

"I-iya, Tuan! Ini mau keluar," ucap Meril sambil berlari kecil keluar dari ruangan Jonas yang luas ini.

Brak!

Meril terperanjat dan mendengar teriakan Jonas dari dalam. Bahunya bergidik. Ia benar-benar nggak sengaja membanting pintu itu. Sejenak ia menghela napas. Jonas memang sulit diajak berkomunikasi meskipun itu untuk kebaikannya. Sejak dulu dia selalu ketus dan dingin sama siapa pun. Namun, hari ini ia sedikit penasaran kenapa di kafe tadi majikannya itu begitu sering memerhatikan salah satu penyanyi di sana. Ah, perkara dia mau dekat dengan siapa bukan urusanku! pikirnya Meril sambil menggeleng heran melihat kelakuan majikannya itu, lalu kembali melangkah ke arah dapur untuk mengembalikan kotak kue di tangannya ini ke kulkas.

AurorabiliaWhere stories live. Discover now